Happy reading
Enjoy
.
.Aku menekan tombol panggilan cepat, dalam keadaan darurat seperti ini, hanya ada satu nomer yang akan aku hubungi.
Dering nada sambung berbunyi, satu kali, masih belum diangkat. Dua kali, ayolah, tiga kali, okay, aku mulai tidak sabar. Benar, memang Papa sedang bekerja, mungkin saja dia sedang menangani pasien di rumah sakit, tapi keadaan yang terjadi sekarang harusnya bisa dijadikan pengecualian.
Syukurlah pada dering ke-lima, akhirnya telepon diangkat. Pada saat itu aku hampir kehilangan kesabaran, dan siap untuk menghentikan panggilan. "Halo," terdengar suara Papa di ujung sana.
"Papa kok lama sekali? Mama sudah panik, Papa tidak bisa dihubungi. Bagaimana kalau ada yang emergency?" semprotku tidak sabar. Rasa panik membuatku mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
"Papa kan lagi kerja, Ma. Tidak bisa langsung angkat telepon. Ada apa?" Untungnya Papa tidak terpancing dengan nada suaraku.
"Jimin panas, Pa. Badannya seperti terbakar, dari kepala sampai kaki semua panas." Aku mengeluarkan kekhawatiranku. Tentu saja aku gugup, di saat mendadak seperti ini Jimin sakit sementara aku sendirian di rumah.
"Tenang, Ma. Sabar." Ucapan Papa di sambungan telepon menenangkan aku. "Sudah dicek dengan termometer? Coba diperiksa dulu. Bagaimana dengan obat penurun panas. Kalau tidak salah kita masih punya parasetamol, kan?"
Aku menggeleng walaupun Papa tidak bisa melihatnya, "Belum, Pa."
"Nah sekarang, cepat dicek. Kalau memang panas sekali, nanti diminumkan obatnya."
"Parasetamol sepertinya ada. Tapi Jimin tidak bisa bangun, Pa. Malahan dia mengigau, panggil panggil Papa. Bagaimana caranya minum obat?" Aku masih bertahan dengan argumenku.
"Ya dibangunkan dong, Ma. Makan sedikit tidak apa, yang penting bisa untuk minum obat. Semoga setelah minum obat, panasnya reda. Jangan lupa badannya dikompres air hangat," Papa memberi instruksi.
"Iya, iya," hanya itu yang bisa kukatakan. Aku selalu gugup bila anak sakit. Aku tidak tega melihat tubuh kecilnya tergolek lemah, tidak seperti biasanya yang cerah ceria.
"Papa kerja lagi, ya. Nanti kabari lagi perkembangannya," Papa akan mengakhiri telepon. "Ma...."
"Apa, Pa?" Aku sudah berlari ke dapur untuk menyiapkan air hangat sebagai kompres Jimin
"Mama tenang ya. Jimin anak yang kuat, dia pasti segera sembuh."
Air mataku hampir mengalir mendengar ucapan Papa. Papa benar, ini hanya sakit panas biasa. Jimin akan segera pulih dan ceria lagi. "Iya, Pa. Terimakasih."
Pagi ini aku sangat terkejut, sewaktu hendak membangunkan anak itu untuk sekolah. Ketika disentuh seluruh badan Jimin terasa panas, padahal kemarin malam sewaktu pergi tidur dia masih baik-baik saja. Khawatir akan terjadi yang tidak-tidak, aku langsung menelepon Papa. Kebetulan sekali, Papa masih di rumah sakit karena belum pulang dari shift malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
(The Story Of) Chim And Yoonie
Hayran KurguCerita Chim dan Yoonie hwun, dua anak yang berbeda karakter tapi bersahabat karib sejak hari pertama mereka bertemu di sebuah Taman Kanak-kanak.