1. Miqat Haji dari Indonesia Gelombang Kedua di Jeddah, Bolehkah?

12 1 0
                                    

Miqat Haji dari Indonesia Gelombang Kedua di Jeddah, Bolehkah?

Sun 28 September 2014
Pertanyaan : 

Assalaamu alaikum wr. wb.

Yth. Pak Ustadz, 
Seperti kita ketahui pemberangkatan jamaah calon haji dari Indonesia ada dua gelombang. Gelombang pertama ke Madinah dulu, baru kemudian ke Makkah, sedangkan gelombang kedua ke Makkah dulu baru ke Madinah. Bagi jamaah gelombang pertama, ketika akan melakukan ihram untuk umrah biasanya mengambil miqot di Abyar Ali (Bir Ali (?), maaf kalu salah menyebut), dan jamaah sudah siap dengan pakaian ihram sejak dari Madinah.

Saya rasa hal ini tidak terlalu masalah karena jarak dan waktu tempuhnya tidak terlalu lama. Bagi jamaah gelombang kedua, di manakah sebaiknya mengambil miqot. Saya mengira niat ihram untuk umrahnya di pesawat, ketika mendekati tempat miqot yang akan dilalui. Ternyata ada teman yang mengatakan di Jeddah (ternyata ini yang dianjurkan oleh Depag dan MUI, katanya). Sedangkan teman lain mengatakan ingin aman dan mengambil miqot di asrama haji, di Indonesia.

Mohon penjelasan dari Ustadz, apa yang sebaiknya dilakukan oleh jamaah, di mana sebaiknya mengambil miqot dan niat ihram untuk umrah, karena setahu saya Jeddah itu sudah melewati miqot untuk jamaah dari Indonesia, sedangkan bila mengambil miqot dari asrama haji tentu juga lumayan jauh dan memakan waktu lama, padahal dalam keadaan berihram itu kan kita harus betul-betul hati-hati.

Demikian saja. Atas penjelasan Ustadz, saya ucapkan terimakasih.

Wassalaamu alaikum wr wb.

Jawaban : 

Assalamu a'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Masalah yang anda tanyakan ini memang sudah jadi polemik sejak lama. Paling tidak, sejak kendaraan haji Indonesia mulai menggunakan pesawat terbang, di awal-awal tahun tujuh puluhan.

Sebelumnya, tidak ada polemik ini. Karena semua jamah haji Indonesia naik kapal laut. Dan begitu mendekati garis batas tanah haram, dengan mudah mereka berihram dari miqat makani yang telah ditentukan.

Namun ketika naik pesawat terbang, muncul sedikit masalah. Sebab bandara Jeddah sebagai satu-satunya bandara untuk jamaah haji, posisinya sudah berada di sebelah barat tanah haram. Sedangkan jamaah haji Indonesia, tentunya tidak datang dari arah barat melainkan dari tenggara. Jadi kalau mendarat di Jeddah, sudah melewati garis miqat. Dan ini terlarang karena setiap orang yang melewati garis miqat wajib berihram, kalau tujuannya semata-mata menuju ke ka'bah untuk haji atau ihram.

Di zaman kapal laut, jamaah haji Indonesia bisa dengan mudah berihram dari miqat yang ditentukan. Namun agak lain ceritanya bila berihram di atas pesawat terbang.

Sebab yang namanya berihram itu adalah membuka pakaian biasa berganti dengan dua lembar handuk sebagai pakaian resmi berihram. Memang akan sedikit merepotkan, bila dilakukan di dalam pesawat terbang.

Yang jadi masalah bukan pilot tidak tahu tempat batas miqat, tetapi bagaimana memastikan bahwa sekian ratus penumpang di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di langit, bisa berganti pakaian bersama pada satu titik tertentu.

Sementara untuk berpakaian ihram sejak dari Indonesia, sebenarnya bisa saja dilakukan, namun jaraknya masih terlalu jauh. Kalau kita tarik garis lurus Jakarta Makkah di peta google earth, sekitar 9.000-an km jaraknya. Perjalanan ditempuh sekitar 8 s/d 10 jam penerbangan.

Oleh karena itu, Departemen Agama berupaya mencari pendapat-pendapat yang membolehkan jamaah haji bermiqat dari bandara Jeddah. Walaupun jumhur ulama tidak sepakat dengan hal itu, sebab hadits-hadits nabawi tentang ketentuan miqat itu sangat jelas, tegas dan sudah diakui oleh banyak ulama.

ملخص الفقه الإسلامي {٥} - كتاب أحكام الحج والعمرة ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang