***
Bermusik.
Mimpi yang Jiyong lepaskan untuk mewujudkan mimpi ibunya adalah bermusik. Saat sekolah, Jiyong punya sebuah band, anggotanya enam orang– ia, Seunghyun, Seungri, Hyunseung, Yongbae dan Daesung. Saat itu Jiyong yang memimpin band itu tapi saat ia terpaksa harus melepaskan bandnya, band itu benar-benar berakhir. Begitu Jiyong berhenti, satu-persatu anggota bandnya juga berhenti.
"Sungguh? Oppa bisa bermain musik?" tanya Lisa yang justru terkejut karena cerita Jiyong. "Sulit di percaya, coba buktikan padaku," pinta Lisa dan Jiyong tertawa, pria itu kemudian mengajak Lisa pergi ke sebuah tempat, ke tempat karaoke.
"Tempat ini masih tutup," ucap Lisa, berdiri di depan Jiyong sementara pria itu sibuk mencari sesuatu di handphonenya. Di depan mereka ada sebuah bangunan tiga lantai yang beroperasi sebagai tempat karaoke– tapi tidak ada karaoke yang buka di pukul sepuluh pagi.
"Tunggu sebentar," jawab Jiyong, kini ia mendekatkan handphone ke telinganya, bicara pada seseorang di telepon dan meminta orang itu untuk membukakan pintunya.
"Oppa!" seru seorang gadis kemudian, setelah panggilan itu berakhir lima menit yang lalu.
Gadis yang datang kali ini bagi Lisa sangatlah cantik, kulitnya bersih, terlihat begitu lembut saat dipadukan dengan baju tidur sutra super seksi dan jaket denim usang. Rambutnya bergoyang sebagaimana mestinya, mengikuti gerak tubuhnya saat berlari kecil menghampiri Jiyong dan Lisa di depan gedung itu. Belum lagi suaranya, yang terdengar manis namun tidak dibuat-buat, seolah ada gula gula kapas di ujung tenggorokan yang menyaring suaranya dengan begitu sempurna. Kenapa Jiyong berkencan dengan Kwon Nara kalau dia punya teman secantik wanita ini?– pikir Lisa sembari memandangi si gadis yang baru saja datang itu.
"Siapa dia?" tanya gadis itu, melirik Lisa dengan matanya yang menyipit seperti kucing. "Kekasihmu? Dia terlihat mahal, tidak seperti kekasih oppa yang waktu itu," bisiknya, namun cukup keras untuk sampai ke telinga si mantan mata-mata itu. Mendengar ucapan gadis itu yang sedikit menyebalkan, Lisa menarik semua pikirannya tadi. Gadis ini menyebalkan, hanya itu yang akan Lisa yakini sekarang.
"Kau masih ingat? Kekasihku? Itu sudah lama sekali," balas Jiyong yang kemudian mendorong bahu teman wanitanya itu dan menyuruhnya segera membiarkannya masuk ke dalam gedung karaoke.
"Tentu saja ingat, gadis dengan kemeja dan celana lusuh, lalu sepatu yang sudah aus- kalian sudah putus? Wah... Ku pikir kau sangat mencintainya sampai rela menukar nyawamu dengan cintanya tapi sepertinya tidak seromantis itu,"
"Hentikan omong kosongmu dan cepat beri aku kunci ruangan biasanya, aku tidak punya banyak waktu," balas Jiyong yang setelah mendapatkan kunci itu bergegas menarik Lisa menjauhi si gadis cantik nan cerewet tadi. "Maaf, dia memang begitu,"
"Kenapa oppa tidak mengenalkan kami? Bukankah wajar kalau kau mengenalkan kami? Kenalkan ini Lisa, temanku atau calon kekasihku, bukan begitu?" tanya Lisa yang sekarang melangkah menaiki tangga bersama Jiyong yang masih menggandeng tangannya.
Sekarang Jiyong membuka kunci sebuah ruangan di lantai dua. Tempat itu seperti tempat karaoke pada umumnya, namun cukup luas untuk menyimpan satu set sofa setengah lingkaran dan sebuah panggung kecil dengan alat musik lengkap di atasnya. Panggungnya sederhana, hanya setinggi dua puluh sentimeter dengan gitar, bass, drum dan keyboard di atasnya, juga mesin karaoke dan layar televisi seperti karaoke pada umumnya.
"Maaf, aku tidak bisa mengenalkan kalian," jawab Jiyong yang sekarang menyalakan lampu kemudian mempersilahkan Lisa untuk duduk di sofa yang telah di bersihkan itu. Setiap pagi, setelah pelanggan terakhir pergi para pegawai tempat karaoke itu selalu membersihkan ruang-ruang yang ada disana. "Dia suka wanita cantik, begitu dia tahu namamu, dia akan mencarimu, mengajakmu berkenalan, menggodamu-"
"Dia lesbian?" potong Lisa, bersamaan dengan datangnya si wanita cantik yang masuk sembari membawa senampan camilan berserta beer.
