25. Pembalasan II

30.2K 2.1K 62
                                    

Sebuah BMW M5 berhenti didepan rumah keluarga Hadi. Seorang pria dengan setelan lengkap turun dan berjalan tergesa menuju pintu penumpang dibelakang lalu membukakannya.

Tara Setiodiningrat turun dari mobil dengan penampilan mewah, sebuah kacamata hitam dari Dior keluaran terbaru bertengger dihidung mancungnya, Hermes Kelly retourne matte himalayan niloticus crocodile berada digenggamannya. Dia berjalan dengan mantap menuju pintu depan rumah itu.

Tara mengucapkan salam, pintu terbuka menampilkan wanita paruh baya, mertua Giana. Tara mencium tangan wanita itu dengan hormat lalu mencium kedua pipi wanita itu. Dengan ramah mertua Giana itu mempersilahkan Tara masuk.

"Bapak ada bu?" Tara bertanya tidak lama setelah Giana menghampirinya bersama Hadi.

"Ada nduk, ibu panggilkan sebentar." Wanita itu berjalan tergopoh memanggil suaminya yang berada dibelakang rumah sedang membuat kandang untuk ternak barunya.

"Ada urusan apa sama bapak, mbak?" Giana bertanya pada Tara yang duduk dihadapannya.

"Business." Jawabnya singkat sambil meletakkan map diatas meja dihadapannya.

"Jadi, Hadi. Apa lo masih ada perasaan sama Sri Brotoseno?" Tembak Tara langsung.

Hadi menggeleng, "Tidak mbak." Jawabnya tegas. Walaupun usia Hadi lebih tua dibanding Tara, tapi pria itu menyapa Tara dengan panggilan mbak, karena sekarang dia adalah kakak ipar Hadi.

"That's good. Karena gue akan heran kalau lo tetap ada perasaan sama perempuan itu setelah perlakuan kasar ibunya kepada Giana dan ibu lo." Tara mulai menanggalkan kacamatanya, dan mulai membuka map.

Tidak lama kedua mertua Giana datang, Tara dengan sopan langsung berdiri dan mencium tangan ayah mertua Giana itu. Walaupun terkenal garang dan judes, tapi sikap sopan Tara tidak pernah hilang.

Tara menghadap empat orang didepannya dan menggeser map kearah Giana. "A wedding gift for you two."

Giana membaca berkas didalam map itu. Itu adalah surat tanah untuk sebuah perkebunan tembakau tidak jauh dari sini. Dan surat tanah untuk puluhan hektar sawah. Giana membelalakkan matanya ketika melihat nama Sutopo Brotoseno disana. Wanita itu juga melihat akta jual beli antara Sutopo Brotoseno dan Tara Setiodiningrat.

Mata Giana membelalak kearah Tara yang tersenyum tipis. Giana menyerahkan map itu pada Hadi untuk dibaca oleh pria itu dan Hadi juga tampak terkejut.

"Begini pak, saya langsung saja ya." Tara kini berbicara pada ayah mertua Giana. "Saya baru saja membeli beberapa puluh hektar sawah dari seseorang didesa ini. Saya mau bapak yang mengurusnya. Lagi pula sawah itu saya beli sebagai hadiah pernikahan Hadi dan Giana."

"Sawah punya siapa nduk?" Ayah mertua Giana bertanya.

"Milik keluarga Brotoseno pak." Tara menjawab dengan senyum kemenangan.

Kedua orang tua Hadi itu terbelalak, terlihat tidak percaya. Mereka bertanya-tanya apa gerangan yang membuat keluarga itu sampai harus menjual sawahnya yang sangat luas itu kepada Tara.

Tara seperti mengerti pertanyaan-pertanyaan yang berputar  di kepala orang-orang di hadapannya ini. "Saya tidak tau kenapa mereka tiba-tiba menjual secara mendadak sawah itu, pengacara saya dihubungi oleh seseorang dan sepertinya keluarga itu sedang membutuhkan uang cepat. Mereka jual dengan harga miring, jadi saya tertarik untuk membelinya."

Tara berdusta, dia tau alasan yang membuat keluarga itu menjual sawah dan kebun tembakau mereka. Sang istri dari kepala keluarga itu sangat ingin membeli sebuah mobil seharga beberapa miliar. Dan Tara satu-satunya yang mau membeli, karena dialah yang sudah menyeting semuanya. Dia yang telah mencabut akar keluarga itu dari desa ini. Keluarga Sutopo Brotoseno tidak lagi  memiliki aset di tanah ini, yang tersisa dari mereka hanya sebuah rumah yang mungkin juga akan dijual jika mereka kehabisan dana, karena mereka tidak lagi memiliki usaha untuk menopang kehidupan. Beberapa asetnya yang lain seperti gudang penyimpanan beras juga sudah dijual pada seseorang yang merupakan suruhan Tara.

The Star Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang