Sunyi!
Suasana malam kian sepi, ditambah gerimis ringan di malam hari.
Aku masih menunggu intruksi dari Utari untuk memasuki rumah tua kediaman Mbah Harjo, dukun yang membantu pak Anam.
Utari masih berdiri tenang sorot matanya terus memperhatikan rumah Mbah Harjo, gerimis tak membuatnya pergi menepi untuk berteduh.
Gadis berambut panjang yang dikepang lurus ke bawah di sampingku saat ini. Hanya diam sambil terus menatap rumah Joglo di ujung jalan sana.
"Kamar dengan pintu coklat tua, berukiran aksara jawa. dengan dua bulan sabit, di kamar itu kendi yang kumaksud di simpan di bawah kolong tempat tidur." Utari mulai menjelaskan panjang lebar.
Aku mengangguk pelan pertanda mengerti.
"Jangan sampai salah kamar" Lanjutnya tegas.
"Iyo Mbak" Sahutku pelan pertanda mengerti maksudnya.
"Sebentar lagi bulan akan berubah warna merah, waktumu hanya 10 menit, sebelum bulan kembali kewarna semula" Kata Utari memperingatkanku.
"10 Menit?" Ucapku bertanya pada Utari.
Utari menganguk seraya berkata. " Nyai Rukmi mendiami salah satu kamar di rumah itu" Lanjut Utari.
Aku mulai bersiap, dadaku berdebar tak karuan. Emosiku meluap, sesekali mataku memandang ke arah langit, memastikan jika bulan akan segera berubah menjadi warna merah.
"Tenangkan emosimu" Ucap Utari, lalu memegang pergelangan tangan kiriku " Gelang ini. Apa kau keturunan keluarga Ramlan?" Tanya Utari heran.
"Ha .." Jawabku sambil mengerenyitkan dahi, tanda tak mengerti maksudnya.
"Apa kau keturunan keluarga Ramlan?" Utari mengulangi pertanyaannya lagi.
Aku menggeleng tak mengerti dengan maksud pertanyaannya, yang kutahu gelang yang sekarang kupakai adalah pemberian dari kakekku.
"Ini pemberian dari kakekku" Jawabku sambil memperhatikan gelang yang di maksud Utari.
"Pernah dengar peribahasa, harimau di tengah kumpulan domba? Dan saat serigala datang harimau itu ikut lari ketakukan" Kata Utari sorot matanya memperhatikan gerak gerikku, yang masih tak paham dengan perkataannya.
"Apa maksudnya Mbak" Tanyaku kemudian.
"Kau memiliki Trah Ramlan yang mengalir di darahmu. salah satu keluarga yang paling di segani, tetapi karena kau sendiri tidak tahu siapa dirimu, kau ikut lari ketika seekor serigala datang" Jawab utari.
Aku binggung harus menjawab apa, lagi pula saat ini yang kupikirkan bukanlah siapa diriku. Melainkan ketenangan temanku yang telah menjadi korban pesugihan Pak Anam.
Bulan perlahan, mulai memerah. Aku menatap mata Utari sebelum ia mengangguk pelan pertanda ini lah saatnya aku bergegas mengambil kendi yang di maksud Utari.
Kulangkahkan kaki berlari cepat menuju gerbang pintu kayu dengan pagar tinggi pembatas jalan dan halaman rumah. Sebelum aku sampai di pintu tebal dari kayu yang melekat di pagar, pintu itu sudah terbuka pelan. Segera kumasuki pintu penghubung jalan dan halaman depean rumah.
Banyak sekali patung aneh dari kayu dengan berbagai macam ukuran, dan kesemuanya memiliki warna hitam pekat.
Kursi duduk yang mengelilingi mejanya pun, sangat aneh menurutku, karena berbentuk antik seperti kursi kuno.
Deg, mataku terbelalak ketika sadar salah satu patung perempuan yang mengenakan topeng mengeluarkan air mata darah dari celah mata topeng. Darah itu terus menetes ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARWAH PENASARAN SANTI
TerrorCerita kelam masa lalu, di balik kematian seorang gadis muda yang di jadikan tumbal pesugihan oleh ayah kandungnya sendiri. Shepia tidak sengaja melihat kecelakaan yang menimpa tetangga sekampungnya. Siapa sangka kematian mbak Santi yang tragis mer...