Akhirnya aku menceritakan awal pertemuanku dengan Devan, ketika MOS kelas 7 di SMP Taruna, awal yang manis berujung tragis, itulah kenyataannya. Devan yang pertama mendekatiku, dia memberiku sebuah kertas bertuliskan namanya, DEVANNE MARGA. Aku bertanya tanya ada apa dengan cowok di depanku ini? Dia mengajakku berkenalan, entah bagaimana ceritanya dia berhasil mewarnai hari hariku, masuk dalam kehidupanku, selalu membuatku nyaman di dekatnya, sampai kelas IX kami masih bersahabat, sampai dia menghilang, menghilangkan diri, menghilangkan kabar, seperti hilang ditelan alam, seperti dia tidak pernah ada di bumi ini, hingga aku mendapatkan sebuah kabar, dia kecelakaan, dan nyawanya tak selamat. Ini adalah bagian tersulitku untuk belajar ikhlas.
Aku tiba tiba menoleh ke bunda, aku bercerita menghadap ke bawah, aku tidak berani menatapnya. Aku melihat airmatanya sudah mengalir dengan tenang, dan kini aku sedang menahan airmata untuk tidak jatuh ke bawah. Percayalah! Ini sangat menyiksa batinku.
"Devan itu suka kamu, nak," ucap bunda berhasil menyisipkan perasaan aneh di hatiku.
"Devan anak bunda, bunda lebih tau sifat anak anak bunda, devan suka kamu, Diana," ucap Bunda dengan air mata masih ikut serta.
Bagaimana mungkin? Padahal aku selama ini menganggap dia hanya sahabat terhebatku saja, ini sungguh tidak adil baginya. Apakah dia menyukai diriku dari awal kelas VII? Sungguh mustahil.
"Devan memang anak yang sangat tertutup, bahkan dengan ibunya sendiri, tapi tidak ada seorang ibu yang tidak mengetahui sifat anaknya." Aku hanya menyimak berharap bunda melanjutkan ceritanya.
"Devan merasa dirinya tidak pernah dianggap dalam keluarga ini, dia merasa tertekan, bahkan bunda tidak pernah diizinkan untuk masuk kamarnya, hingga ketika...ketika devan pergi, sampai sekarang bunda masih tidak berani untuk masuk ke kamarnya, kecuali david, abangnya," ucap bunda dengan linangan airmata.
"Tapi kenapa devan putus sekolah saat kelas IX Bunda?"
"Itulah, itu yang masih sekarang bunda tidak tahu kejelasanya. Devan yang tidak mau berangkat sekolah, membuat bunda semakin bingung, padahal dia mau ujian, hingga akhirnya dia ingin keluar dari sekolah saja."
"Bunda awalnya tidak setuju, tapi Devan sangatlah keras kepala, hingga akhirnya bunda menuruti, sampai ayahnya menganggap Devan anak yang gak tau diuntung."
"Bunda sangat paham sikapnya, karena masa remaja mungkin sedang mencari jati dirinya, bunda hanya bisa berdoa yang baik baik untuknya, sampai ia menyalurkan rasa frustasinya dengan mengikuti balapan liar, hingga kecelakaan yang sangat parah itu terjadi."
"Tapi kenapa dia bisa menghilangkan kabar Bunda?"
"Dia mengganti namanya dengan sebutan arga, bukan lagi devan, nak, itu sebabnya nama devan tak lagi ada," jelas bunda.
Baiklah, hari ini cukup banyak pertanyaan yang masih merajalela di otaku, tidak mungkin aku tanyakan secara beruntun, mengingat perasaan bunda sekarang mungkin sangat down, aku sendiri merasakan kehilangan seseorang yang kita sayang, sangat sakit. Aku hanya mendekatkan diriku, memeluk bunda sendu, layak anak dan ibu. Ah, bunda sama hangatnya dengan mama.
Devan bukanlah laki laki pengecut, dengan memendam perasaanya sendiri bertahun tahun, sama sekali tidak masuk akal. Dia berani membelaku saat aku terkena iseng para siswa yang tak punya pekerjaan, dia menemaniku saat aku sepi, dia berani menjadi pahlawan saat aku merasa tersingkir, dia teman terhebatku. Devan! Kenapa kamu begitu bodoh dengan perasaanmu sendiri? Ayolah! Itu tindakan yang sangat bodoh untuk kamu lakukan Devan! Ingin sekali aku memakimu sekarang! Tetapi mustahil, mengingat alam kita yang berbeda.
Sehabis bercerita panjang lebar dengan bunda, aku merasakan kenyamanan seperti dengan mama sendiri, bunda sangat baik, kenapa Devan bisa menyia nyiakan seorang ibu yang sangat tulus seperti ini. Pasti ada sesuatu, tidak mungkin devan menjadi tertutup tanpa alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Gadis Aneh [Completed]
Teen Fiction"Jangan suka judge orang kalo gak tau apa apa!" ~ Diana Jovalina. Cover by @Niakhayy. Start - finish. 22/3/20