***
Enam jalur jalan raya terlihat ramai malam ini. Mungkin karena besok akhir pekan, jadi malam ini semua orang keluar melepas penat. Di trotoar yang luasnya sampai lima meter, Jiyong berjalan ke arah halte bus. Di sebelah kirinya ada gedung-gedung tingkat yang dihuni restoran dan cafe-cafe ramai, sedang di sebelah kanannya jalan raya dimana orang-orang berdiri menunggu taksi lewat. Angin malam bertiup lebih dingin dari biasanya, namun Jiyong tetap berjalan, meninggalkan gadis yang tadi ia teriaki di restoran BBQ.
"Oppa! Kenapa kau marah padaku?!" teriak Lisa, yang berjalan di belakangnya tanpa berusaha mengejar. Tentu Lisa bisa menyusul pria itu kalau dia berlari, tapi Lisa terlalu malas untuk melakukannya. Apa yang salah dengan ingin membuat Jiyong terkenal? Apa yang salah dengan menginvestasikan uangnya pada kekasihnya, Lisa masih tidak memahami situasinya.
Apa karena masa lalu Jiyong? Disaat Nara berkencan dengan Jiyong karena uang yang nyonya Kwon berikan? Lisa masih tidak memahaminya. Rasanya, Lisa tidak melakukan sesuatu yang buruk seperti Nara. Lisa tidak sengaja berkencan dengan Jiyong hanya untuk mendapatkan uang darinya, Lisa merasa ia berbeda dengan Nara, Lisa merasa apa yang ia lakukan tidak seburuk apa yang Nara lakukan. Tapi kenapa Jiyong marah? Lisa masih tidak mengerti.
Jiyong mengabaikan teriakan Lisa. Pria itu tetap berjalan dan Lisa tetap mengikutinya. Beberapa orang memperhatikan mereka– karena teriakan Lisa. Tatapan orang-orang itu terlihat seperti tengah berharap mendapatkan tontonan menarik malam ini.
"Oppa! Berhenti!" teriak Lisa dan pada akhirnya, Jiyong pun berhenti.
Pria itu menoleh, berbalik menatap Lisa kemudian merentangkan tangannya. Seolah akan memeluk Lisa. "Cepat kesini! Disini dingin!" balas Jiyong, tentu saja membuat Lisa heran karenanya.
Melihat Jiyong yang berubah seratus delapan puluh derajat itu, Lisa hanya bisa diam di tempatnya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Lisa justru bingung dibuatnya.
"Heish! Lama sekali nona, ayo cepat disini dingin," ucap Jiyong, yang sekarang menghampiri Lisa kemudian merangkul gadis itu. "Aktingku tadi lumayan kan?"
"Kau hanya berpura-pura marah?" tanya Lisa dan Jiyong menganggukan kepalanya. "Heish! Menyebalkan! Aku belum makan!" seru Lisa, kini gadis itu mendorong Jiyong, memukul bahu pria itu dan membuat pria itu terkekeh karena reaksinya.
Jiyong masih terkekeh, sementara Lisa berjalan mendahuluinya– kesal karena merasa dijahili. Keduanya berjalan bersama, dengan Lisa yang berada satu langkah di depan Jiyong. Lisa menggerutu, sedang Jiyong terkekeh di belakangnya. Jiyong menikmati malam itu, ia tahu Lisa kesal namun gadis itu tidak meninggalkannya. Malam yang sebenarnya terasa dingin itu, jadi terasa hangat dan menyenangkan.
"Hei nona mempesona, apa yang ingin kau makan?" tanya Jiyong, tanpa menyentuh Lisa.
Yang dipanggil berbalik, berjalan mundur untuk bicara pada kekasihnya.
"Oppa yang traktir?" tanya Lisa dan Jiyong menganggukan kepalanya. "Kalau begitu aku ingin sesuatu yang mahal,"
"Apa?"
"Pop corn, di bioskop," jawab Lisa yang sekarang menghentikan langkahnya karena Jiyong juga berhenti.
Raut bahagia Jiyong berubah ketika langkahnya berhenti. Lisa yang menyadari perubahan itu kini mengikuti arah pandangan Jiyong dan ia menemukan Nara yang berdiri sekitar tiga meter di belakangnya. Ah, wanita itu sudah sembuh– pikir Lisa. Nara menghentikan langkahnya, balas menatap Jiyong, seperti apa yang pria itu lakukan. Berada di antara dua orang itu membuat Lisa merasa tidak nyaman, namun ia tahu kalau Jiyong jauh lebih tidak nyaman daripada dirinya.
