🌻3

81 9 0
                                    

[Syakilla] WOY KELOMPOK 1! MASIH PADA IDUP KAN?

[Dinda] Masih, Kill. Buktinya gue ada di sebelah lo

[Syakilla] YANG LAIN MANA WOY!

[Jayden] pesan suara: Otw. Lampu merah anjir. Sabar!

[Syakilla] Elang sama April mana? Jan bilang nonton dragon ball? Awas aja kalian berdua nggak datang, beneran gue delete dari kelompok!

.

"Turun, Pril! Ayah udah dapet galahnya nih."

"Tanggung udah nyampe atas, Yah. Ayah ambil karung aja. April yang metik, Ayah yang nangkep."

"Ayah takut kamu jatuh. Udah sini biar Ayah petik pake galah."

"Nggak bakal, Yah. April udah pro."

Di saat teman-temannya ribut di grup, yang diributin malah lagi asik nangkring di atas pohon. Minggu yang cerah emang cocok buat panen mangga.

"Udah cukup, Pril. Buruan turun!"

"Tapi masih banyak loh ini, Yah."

"Biarin, buat stok. Lagian udah banyak ini. Kalau nggak abis malah mubazir. Buruan turun!"

"Bentar, Yah. April abisin mangga ini dulu."

Bukannya langsung turun, April malah makan mangga di atas pohonnya langsung.

"Aih anak itu. Ya udahlah, Ayah singkirin ini dulu. Jangan kelamaan di atas. Hati-hati nanti turunnya, licin, banyak semut juga."

"Iya bawel."

Pram menghela napas dikatain bawel oleh putrinya. Lalu memilih masuk saja daripada berdebat dengan April yang tidak akan ada ujungnya.

Sementara April masih menikmati buah mangga di atas pohon, seorang pemuda memarkirkan motornya di halaman rumah gadis itu.

"Eh, sape tuh?" Gumam April melihat pemuda itu melepas helmnya. "Lah si Caplang, ngapain lo di sini?"

Elang yang mendengar suara namun tak melihat wujudnya hanya bisa celingak-celinguk.

"Di atas woy!"

Elang mendongak, barulah ia melihat April duduk santuy di dahan pohon sambil makan mangga.

"Lah, Habanero! Ngapain lo di situ anying? Udah kayak monyet aja makan buah dari sumbernya langsung."

"Emang ada monyet secantik gue?"

"Tch! Buruan turun! Leher gue sengklek lama-lama ngedongak mulu."

"Lagian ngapain lo ke sini? Salah alamat?"

"Lo nggak buka grup? Semua udah pada kumpul di rumah Syakilla ego!"

April menepuk jidat. "Oh iya! Gue lupa ada kerkom."

Lalu bergerak untuk turun.

"Belum tua aja udah pikun. Gimana kalau udah tua? Amnesia?"

"Gue denger ya, Nyet!"

"Awas nyungsep!"

"Nggak bakal. Gue udah pro."

"Gue lupa kalau lo titisan Sun Go Kong."

"Ngajak ribut lo? Awas aja kalau gue udah turun, gue bakal---Adeh!" April tak sengaja mengenai dahan yang dikerumuni semut merah. Alhasil April jadi terburu-buru untuk turun sehingga kakinya terpeleset membuat tubuhnya yang tidak seimbang kini terjatuh dari pohon.

Aneh. Kok April tidak merasakan sakit, padahal dia baru saja jatuh dari pohon loh?

"Lo berat banget anying!"

Sontak April membuka mata dan terbelalak ketika melihat wajah Elang begitu dekat dengannya.

Seperti yang kalian bayangkan, April jatuh menimpa tubuh Elang.

"Ada yang bisa jelasin ke Ayah, kalian lagi apa?"

Keduanya menoleh ke sumber suara, dengan April yang masih di atas tubuh Elang.

Begitu sadar, April langsung bangkit, menjauh dari Elang dengan wajah memerah.

