"Si Loga ngomong kek gitu? Wah! Semakin tua bukannya tobat, akhlaknya malah makin minus. Ajak Loga ke Pak Ustad gih, Pril. Keknya Bapakmu minta dirukiyah."
"Dih, bapakmu? Big no! Bapaknya April tetep Ayah Pram!"
Saat ini April sedang berada di kantor Maya. Andromeda Wedding Organizer. Setelah pulang sekolah, April mengajak Senja ke sana untuk numpang makan sekalian menggosip karena hari ini Pram lembur, jadi kemungkinan pulang malam.
Maya adalah sahabat Pram. Sama-sama pernah tinggal di Yogyakarta. Begitu anak-anak lulus SD, Maya dan Pram memutuskan pindah ke Jakarta. Meski rumah mereka tidak sedekat dulu, juga anak-anak mereka yang bersekolah di tempat yang berbeda, akan tetapi persahabatan dua orang itu tetap akrab sampai sekarang. Hingga menurun ke anak-anaknya.
"Jan kek gitu, Pril. Mau jadi temen Malin Kundang, lo?"
"Malin kundang durhaka sama Emaknya, Ja. Lah gue? Enggak kan!"
"Aish!"
"Tapi, Pril... Mamay rasa, mereka nggak bakal nyerah gitu aja. Dilihat dari wataknya si Loga, tuh makluk pasti bakal nyari seribu cara buat rebut kamu dari Pram."
"Terus April harus gimana Mamay, supaya mereka nyerah dan biarin April tetep sama Ayah?"
"Menurut Mamay, agak susah, Pril meski ngomong baik-baik sama Loga. Karena tuh orang modelannya kagak bisa diajak kompromi, maunya menang sendiri, pokoknya ngerasa paling bener sendiri. Ibarat kata, motto hidup si Loga itu... I want it, I get it! Buktinya, rebut Mama kamu dari Pram aja bisa. Apalagi rebut kamu yang memang anak kandungnya? Pasti lebih gampang lagi ye, kan?"
"Maksud Mamay?"
"Oow, keceplosan!"
Maya bergumam sambil memukuli mulutnya sendiri karena tidak bisa dikontrol.
"Wah! Jadi, Tante Lian itu mantannya Papram, Mi?!"
Maya tepuk jidat karena Senja malah memperjelas. Apalagi ketika melihat April memasang wajah yang begitu penasaran, menuntut cerita selengkapnya.
Pada akhirnya, Maya menceritakan kisah Pram dan Jillian yang pernah menjadi sepasang kekasih.
"Anjay! Nggak kebayang sih jadi Papram. Udah di tikung Abangnya, eh malah ngurusin anaknya. Kalau ada penghargaan manusia paling baik dan sabar sejagat raya, mungkin Papram jadi juaranya."
April terdiam, wajahnya berubah sendu membuat Maya menyenggol Senja membuat gadis itu sontak memukuli mulutnya sendiri. Tadi Emaknya, sekarang anaknya. Definisi buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
"Adeh, maap Pril. Gue nggak bermaksud."
"Yang lo omongin bener, Ja. Ayah emang sebaik itu. Mana ada sih, orang yang udah dikecewain sama mantan dan saudaranya, tapi masih mau ngurusin anaknya?"
"Meski pun ada, paling bisa dihitung pakek jari. Dan Papram menjadi salah satunya."
Sepertinya Senja juga mengerti perasaan April. Karena sedari kecil, gadis itu juga tak mengenal Ayah kandungnya, namun tetap bisa merasakan kasih sayang serta peran seorang Ayah berkat Pram.
Meski April, Senja, dan Angin bukan lah anak kandungnya, akan tetapi Pram menyayangi mereka bertiga dengan setulus hati. Menjadi figur Ayah yang melindungi serta memberikan perhatian pada anak-anaknya.
Jadi, bagi April, Senja, dan Angin... Pram sudah seperti Ayah bagi mereka. Terlebih April, yang sudah menganggap Pram seperti Ayah kandung sendiri, sampai Ayah kandung yang sesungguhnya datang pun, April malah menolak.
"Bener banget. Kalau waktu itu Pram belum jadian sama Jillian, mungkin Mamay bakalan jadiin Pram suami. Susah banget sekarang nyari cowok modelan Pram. Baiknya kek apotek tutup. Nggak ada obat!"
"Anjay, si Mami kalau ngegombal boleh juga."
Lalu mereka bertiga tertawa.
