***
Hari ini cuacanya sangat baik, tidak hujan tapi juga tidak terlalu panas. Angin hari ini berhembus dengan sangat tenang, membelai pipi siapapun yang dilewatinya. Cuaca hari ini cocok sekali untuk berjalan-jalan.
Hari yang cerah ini adalah hari Minggu. Akhir pekan yang lagi-lagi cocok untuk berkencan. Tapi sayangnya, tidak semua orang punya teman kencan. Tidak semua orang punya banyak teman lajang yang sudi diajak berjalan-jalan di hari secerah hari ini.
Kwon Jiyong ragu kalau semua teman-temannya punya teman kencan. Tapi satu hal yang pasti, ia tidak ingin pergi berjalan-jalan Minggu cerah ini dengan seorang pria.
Lalisa Jung ragu kalau semua temannya punya pasangan. Tapi ada satu hal yang pasti, di hari penuh kenangan ini, ia tidak ingin melibatkan satupun temannya.
Siang ini Kwon Jiyong turun dari kereta di sebuah stasiun kecil pinggir pantai. Cuacanya sangat cerah, mungkin karena itu ia merindukan gadis itu. Jiyong penasaran, kalau hari ini ia tidak sengaja bertemu dengan gadis itu, akankah keadaannya baik-baik saja?
Kwon Jiyong penasaran, apakah ia bisa menyambut gadis itu dengan senyuman? Jiyong juga ingin bertemu dengan kekasih baru gadis itu. Hanya ingin bertemu kemudian menyapanya. Aku pasti bisa bertemu dengan pria itu tanpa memaki, marah atau bahkan menagis, sekarang aku sudah baik-baik saja- pikir Jiyong.
Siang ini, Lalisa Jung memarkir mobilnya di dekat sebuah stasiun kecil pinggir pantai. Dihari ini, Lalisa Jung sedikit merindukannya- pria itu. Bagaimana kabar pria itu? Apa dia masih seperti yang dulu? Lalisa Jung penasaran. Jangan khawatir, aku hanya sedikit merindukanmu. Mungkin karena semalam hujan, aku jadi sedikit murung- pikir Lalisa.
Akankah dia kembali? Akankah pria itu kembali? Lalisa Jung terus berharap, hatinya berdebar-debar walaupun ia hanya berharap. Semalam Lalisa Jung berharap sendirian di ruang gelapnya. Menunggu, ia menunggu pria itu kembali. Lalisa menangis, menangis dengan keras dan berharap juga dengan keras, walau ia tahu pria itu tidak akan kembali.
Kwon Jiyong sangat membenci gadis itu.
Lalisa Jung sangat membenci pria itu.
Angin yang sejuk juga cuaca yang cerah, sayangnya justru membuat Jiyong merindukan gadis itu, sayangnya justru membuat Lalisa merindukan pria itu.
Jiyong berdiri di halte bus dekat stasiun. Di sebelahnya, ada seorang wanita yang duduk sembari memangku sebuah kotak coklat. Wanita itu terlihat murung, namun ia bukan seorang wanita yang perlu Jiyong campuri urusannya. Karenanya, Jiyong hanya diam dan berdiri di sebelahnya, menunggu bus berhenti di depan mereka.
Di saat seperti ini, Jiyong mengingatnya. Gadis berambut sebahu yang pernah membuatnya sangat bahagia. Jiyong ingat saat pertama kali ia datang ke sana dengan gadis itu. Ia sangat bahagia waktu itu. Saat itu mereka baru saja mulai bekerja. Setelah lima belas hari sibuk, akhirnya mereka bisa beristirahat sejenak dan pergi berkencan layaknya pasangan pada umumnya. Jiyong ingat, kalau dulu ia duduk di halte bersama gadis itu. Ia merangkul gadis itu, memeganginya seolah takut kehilangan gadis itu. Jiyong tidak ingat apa yang saat itu mereka bicarakan, tapi Jiyong ingat kalau saat itu mereka tersenyum, tertawa bersama seolah mereka adalah orang paling bahagia di dunia.
Akhirnya setelah lama menunggu, bus yang Lalisa tunggu-tunggu datang juga. Gadis itu bangkit dari duduknya, ia pegangi kotak coklat di tangannya kemudian berjalan masuk ke dalam bus. Siang ini bus tidak terlalu ramai, hanya ada tiga penumpang disana, dirinya, seorang pria duduk di kursi paling depan sebelah kiri, kemudian seorang pria lainnya yang duduk di dekat jendela sebelah kanan, menatap keluar jendela sembari memasang earphonenya.