"April tadi kepleset, Yah... dan nggak sengaja nubruk Elang. Salah sendiri tadi dia nggak nyingkir."

Elang beranjak seraya memegangi pinggangnya yang sakit. "Iya Om, tadi April jatuh dari pohon. Dan saya nggak bisa ngehindar karena kejadiannya begitu cepat."

Pram menatap Elang menyelidik.

"Saya Elang, Om. Temen sekelas April."

Elang memperkenalkan diri, tak lupa salim ke Ayahnya April.

Barulah Pram ingat sesuatu. Sepertinya April pernah bercerita tentang teman sekelasnya yang menyebalkan. Kebetulan namanya juga Elang. Apa mungkin Elang yang sama?

"Kan Ayah udah bilang tadi. Awas bahaya, nanti jatuh. Gimana? Ada yang sakit?"

April menggeleng. "April baik-baik aja kok, Yah. Nggak ada yang lecet juga."

"Bukan kamu. Tapi teman kamu. Gimana, Lang? Pinggang kamu aman?"

"Kayaknya patah tulang deh, Om."

"Yaudah cus ke RS sekarang! Bentar, Om ambil kunci mobil dulu."

"Hadeh, Ayah tuh lebay banget sih. Elang tuh cuma ketimpa tubuh April, bukan batu beton. Nggak mungkin langsung patah tulang kan?"

"Eh siapa tau? Makanya kita cek dulu. Rontgen, CT-scan, MRI bila perlu."

April menghembuskan napas sebal. Penyakit lebay Ayahnya memang sulit hilang.

"Saya nggak papa kok, Om. Tadi cuma becanda. Sakit sih, tapi nggak parah sampai patah tulang kok."

Elang yang menyadari ternyata Pram serius segera angkat suara untuk menjelaskan.

"Kita nggak tau kalau belum dicek. Kalian tunggu sebentar. April, jagain Elang. Ayah mau ambil kunci mobil dulu."

Lalu Pram masuk ke rumah.

"Gara-gara lo nih!"

"Lah, gue tadi cuma becanda, Pril. Ayah lo serius amat nanggepinnya."

"Aish. Lain kali jangan becanda kek gituan. Lo tunggu sini dulu. Biar gue yang jelasin."

Elang cuma ngangguk, sedikit merasa bersalah karena berbohong soal kondisinya. Padahal niatnya kan cuma becanda. Tapi siapa sangka jika Ayahnya April malah menanggapinya dengan serius.

Tak lama April yang sudah mengganti pakaiannya keluar dengan Pram yang mengikut dari belakang gadis itu.

"April sama Elang pergi kerja kelompok dulu ya, Yah."

Pram mengangguk. "Hati-hati. Kalau ada apa-apa telpon Ayah."

"Siap, Kapten!"

Lalu Pram berjalan menghampiri Elang. "Kamu beneran nggak papa, Lang? Beneran nggak perlu ke dokter?"

Elang menggeleng ribut. "Nggak papa kok, Om. Beneran. Serius!"

"Kamu masih muda, mapan dulu baru boleh ngajak anak saya serius."

Sontak April dan Elang terbelalak.

"Buruan, Lang! Nanti Syakilla keburu ngamok. Kita berangkat dulu ya, Yah. Dah!"

"Bentar. Ini buah mangga, bawa buat camilan." Pram memberikan satu kresek buah mangga.

"Banyak banget, Yah?"

"Bagiin ke temen-temen kamu. Yaudah sana, nanti terlambat."

"Iya. Berangkat dulu ya, Yah."

"Kami berangkat dulu, Om."

Mereka berdua bergantian salim ke Pram.

"Elang, jangan ngebut! Kamu bawa anak saya loh. Dan kamu April, jaga jarak!"

"Siap, Kapten."

"Siap, Yah!"

Begitu melihat motor Elang sudah melaju, Pramuda menghembuskan napas pelan.

"Lihatlah, Lian... putrimu sudah besar."

.

3-11-2024

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang