🌻18

33 7 0
                                    

Pram menyesap rokoknya, membiarkan asap mengepul di depan wajahnya. Kegiatan yang sudah lama ia tinggalkan, namun karena kepalanya yang terlalu mumet membuat pria itu kembali menggunakan benda itu untuk melampiaskan.

"Kenapa kau menyembunyikan putriku, Pram? Beginikah caramu membalasku? Menghancurkan keluargaku dengan memisahkanku dari anakku?"

Pram berdecih pelan. Membalas dendam? Menyembunyikan putrinya? Bukankah tuduhan itu terlalu kejam?

"Pram... mari kita akhiri saja."

"Apa maksudmu, Lian?"

"Aku sudah dijodohkan."

"Apa? Bukankah selama ini orang tuamu menyetujui hubungan kita? Mengapa tiba-tiba menjodohkanmu? Dengan siapa?"

Jillian malah terdiam.

"Katakan padaku siapa orangnya."

Bukannya menjawab, Jillian malah menangis.

"Jika tidak bisa memberitahuku tak apa. Aku bisa mencari tahu sendiri."

"Tidak, Pram. Ini tidak akan berhasil. Aku tidak mau membuat semuanya menjadi lebih kacau. Jadi, kita akhiri saja. Kau pantas mendapat gadis yang lebih baik dariku. Aku harap kau bisa bahagia. Selamat tinggal."

"Lian!"

Pram tersentak ketika ingatan itu kembali hadir.

"Pram... kau sudah sadar?"

Pram pikir itu suara Jillian, ternyata bukan.

"Coba tebak. Aku siapa?"

"Maya."

"Nama panjangku?"

"Maya Andromeda."

"Syukurlah, kau tidak hilang ingatan. Azka, buruan panggil dokter!"

"Maya... di mana Lian?"

"Si bodoh itu pasti sedang pergi bulan madu bersama suaminya. Aih, membuatku kesal saja!"

"Lian sudah menikah?"

"Iya, tiga hari yang lalu. Dan kau tahu siapa pria yang menikahi mantanmu itu? Pria itu Loga, Kakak kandungmu! Aish! Aku tidak menyangka dia sebrengsek itu sampai mengincar milik adiknya sendiri. Bedebah itu memang tidak punya otak!"

Satu minggu tidak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan tunggal, di hari yang sama ketika Jillian memutuskannya. Begitu sadar, Pram malah mendapat berita mengejutkan.

"Mulai sekarang, lupakan Jillian! Cari gadis lain yang lebih baik dan lebih cantik darinya. Bila perlu aku dan Azka akan mencarikannya untukmu. Dia sudah mencampakanmu dan memilih menikah dengan Kakakmu. Benar-benar sinting! Aish! Aku tidak menyangka perempuan bodoh itu menerima si bedebah brengsek---

"Sudah, Maya. Pram baru saja siuman. Sebaiknya simpan kata-kata mutiaramu untuk nanti saja."

Begitu keluar dari rumah sakit, Pram tak bisa tetap tinggal di rumahnya. Melihat mantan kekasihnya yang kini menjadi Kakak iparnya begitu asing untuk Pram, sudah pasti ia akan merasa canggung.

Maka dari itu, akhirnya Pram memutuskan untuk pergi ke Jerman, menyusul neneknya dari pihak Ibu. Sekaligus melanjutkan kuliah di sana.

Melihat Pram pergi dari rumah tak membuat Tuan Landro mencegah putra bungsunya. Melepasnya begitu saja dengan dalih anaknya sudah besar, sudah bisa mandiri, sudah bisa menentukan pilihan hidup sendiri.

Semenjak Ibunya meninggal ketika Pram berusia tujuh tahun, Sang Ayah menjadi tak acuh kepada kedua putranya. Tak ada lagi perhatian serta kasih sayang dari Sang Ayah untuk kedua putranya. Setiap hari hanya sibuk bekerja untuk mengalihkan rasa sedih karena kepergian Sang Istri.

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang