***
Hari belum seberapa gelap, siang baru saja lewat tapi awan sudah menggulung membentuk mendung. Ini di Budapest, Lisa ingat tempat ini. Dinding-dinding batu yang tidak dicat, memberi kesan klasik yang misterius.
Dari jalan di antara dinding-dinding misterius itu, Lisa melihat dirinya sendiri, begitu menyedihkan. Sore itu ia mengenakan mantel cokelat yang entah kenapa terlihat begitu sendu. Di sana, ia melihat pria itu– Lee Jaewook dengan mantel hitamnya yang mempesona. Seperti potongan adegan dalam film, Lisa melihat dirinya berjalan di belakang Jaewook. Langkah keduanya sangat lambat, seolah keduanya sama-sama enggan untuk berjalan.
"Berhenti, jangan mengikutinya," teriak Lisa dalam hatinya. Tapi mulut dan kakinya tidak mau mendengar. Ia tetap berjalan, selangkah di belakang Jaewook yang sama sekali tidak menoleh.
Kini mereka tiba di sebuah jembatan gantung, di jembatan yang menghubungkan Buda dengan Pest. Di jembatan itu langkah Jaewook semakin cepat dan kaki yang tidak bisa Lisa kendalikan justru berlari mengejarnya.
Jaewook berhenti saat tangan Lisa menyentuh lengannya. Mereka masih berada di jembatan sekarang dan setelah berjalan cukup jauh ke tengah jembatan, akhirnya Jaewook menoleh, menatap Lisa dengan wajah datarnya yang menyakitkan.
"Jangan menangis," ucap Lisa, lagi-lagi dalam hatinya dan lagi-lagi matanya tidak mau mendengar. Lisa menangis, menatap Jaewook sore itu, namun Jaewook tidak menggubris. Wajah pria itu masih saja datar.
Kebingungan karena wajah datar Jaewook, Lisa mencium pria itu. Ciuman yang tepat di bibir, bercampur dengan beberapa bulir air mata. Tapi sayangnya, Jaewook tetap begitu. Tetap datar, seolah ia hanya boneka, hanya benda mati yang tidak bisa merespon Lisa dan kesedihannya.
***
Lisa membuka matanya, lagi-lagi mimpi itu. Gadis itu merasa sangat sedih saat bangun pagi ini. Hati yang lemah, hati yang ketakutan– itu yang Lisa rasakan setiap kali ia bangun setelah memimpikan Jaewook. Lisa tidak ingin menangis, tapi air matanya tidak bisa ia tahan. Lisa hanya menangis ketika Jaewook bicara dan mengakhiri hubungan mereka. Saat itu Lisa bahkan tidak bisa mengatakan kalau ia mencintai Jaewook. Cintanya tersembunyi dalam tangisan, hingga Jaewook tidak dapat melihatnya.
Mimpi semalam membuat Lisa enggan untuk keluar rumah hari ini, namun bunyi bell yang sangat mengganggu membuatnya terpaksa bangkit dan melihat siapa yang datang.
"Kenapa kau datang?" tanya Lisa, sembari menunggu pria yang ia persilahkan masuk ke rumahnya itu melepaskan sepatunya– Ten, seorang rekan kerja di kantor intelejen.
"Sepatu kets siapa ini? Kau membawa pulang teman kencanmu?" tanya pria itu, yang sekarang melangkah masuk tanpa meminta izin pemilik rumah.
"Bukan urusanmu, kenapa kau datang kesini?" Lisa mengulang lagi pertanyaannya.
Kini Ten duduk di sofa, begitu juga dengan Lisa. Pria itu lantas memberikan selembar foto pada Lisa, foto seorang gadis dengan jubah dokter.
"Tahun lalu Kim Jaewook rutin menemuinya," ucap Ten, memberi penjelasan atas foto yang tidak membuat Lisa bereaksi itu. "Dia seorang psikiater di rumah sakit-"
"Ya, aku mengerti, aku akan menemuinya. Hanya ini alasanmu datang? Kalau begitu pergilah," potong Lisa.
Gadis itu kini bangkit dari duduknya, ia melangkah ke kamarnya, mengusir Ten sekali lagi dan menutup pintu kamarnya. Jantungnya berdegup sangat kencang. Lisa ingat kalau ia menyuruh Ten– ahli IT di timnya– untuk mencari informasi mengenai Jaewook. Namun mengetahui kalau Jaewook menemui wanita lain, justru membuatnya sesak nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Band Aid
FanfictionAda perbedaan diantara seseorang yang menginginkanmu dan seseorang yang akan melakukan apapun untuk mempertahankanmu.