"Terus, April harus gimana Mamay?"
April kembali mengulang pertanyaan yang sama.
"Ehm... kalau Mamay boleh kasih saran, mending April turutin kemauan Loga dulu. Cosplay jadi anak penurut gitu biar nggak buat dia tensi."
"Tapi April ogah tinggal sama mereka, Mamay. Nggak kebayang bakal secanggung apa nanti. Apalagi jauh dari Ayah, April paling nggak bisa."
"Ya gimana ya, Pril... Karena kalau Loga udah esmosi, tuh manusia pasti jadi banyak akal, takutnya bakal menghalalkan segala cara. Apalagi kalau Bapakmu udah pakek jalur hukum. Dijamin susah ngalahinnya. Terlebih, Bapak kandungmu itu kan jauh lebih kaya dari Pram. Dengan duit segitu banyaknya, Loga pasti dengan mudah bisa dapetin hak asuh kamu."
"April nggak mau, Mamay!"
"Lah iya, makanya kalau si Loga masih pakek cara halus, kek cuman nyuruh kamu nginep di rumahnya nurut aja. Daripada ambil kamu lewat hukum. Nanti malah berabe. Ujung-ujungnya, Pram lagi yang kena."
Seketika April terdiam, merasa apa yang dikatakan Maya ada benarnya. April juga tidak mau jika membuat Pram kesusahan nantinya.
▪🌻🌻🌻▪
"Udah jan dipikirin omongan Mami. Entar malah jadi mumet."
"Nggak mau dipikirin pun tetep kepikiran, Ja. Gue beneran takut kalau endingnya Ayah bakal milih lepasin gue. Aih, nggak bisa bayangin gue hidup sama orang modelan kek gitu."
"Gue jamin lo bakalan culture shock sih. Secara, biasa hidup sama Papram yang sabarnya seluas samudra eh, disuruh tinggal sama orang yang katanya Mami apa tadi??? Sumbu pendek? Wah! Sekarang gue tahu darimana asalnya sipat pemarah lo itu. Ternyata!"
"Apa? Jan samain gue sama dia ya!"
"Tuh, kan! Belum apa-apa aja lo udah tensi."
Mereka berdua malah ribut, padahal posisinya sedang mengendarai motor di jalan raya dengan Senja yang menyetir, karena April sedang mager.
Pengendara lain yang berpapasan sampai melihat ke arah mereka berdua karena sedari tadi berisik. Tahu kan kalau lagi ngobrol sambil mengendarai motor? Auto teriak-teriak kek orang ngajak gelud biar kedengeran. Wkwk
"Anjir, kalau ngerem kasih notif dong, nying!"
Senja berteriak marah karena tiba-tiba mobil hitam di depannya berhenti mendadak. April juga ikut misuh-misuh karena wajahnya jadi kepentok helm Senja. Udah gitu suasana hatinya juga sedang tidak baik, membuat April semakin emosi dan ingin ngajak gelud dengan si pemilik mobil.
"April, bisa kita bicara sebentar?"
Senja melotot kaget. Kok si pemilik mobil tadi mengenal April. Jangan-jangan...
"Nggak. Buruan jalan, Ja!"
April menepuk punggung Senja, menggesturkan temannya itu supaya lekas melajukan motornya.
"Tunggu!"
"GAS!"
Senja jadi bingung. Pria tadi menahan setang motornya, sedangkan April tetap menyuruhnya agar segera melajukan motornya. Senja harus bagaimana? Menendang pria itu dulu kemudian melajukan motornya kah? Aish!
"Selagi Papa bicara baik-baik."
"Njir! Gue jadi merinding, dattebayo!"
Senja bergumam sambil melirik ke April.
"Aish!"
April merasa sebal, tetapi tidak memiliki pilihan. Akhirnya April melepas helmnya kemudian memberikannya pada Senja.
"Lo duluan aja, Ja. Nanti motornya gue ambil di rumah lo."
"Oke. Kiotsukete! Kalau dia macem-macem, call gue! Nanti gue bakal bawa pasukan akatsuki sekalian."
April cuma berdehem, lalu berjalan mengikuti Loga kemudian masuk ke mobil pria itu.
"Haruskah gue call Papram? Atau... gue ikutin aja tuh mobil? Aish!"
Senja jadi bingung sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable
Teen Fiction🌻Ini kisahnya April dan Elang🌻 Cinta, keluarga, pengorbanan, kesetiaan, dan penantian~