Nara yang pertama kali berjalan mendekati Jiyong dan Lisa. Jiyong masih berdiri di tempatnya, namun tangannya terulur untuk menarik Lisa agar berdiri di sisinya. Jiyong pikir Nara mendekat untuk bicara padanya. Tapi wajah gadis itu terlihat marah di bawah cahaya lampu jalan. Kurang satu langkah lagi sampai Nara tiba di depan Jiyong dan gadis itu mengangkat tangannya– hendak menampar Jiyong.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Lisa, yang saat ini memegang tangan Nara dan menahan tangan itu agar tidak melukai Jiyong.
"Lepaskan!" kesal Nara, gadis itu memberontak, menarik tangannya dari pegangan Lisa. Tapi semakin Nara menarik tangannya, cengkraman Lisa justru semakin keras dan semakin menyakitkan.
"Lepaskan dia," pinta Jiyong dan Lisa menurutinya. Lisa mendorong tangan Nara dari pegangannya, membuat gadis itu sedikit goyah dan hampir jatuh di depan mereka. "Ada apa denganmu? Kau tidak suka melihatku dengan wanita lain? Apa hak mu merasa begitu?"
"Kenapa kau berhenti?" sinis Nara, ia pancarkan semua kebenciannya dalam suara serta tatapannya. "Kenapa kau menyerah pada mimpimu semudah itu?! Kenapa kau berhenti hanya karena-"
"Kenapa aku berhenti?" potong Jiyong, Nara tidak pernah melihat Jiyong seserius malam ini. "Semudah itu? Karenamu? Kau tidak tahu apapun, Nara," ucap Jiyong yang sekarang merangkul Lisa kemudian mengajak gadis itu pergi, meninggalkan Nara tertegun di tempatnya.
"Eommamu menyalahkanku!" teriak Nara, beberapa detik setelah Jiyong dan Lisa melangkah menjauh. "Dia bilang, dia akan menuntutku! Dia bilang semua ini salahku! Kau jadi membangkang karena gadis itu! Tapi kenapa semua orang justru menyalahkanku?!"
Langkah Jiyong kembali tertahan karena teriakan Nara. Beberapa orang pejalan kaki juga menghentikan langkah mereka karena suara Nara yang marah itu. Malam yang sebelumnya hangat karena perasaan bahagia, kini menjadi malam panas yang penuh emosi. Jiyong yang marah karena ucapan Nara lantas melepaskan rangkulannya dari bahu Lisa.
"Ya! Kwon Nara! Apa kau tidak bisa menjaga sedikit mulutmu?!" kesal Jiyong, yang hendak menghampiri Nara namun tertahan oleh pegangan Lisa.
Lisa memegang tangan Jiyong seperti ia memegang tangan musuh-musuhnya saat bekerja. Pegangan yang sangat kuat seolah ia memakai seluruh kekuatannya. Jiyong berencana menyingkirkan tangan Lisa dari pergelangan tangannya. Sebelah tangannya yang bebas sudah memegangi tangan Lisa, namun tatapan teduh gadis itu membuat Jiyong tidak tega melukainya.
"Ayo pergi ke bioskop sebelum film terakhir di putar," ajak Lisa, seolah tidak ada Nara disana.
"Ayo," pinta Lisa sekali lagi, yang kini dibarengi dengan tarikan lembut pada pergelangan tangan Jiyong.
Wajah Lisa, membuat Jiyong tidak berdaya. Nara masih menonton mereka, beberapa pejalan kaki juga masih menonton mereka, namun seolah mereka tidak sedang terjadi apapun, Lisa menarik Jiyong untuk segera pergi. Jiyong yang terpesona, tidak berdaya untuk menolak. Tatapan Lisa membuat kakinya lemah, membuat kakinya tanpa sadar mengikuti langkah Lisa yang membawanya pergi jauh dari tempat itu.
"Kalau kalian bertemu lagi, bisakah oppa mengabaikannya?" tanya Lisa setelah mereka menyebrangi jalan dan menghilang dari pandangan Nara.
"Kurasa tidak," jujur Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya. "Kau kecewa?"
"Tidak," jawab Lisa. "Aku hanya perlu membuat kalian tidak bertemu lagi. Tapi ucapannya tadi pasti sangat menganggumu, sudah lama oppa tidak pulang ke rumah. Haruskah aku mengantarmu pulang ke rumah saja malam ini?"
"Bagaimana dengan film yang ingin kau tonton?"
"Kita bisa menonton lain waktu," ucap Lisa namun Jiyong tetap menolak. Pria itu tidak ingin pulang. Pria itu tidak mau bertemu dan di remehkan keluarganya. Pria itu tidak ingin pulang dan bertengkar dengan keluarganya di depan Lisa. "Besok lusa kita akan pergi ke pantai, aku akan pulang setelah kita selesai berlibur, oke? Kita bisa pergi menonton film malam ini."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Band Aid
FanfictionAda perbedaan diantara seseorang yang menginginkanmu dan seseorang yang akan melakukan apapun untuk mempertahankanmu.