Lalisa melangkah terus sampai ke deretan kursi paling belakang dalam bus itu. Ia duduk di sebelah kiri, menatap keluar jendela kemudian tersenyum saat melihat mobilnya sendiri terparkir di stasiun. Lalisa Jung tahu, ia konyol karena memilih naik bus sedang mobilnya baik-baik saja di stasiun. Namun berada di bus membuatnya kembali merasakan kehadiran pria itu. Dari dalam kotak yang dipegangnya, ia keluarkan sebuah foto berbingkai. Fotonya bersama pria itu. Semuanya sudah berakhir, tapi siang ini Lisa merindukan pria itu.
Setelah bus melewati beberapa halte, Lalisa melangkah turun di dekat pantai. Ia tinggalkan dua penumpang lainnya di dalam bus. Masih dengan membawa-bawa kotak coklatnya, gadis itu berjalan-jalan di tepian pantai. Merasakan butiran pasir di kakinya yang sekarang tidak bersepatu. Lagi-lagi pria itu yang Lalisa ingat. Ia ingat, kalau dulu mereka pernah bermain di pantai itu, menggambar di pasir seperti anak-anak, berpelukan, dan berciuman seperti sepasang orang dewasa yang dimabuk cinta. Mengingatnya membuat Lalisa merasa semakin murung. Ia merindukan pria itu.
Setelah bus melewati beberapa halte, Jiyong turun di dekat sebuah mercusuar merah. Ada jalanan panjang yang harus ia lewati untuk sampai ke mercusuarnya. Sembari berjalan, pria itu melepaskan earphone dari telinganya. Ia ganti suara musik di earphonenya dengan suara ombak yang memukul karang. Berada di antara deru ombak itu ternyata tidak membuat Jiyong merasa senang. Perlahan, tanpa ia sadari ia mulai mengingat perasaannya beberapa bulan lalu. Ia ingat betapa marahnya ia beberapa bulan lalu. Ternyata mercusuar itu tidak membawa kenangan baik untuknya.
Malam semakin larut. Namun Lalisa masih ingin berada di pantai.
Malam semakin larut. Namun Jiyong masih ingin berada di mercusuar.
Dari dalam kotaknya, Lalisa mengeluarkan sebuah kembang api. Bukan sebuah kembang api besar yang akan meledak di udara, tapi sebuah kembang api yang harus ia pegang sampai percikannya habis. Lalisa menyalakan kembang api itu. Memberi cahaya di tengah gelapnya pantai malam. Angin yang berhembus membuatnya kesulitan, bahkan begitu kembang api itu memulai percikan pertamanya, percikan terakhirnya cepat sekali datang. Lalisa tersenyum di percikan pertamanya, kemudian senyumnya hilang bersama percikan terakhirnya.
"Oppa," gumam Lisa dengan tatapan kosong menatap ombak di hadapannya. "Selamat tinggal," tambahnya yang kemudian bangkit dan meninggalkan kotak coklatnya itu di tepi pantai.
Malam sudah larut ketika pada akhirnya Jiyong masuk ke sebuah kedai tenda di dekat pantai. Sudah hampir tengah malam, karena kedai itu sudah tidak begitu ramai sekarang. Seperti orang-orang yang ada disana, Jiyong datang untuk minum. Sebotol soju dan beberapa batang rokok mungkin dapat membuat perasaannya lebih baik- sebelum ia pulang dengan kereta pertama besok pagi. Di kedai itu ada beberapa pelanggan, namun seorang gadis yang duduk sendirian menarik perhatiannya. Ia gadis yang tadi tersenyum di halte dengan kotak coklatnya.
Jiyong duduk di satu meja tidak jauh dari gadis itu. Ia pesan semangkuk mie dengan sebotol soju, dan duduk disana sembari memperhatikan Lalisa. Rasanya wajah gadis itu familiar- pikir Jiyong. Ia perhatikan bagaimana Lalisa minum, gadis itu tidak terlihat begitu menikmati minumannya. Mungkin soju terlalu pahit bagi gadis itu- pikir Jiyong.
Setelah meminum gelas soju pertamanya, Lalisa menangis. Tidak bersuara, karena gadis itu mengigit bibirnya, namun Jiyong yang memperhatikannya tahu kalau Lalisa sedang sangat sedih- seperti dirinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Band Aid
FanfictionAda perbedaan diantara seseorang yang menginginkanmu dan seseorang yang akan melakukan apapun untuk mempertahankanmu.