"Brengsek, terlambat." Umpatku pelan.Aku sedikit melajukan mobilku, karena sudah terlambat 30 menit dari jam pulang sekolah. Sekolah anakku terletak di ujung jalan ini, dari jauh aku sudah bisa melihat bangunannya. Sebuah rumah mungil bercat kuning dan beratap pink, di depan gedung itu tertulis nama sekolahnya, Ms. Min's Pre-school and Kindergarten.
Mobil kuparkir di halaman sekolah. Setelah sedikit merapikan penampilan di kaca, aku turun dari mobil. Sesuai dugaanku, sudah tidak ada anak lain. Mereka sudah dijemput orang tua masing-masing atau pulang dengan mobil jemputan.
Aku cepat-cepat memasuki area penjemputan, pandanganku mencari ke segala arah. Tapi aku tidak menemukan anakku.
"Jimin..." Teriakku agak keras, kemana dia?
"Mama.." Terdengar sebuah jawaban, aku lega. Kulihat anakku berdiri di pintu salah satu ruangan kelas. Aku tersenyum padanya, "Ayo pulang, nak."
Jimin balas tersenyum dan bersiap untuk berjalan, namun tiba-tiba langkahnya terhenti. Nampaknya dia teringat sesuatu. Dia berbalik ke belakang lalu melambai kepada seseorang di dalam ruangan kelas itu, "Bai, hwun." dengan suara cadelnya. Lalu berlari ke arahku.
Aku meraih jemari mungilnya. Bersama-sama sambil bergandengan tangan, kami menuju mobil, "Maaf, Mama terlambat. Di jalan tadi macet sekali." Jimin berjalan sambil sedikit melompat.
"Da apa apa, Ma. Lain kali janan telambat ya." Jimin tersenyum manis, menampilkan gigi-gigi putihnya. Aku sedikit heran karena biasanya Jimin akan marah kalau terlambat dijemput. Tapi mengapa kali ini dia malah tersenyum, ada apa?
Aku membuka pintu mobil dan membantunya melepas tas bebeknya. Dia naik ke car seat nya dengan sedikit kesulitan, maklumlah badannya memang pendek sedangkan mobilku agak tinggi. Pantatnya bergoyang-goyang kiri kanan, saat dia beringsut-ingsut. Aku geli sendiri tapi tidak tega melihatnya. Jadi kuputuskan untuk sedikit menggendong dan mendudukannya di car seat.
Setelah sabuk pengaman terpasang, dia bertanya, "Mama da lupa es klim pisan Chim kan?". Ekspresinya berubah serius, tapi matanya penuh harap.
"Tidak dong. Ini dia." Kataku sambil menyodorkan es krim kesukaannya. Tangan kecilnya menyambut bungkusan es krim.
Untungnya sebelum berangkat tadi, aku sempat mampir ke minimarket untuk membelinya, kalau tidak entah apa yang terjadi.
"Telima kasih, Mama." Ujarnya senang, senyum cerah terkembang. Pipi tembamnya membulat bagai mochi. Begitu menggemaskan, aku tidak tahan untuk tidak mencubit hidungnya.
Setelah duduk di kursi pengendara dan memasang sabuk pengaman, lalu mobil kujalankan. Tidak lama kami memasuki area jalan yang padat. Rumahku dengan sekolah Jimin sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi untuk menuju ke sekolah, harus melewati jalan raya yang sering macet terutama di jam-jam sibuk. Bagaimana lagi, pikirku, demi pendidikan anak.
Oh ya, perkenalan dulu. Namaku Park Minseo, aku seorang istri dan ibu dari anak laki-laki berumur 4 tahun, Park Jimin. Kami sekeluarga berasal dari Busan, tapi bulan lalu suamiku diterima bekerja di Rumah Sakit Pusat Daegu. Jadi kami pindah ke Daegu, dan ini adalah hari pertama Jimin di sekolah barunya.
"Shit!!!" Aku mengumpat keras ketika sebuah motor menyeberang jalur tiba-tiba tanpa menyalakan lampu sein. Duh, bukannya aku bangga, tapi setiap kali kaget aku mengumpat. Kebiasaan ini tidak juga hilang, padahal aku sudah punya anak umur 4 tahun yang cepat sekali belajar menirukan kelakuan orang dewasa.
"Mama da sopan. Bet wold." Jimin mengomeli kebiasaan burukku yang sering berucap kata yang tidak baik. Aku yang mengajarkan kepada Jimin supaya selalu berkata-kata sopan tapi aku sendiri yang sering melanggar. Mata Jimin melotot, pipinya yang celemotan es krim menggembung. Jangan lupakan tangannya yang mengacung-acungkan sendok es krim ke hadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
(The Story Of) Chim And Yoonie
FanfictionCerita Chim dan Yoonie hwun, dua anak yang berbeda karakter tapi bersahabat karib sejak hari pertama mereka bertemu di sebuah Taman Kanak-kanak.