"Ya," jawab wanita itu. "Namaku Jennie, tapi aku sudah punya kekasih. Aku tidak akan menggodamu nona mahal, jadi jangan khawatir," sinis gadis itu sembari menatap Jiyong– gadis bernama Jennie itu tidak sedang menenangkan Lisa, tapi ia sedang menenangkan pria yang enggan mengenalkan mereka. "Aku tidak akan menggoda gadismu oppa, aku tidak suka gadis dengan luka mengerikan sepertinya," susul Jennie sembari melirik kaki Lisa yang terluka beberapa hari lalu.
"Syukurlah," singkat Lisa. "Aku juga tidak suka gadis menyebalkan yang memakai sutra palsu,"
"Ya!"
"Hentikan, kau menggangguku, pergilah, kembali tidur dengan kekasihmu, semoga mimpi indah," sela Jiyong yang sekarang mendorong Jennie keluar kemudian menutup pintunya. "Bagaimana kau tahu kalau itu sutra palsu?" tanya Jiyong, tidak benar-benar penasaran.
Ia hanya ingin memuji Lisa kemudian mengalihkan topik pembicaraan mereka. Ia hanya ingin membuat Lisa berhenti memikirkan ucapan Jennie dan kesal karenanya.
"Menebak? Tapi melihat reaksinya sepertinya ucapanku benar," kini Lisa tersenyum, di luar dugaan Jiyong. "Oppa tahu? Di kantor aku terkenal hebat dalam urusan membuat orang lain marah,"
"Oh ya? Ceritakan," pinta Jiyong, yang sekarang berjalan naik ke atas panggung kecil itu kemudian memasang dan menyalakan alat-alat disana.
Lisa mendekat, gadis itu duduk di sebuah kursi dekat bass sembari memperhatikan Jiyong yang sibuk dengan beberapa kabel. Mendengarkan Lisa tanpa menatap wajahnya.
"Dikantor ada dua pria yang menyukaiku, aku tidak pernah memintanya tapi mereka selalu memberiku perlakuan istimewa. Pangkat mereka cukup tinggi, jadi banyak orang yang iri padaku. Aku cerdas, cantik, lebih kuat dari wanita-wanita lainnya, aku juga bisa belajar dengan cepat dan aku hampir tidak pernah melakukan kesalahan-"
"Menyebalkan,"
"Huh?"
"Cerdas, cantik, kuat dan disukai dua orang berpengaruh padahal sudah berkencan dengan seseorang, semua orang pasti iri dan kau jadi tipe orang yang paling menyebalkan di kantor," jelas Jiyong dan Lisa menyipitkan tatapannya, seolah Jiyong baru saja membuatnya heran. "Ada apa? Apa aku salah?"
"Bagaimana oppa bisa sepintar itu? Kyungho oppa selalu menyebutmu bodoh,"
"Wahh... Sepertinya aku tidak bisa menyombongkan pekerjaanku, kalian membicarakanku di rumah?" tanya Jiyong, yang sudah selesai dengan peralatannya dan sekarang menyesuaikan nada pada gitarnya. Pria itu duduk di kursi lain, di sebelah Lisa sekarang. "Uhm... Tapi oppamu memang benar, aku tidak bisa mengikuti kecepatan dokter-dokter lainnya, aku sudah enam tahun bekerja disana, tapi aku masih setara anak residen tahun ketiga. Beberapa profesor senior pada akhirnya menyerah padaku dan menyuruh profesor baru– oppamu– membimbingku,"
"Berapa lama oppaku membimbingmu? Oppa pasti stress berat karena Kyungho oppa dan kelakuannya. Dia menyebalkan, semua temannya, eommaku bahkan dirinya sendiri tahu soal itu,"
"Tiga tahun? Dia memang menyebalkan, tapi bertanggung jawab, aku tidak sedang menjilat sekarang," jawab Jiyong yang menoleh pada Lisa karena gadis itu meraih bass di sebelahnya. Sama seperti Jiyong yang tengah menyesuaikan nada pada gitar itu, Lisa juga ingin menyesuaikan nada pada bass di sebelahnya. "Kau bisa bermain bass?"
"Aku bisa memainkan semuanya," jawab Lisa sembari melihat seluruh alat musik yang ada di sekitarnya. "Eomma bilang aku spesial karena aku bisa melakukan segalanya. Sedikit berbeda dengan Kyungho oppa yang super rajin dan perfeksionis, aku jenius? Julukanku saat sekolah dulu adalah setan berwajah malaikat. Sekali lihat orang-orang akan terpesona padaku, karena aku sehebat malaikat, tapi setelah itu mereka membenciku, karena aku sangat menyebalkan,"
Jiyong menaikan alisnya, baginya Lisa tidak terlihat terlalu menyebalkan seperti yang gadis itu gambarkan.
"Oppa hanya belum melihat semuanya," ucap Lisa menjawab rasa penasaran Jiyong.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Band Aid
FanfictionAda perbedaan diantara seseorang yang menginginkanmu dan seseorang yang akan melakukan apapun untuk mempertahankanmu.