Episode Sembilan

566 67 10
                                    

"Kau cantik sekali, Sha, meski di tempat remang-remang begini," ucap Syaheer seraya tersenyum, membuat Sasha segera membuka mata karena pria itu tiba-tiba melepaskan pegangan pada dagu dan pinggangnya lalu justru menggenggam tangan Sasha dengan lembut. "Kau harus saya pastikan sampai ke kamar dengan selamat," lanjut Syaheer.

Jujur, Sasha masih gugup oleh kejadian barusan. Tapi ia berusaha menguasai diri dengan tersenyum. Tuhan, genggaman tangannya kenapa senyaman ini? batinnya seraya mengikuti ritme langkah kaki Syaheer.

Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan basement dan menuju lobi apartemen. Detik itu juga, pikiran Sasha tertuju ke kakaknya, juga Bu Leona yang kemungkinan besar masih bersarang di kamarnya. Ia pun segera memutar otak.

"Sepertinya cukup sampai di sini saja, Mister," ucap Sasha ketika sebentar lagi memasuki ambang pintu lobi.

"Why?" Syaheer terheran-heran ketika Sasha tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya dan menghentikan langkah.

"Saya buru-buru mau ke toilet, Mister. Perut saya sangat mulas, sebenarnya saya sedang diare." Hanya itu. Ya, hanya itulah ide yang muncul di pikiran Sasha. Ia tahu itu sangat memalukan. Tapi ia pikir akan lebih malu kalau misal Bu Leona memapasinya dalam keadaan bergenggaman tangan seperti itu, atau ia memapasi Ratsy, apalagi Revano.

Sasha segera berlari menjauhi Syaheer dan pria itu tiba-tiba mengejar. "Wait, Sha, gaunnya," cegah Syaheer ketika Sasha sampir masuk ke lift. Syaheer menyerahkan salah satu paper bag di tangannya ke Sasha dan begitu gadis itu menerimanya, Syaheer segera mundur, membiarkan Sasha masuk ke lift. Wajah Syaheer seketika diwarnai kecemasan.

Di dalam lift, Sasha yang buru-buru menekan tombol lantai enam lalu jadi senyum-senyum sendiri. Ia menyandarkan tubuhnya di sudut ruangan lift seraya menggingit bibir, mengingat-ingat senyuman Syaheer.

Memasuki kamar apartemennya, Sasha tak menemukan Leona, di dalam hanya ada Revano yang tengah memainkan laptop di meja ruang tamu.

"Bu Leona udah pulang, Kak Rev?" tanya Sasha seraya menutup dan mengunci pintu.

"Yeah," timpal Revano dengan mata tak mau enyah dari layar laptopnya. "Kapan lo akan memanggilnya dengan sebutan kakak?"

"Nanti saja setelah lo resmi menikahinya, Kak Rev." Sasha duduk di kursi seberang sang Kakak sambil meletakkan paper bag-nya, ia menghela napas. "Sebenernya nggak masalah, kan?"

Revano tersenyum. "Um, ya enggak, gue cuma pengen lo akrab aja sama dia, tadi dia nanya ke gue apa dia kelihatan udah kayak ibu-ibu?"

Sasha tertawa geli dengan dahi mengernyit. "Oh c'mon, dia atasan gue, Kak. Gue cuma mau menghormati dia, di dalam maupun diluar tempat kerja, itu aja."

"Nih gue juga lagi browsing, kenapa menjelang pernikahan, dia malah seperti ngerasa banyak kekurangan, kayak takut ditinggalin gue, dia juga takut kalau setelah nikah nanti dia bikin gue kecewa."

"Mungkin dia kena sindrome before married atau semacamnya?"

"Emang ada ya?"

"Ya nggak tahu juga sih, intinya dia sedang butuh lo buat ngeyakinin kalau dia adalah pilihan terbaik lo."

"Okay," timpal Revano seraya mengalihkan pandangan dari layar laptop, sepertinya browsing-nya tak menghasilkan apapun. "What the… Gue salah lihat nggak sih kalau itu paper bag Versace?"

SYAHEER 01 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang