Part 14 (Bagian 1)

4.9K 314 1
                                    

Mbak Utari menuturkan kalo desa ini bukan dihuni oleh bangsa manusia.

"Jadi dua temanmu di jadikan tumbal pesugihan?" Tanya Utari setelah mendengar ceritaku.

"I-iya Mbak" Jawab Dista tergagap karena sorot mata tajam gadis cantik bernama Utari di depan kami saat ini.

"Lalu apa tujuan kalian datang ke desa ini?" Lanjut Utari, sorot mata tajamnya tak menghilangkan kecantikan di wajahnya. Mata kami tak berkedip saat menatapnya, bahkan sekelas artis papan atas saja tak sebanding jika mereka di sejajarkan.

"Untuk menyempurnakan teman kami yang di jadikan tumbal, Mbak" Ujarku menjelaskan.

Mendengar jawabanku, Utari nampak sedikit heran, beberapa kali ia menoleh pada pemuda yang bernama Alfan di sampingnya.

"Apa hubungannya dengan desa ini? Jika kalian ingin menyempurnakan jiwa teman kalian, bukan di sini tempatnya." Ucap Alfan memperhatikan kami bertiga yang kebingungan, "siapa yang menyuruh kalian kesini?" Lanjutnya sembari bertanya.

"Mbah Darkun" Jawab Juminten.

"Orang itu sengaja menyesatkan kalian" Kata Utari pelan, kali ini ia memandang ke arahku lama.

Kami tersentak kaget mendengarnya, bagai mana bisa orang yang kami percaya bisa membantu mengatasi masalah saat ini. Malah menjerumuskan kami kedalam masalah yang lebih rumit.

Kami teringat akan Melisa yang bersama Mbah Darkun, jangan jangan. Semua yang terjadi saat ini karena ulah kakek tua itu.
Atau mungkin dia lah sebenarnya Mbah Harjo itu sendiri.

Aku panik saat sadar Melisa bersama Mbah Darkun, harusnya aku sadar dari awal dengan kehadirannya yang membuat pikiranku jangal.

"Kamu! yang bernama Shepia ikut aku, jika ingin menyempurnakan teman temanmu" Ucap Utari yang tiba tiba membuyarkan pikiranku.

"Tapi Mbak, Teman saya...."

"Mas Alfan akan membantu ke rumah dukun itu, dan kamu ikut aku. Karena aku butuh kamu untuk menjadi kunci tempat itu." Utari menyela perkataanku, membuat hatiku semakin bimbang, siapa yang harus kupercaya saat ini.

"Aku harus ikut kemana pun dia pergi 
..." Kata Dista menyahut, tapi Dista sudah menunduk menghindari tatapan tajam mata Utari yang beralih memandangnya.

"Kalian hanya punya dua pilihan, percaya padaku atau tinggal di sini bergabung bersama penghuni alam lain. dan di luar sana kalian di nyatakan mati" Cerca Utari.

Kami diam dalam diam hati bimbang mana yang harus kami pilih, sedangkan untuk keluar dari desa ini saja kami tak tahu jalannya.
Di tambah lagi kemunculan dua orang yang sama sekali belum kami kenal.

"Kalian pasti bimbang, pertemuan kita bukan karena kebetulan. Tuhan menjawab doamu, dan temanmu Santi datang padaku untuk membantu kalian." Ujar Utari dengan nada tegasnya, dengan mata memandang ke arahku.

"Yowes Shep manut o ae" Kata Juminten lirih sambil menyenggol lenganku, dengan sikutnya.

Aku binggung harus menjawab apa, entah apa yang harus aku lakukan. Tiba tiba Utari mengarahkan telunjuknya ke arah belakangku, mahluk tua dengan baju compang camping. Tertawa ke arah kami.

Kami bertiga terkejut karena nenek tua yang berdiri di belakang kami saat ini, adalah Nyai Rukmi.
Ia terkekeh, membuat kami semakin bertanya tanya. Kenapa Nyai Rukmi masih mengincar kami, padahal syarat tumbal sudah kami hancurkan.

Badanku lemas rasanya saat tatapan Nyai Rukmi mengarah padaku, wajah keriput penuh bercak darah di wajahnya.

Utari dan Alfan berbalik melangkah meninggalkan kami, membantu kami saat ini hanya menambah masalah baginya.

ARWAH PENASARAN SANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang