Bobby: Anak-anak udah pada bangun, Yang? Atau masih tidur?
Jisoo:
Jisoo: Udah bangun dong, Yah.
Jisoo: Baru beres mandi juga.Senyum Bobby langsung terbit saat melihat pesan balasan dari Jisoo. Sudah menjadi kebiasaan baru bagi seorang Kim Bobby untuk menanyakan aktivitas kedua anak kembarnya.
"Bobby..." Bobby langsung menoleh saat mendengar namanya dipanggil, "bisa kita bicara?"
"Bisa, Pak..." jawab Bobby dan berjalan mengikuti atasannya, menuju ruangan yang berada di lantai dua. Dimana kantor dari laboratorium berada.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Bobby saat keduanya kini sudah duduk saling berhadapan di ruang kepala laboratorium.
Kepala laboratorium tersebut langsung mengulurkan sebuah amplop yang segera diterima oleh Bobby.
"Diantara para Laboran yang ada disini, kamu adalah yang paling handal... menganalisis dengan baik dan benar... kamu bahkan dapat membagi waktu sembari mengelola toko ponsel milikmu di depan."
Bobby masih tetap terfokus pada selembar kertas di tangannya, walupun telinganya juga mendengar apa yang dikatakan oleh pimpinannya tersebut.
"Jadi, saya merekomendasikan kamu pada kantor pusat... untuk menjadi pemimpin cabang lab yang baru dibuka," jelas Pimpinnya tersebut, "terlepas dari ayah kamu yang merupakan pemegang saham disini. Tapi saya merekomendasikan kamu benar-benar karena kemampuan yang ada pada diri kamu."
Seharusnya Bobby merasa senang, perjalanan kariernya bergitu mulus. Mendapatkan pekerjaan bahkan sebelum wisuda, lalu sekarang ia diberi kepercayaan lebih. Tetapi, ada satu hal yang mengganjal di hatinya.
Jarak antara rumah dan lab cabang baru itu sangat jauh, bisa memakan waktu lebih dari empat atau lima jam. Itu artinya, Bobby tidak bisa bulak-balik dan harus tinggal di kota dimana lab tersebut berada.
"Mohon maaf, Pak..." jawab Bobby setelah memasukkan surat tersebut kembali ke dalam amplop, "saya rasa masih banyak senior-senior yang lebih mampu memimpin lab tersebut dibandingkan saya."
"Bob..." panggil pimpinan lab-nya tersebut, "kali ini saya berbicara sebagai seseorang yang kamu anggap paman sendiri. Ini kesempatan kamu."
"Om..." panggil Bobby, "kali ini Bobby memberikan alasan sebagai seorang ponakan kepada Omnya. Aku baru jadi seorang ayah, anak-anak Bobby masih pada kecil. Sedangkan jarak lab baru itu sangat jauh, gak mungkin Bobby bulak-balik.
"Bobby rasa, Om sudah lebih dulu menjadi seorang ayah. Jadi Om pasti paham maksud aku."
"Anak-anakmu masih kecil, Om rasa mereka bisa ikut pindah ke sana. Jisoo juga gak kerja kan?"
Bobby memggelekan kepala, masih teguh akan pendiriannya.
"Dulu juga ayah kamu gitu, bahkan kamu aja lahirnya di luar negeri karena saat itu Ayah kamu sedang pendidikan di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crazy Man✓
FanfictionBobby si gila nan bobrok Mampu menjadi kepala keluarga yang baik