Part 15

5K 334 30
                                    

Rumah kediaman Mbah Harjo.

Rumah utama kediaman Mbah Harjo bersama ketiga istrinya.

Melisa terikat di sebuah kamar gelap kediaman rumah Mbah Harjo, darah merembes dari ujung bibirnya serta kedua pipinya lebam akibat tamparan dukun tua bernama Harjo tersebut.

Mbah Harjo terpikat oleh kecantikan gadis asal kota malang yang kini ia sekap dalam kamar, Mbah Harjo berniat menjadikan Melisa Istri ke-empatnya.

Melisa menolak tegas niatan Mbah Harjo, meskipun dengan jaminan keselamatan dirinya dari tumbal pesugihan pak Anam. Lebih baik mati menyusul temannya dari pada harus menjadi budak birahi dukun tua bangka di depannya saat ini.

"Pengen dadi bojoku opo ora?" (Mau jadi istriku tidak) Tanya Mbah Harjo alias Mbah Darkun dengan memaksa.

"Ora Sudi Jancok" (Tidak sudi sialan) Jawab Melisa cepat, ia kukuh dengan pendiriannya lebih baik mati dari pada harus menjadi istri dukun tua di hadapanya sekarang.

Air matanya merembes membasahi pipinya menahan tamparan demi tamparan tangan mbah Harjo, ia bulatkan tekad tetap kukuh pada pendiriannya.

Merasa usahanya sia-sia, juga tangannya mulai pegal karena memukuli wajah Melisa. pria tua tersebut keluar kamar dengan wajah penuh amarah.

"Kopine Pak" (Kopinya Pak) Kata istri pertama Mbah Harjo, sambil membawa nampan dengan segelas kopi panas.

Pyaaar ..

Mbah Harjo menampel kopi yang di bawa istrinya, dengan penuh amarah pria tua bermuka lusuh tersebut berkata, "nyengkreh soko ngarepku, wadonan goblok" (Minggir dari hadapanku, perempuan bodoh) Hardik Mbah Harjo pada istrinya.

Kemudian ia memasuki salah satu kamar yang di khususkan untuk ritual, ia mulai bersila di depan meja untuk melakukan pemujaan pada sekutunya.

Mulut dukun tua tersebut komat kamit membaca suatu mantra berbahasa jawa kuno, kemudian ia mengambil kemenyan yang sudah di tumbuk halus di kolong meja di hadapannya saat ini, lalu menaburkan pada arang yang telah di bakar.

Setelah itu ia memejamkan matanya, pakaian serba hitam yang di kenakannya saat ini sudah berbaur dengan asap kemenyan, yang ia bakar tadi.

Mbah Harjo tak bisa konsentrasi pikirannya mulai kacau, terus terbayang wajah cantik Melisa di pikiranya.

Segera ia berdiri tak melanjutkan ritualnya lagi, lalu bergegas keluar kamar kembali, menuju kamar di mana saat ini Melisa yang sedang di sekap.

Mbah Harjo mengunci pintu kamar, matanya terus menatap wajah Melisa yang ia ikat di kursi.

Nafsu bejatnya tidak dapat ia kendalikan, dukun tua itu mulai menanggalkan satu persatu baju yang ia kenakan, dengan tersenyum menyerigai ke arah Melisa.

Sedangkan Melisa mulai menangis kembali, karena ia sadar apa yang akan di lakukan dukun bejat itu.

===

Tempat Dista dan Ella (Juminten) saat ini.

Dua gadis sedang berjalan tergesa ditemani seorang pemuda gagah yang menuntun jalan mereka menuju kediaman utama Mbah Harjo.

"Shepia ora popo kan Mas?" (Shepia tidak kenapa kenapa kan Mas?) Tanya Dista pada Alfan dengan wajah khawatir.

Sebagai seorang kakak Dista sangat peka dengan nalurinya, ia bisa merasakan jika adik perempuannya dalam kesulitan.

Dan rasa khawatirnya saat ini begitu besar pada Shepia, ia merasakan bahwa sesuatu sedang terjadi pada adik sepupunya tersebut.

"Mbak Utari pasti menjaganya, bukan tanpa alasan Mbak Utari mau menolong kalian" Jawab Alfan menepis rasa khawatir Dista.

ARWAH PENASARAN SANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang