"Biasanya siapa yang ikat rambutnya Zafi kalau ke sekolah?" Jovanka yang sibuk menyisir rambut Jovanka bertanya pada gadis kecil itu.
"Papa. Tapi biasanya kalau papa yang ikat rambut Zafi, suka sakit. Cuma Zafi diem aja, deh." Jovanka tertawa mendengar jawaban Zafi. Dan ia juga kembali tersenyum melihat Zafi yang memegangi bonekanya dan duduk dengan manis saat Jovanka mengikat rambutnya. Entah daya tarik apa yang Jovanka miliki, hingga setiap anak kecil yang berdekatan dengannya berakhir selalu lengket. Bicara saja soal Resta. Padahal Febi itu adalah mama-nya, tapi Resta paling suka kalin tinggal bersama Jovanka.
Padahal Jovanka juga bukan tipilak orang yang memanjakan anak. Jika salah, Jovanka tentu marah dan sebisa mungkin bersikap tegas. Tapi setelah itu ia akan meminta maaf setelah sudah marah. Mungkin itulah daya tarik Jovanka. Ia sangat pandai membuat suasana hati anak-anak cepat membaik.
Arthur yang baru keluar dari kamar langsung menatap Jovanka yang baru saja selesai menyisir rambut Zafi. Gadis itu memang sudah datang pukul tujuh pagi dan menyiapkan keperluan anak-anak. Dan Arthur berterima kasih karena hal itu, sebab jam tidurnya bisa ditambah sedikit lama.
"Mas Arthur, ini kopi-nya." Jovanka menyodorkan segelas kopi pada Arthur membuat pria itu tertegun namun akhirnya menerima kopi itu juga.
Berasa udah kayak suami istri beneran kita tuh, Jo
"Makasih, Jo." Senyuman Arthur ikut membuat Jovanka tersenyum.
"Mas Arthur perlu dibawain sarapan, ga?"
Arthur menggeleng. "Ga, usah. Saya bisa sarapan di kantor, kok."
Jovanka melipat bibirnya. "Masakan saya ga enak, ya?"
"Eh? Bukan gitu maksud saya. Masakan kamu enak banget. Cuma –"
Arthur kok jadi ga tegaan gini sih buat nolak? "Ya udah boleh," ucapnya membuat senyuman Jovanka melebar dan akhirnya menyiapkan satu bekal lagi untuk Arthur.
Fix nih, Jovanka emang cocok saya nikahin. DIH, NGEGAS!
"Jo, kamu – ga jawab pertanyaan saya kemarin malam, loh." Jovanka memutar badannya lalu menghampiri Arthur yang berada di meja makan. Jovanka pun memasukkan bekal itu di dalam tas.
"Pertanyaan? Yang mana?"
"Masalah –ehem... Papa Zafa sama Zafi. Kamu suka, ga?"
Jovanka diam cukup lama lalu tersenyum lebar. "Suka, dong. Mas Arthur kan baik, ramah, ga sombong. Masa orang sebaik Mas Arthur ga saya sukai?"
Arthur harusnya senang dengan alasan Jovanka. Tapi kok dia merasa alasan Jovanka itu hanya bersifat umum aja, ya? Mungkin kalau bukan Arthur, Jovanka bakal bilang begitu juga kali, ya?
Arthur mengangguk saja. "Gitu," jawabnya.
Jovanka pun duduk di sebelah Arthur dan menatap pria itu bingung. "Kalau saya gimana, Mas? Mas Arthur suka ga sama saya?"
JANGAN DITANYA DONG KAYAK GINI, JO!! SAYA LEMES KALAU NGOMONG SAMA KAMU!
###
Arthur menarik napasnya dan mengembuskannya pelan. "Sampai sini dulu pertemuan kita. Kalau ada yang harus didiskusikan lagi, tolong jadwalkan pertemuan untuk rapat selanjutnya," ucap Arthur kemudian berdiri dan keluar dari ruangan rapat.
Samudra pun yang sudah ikut keluar langsung merangkul pundak Arthur dan tersenyum. Keduanya berjalan memasuki ruangan Arthur bersamaan. Ini kenapa si Samudra kayak ga punya ruang kerja sendiri, sih? Sukanya ngintilin gue mulu. Heran...
"Makan siang yuk, Thur?"
"Lo, aja. Gue bawa – Lah?!! Ketinggalan!!!" panik Arthur yang terkejut melihat tas bekal yang Jovanka siapkan tidak ada di meja-nya. Ia ingat sekali padahal sudah membawanya ke kantor tadi. Maklumin saja, faktor umum memang tidak bisa dibohongi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa Zafa & Zafi | Chanyeol And Wendy HIATUS
Fanfic"Tugas kamu gampang aja, kok. Masak buat anak-anak, terus jemput ke sekolah sama nemenin mereka sampai saya kembali dari kantor." "Emm... Mas, maaf. Saya ke sini bukan ngelamar buat jadi pembantu. Tapi saya bawain laporan dari Mbak Febi." "Loh? Saya...