Winter in Busan

789 109 109
                                    

Selamat Tahun Baru!!!!

Chim, Yoonie, dan author mendoakan semoga kalian semua semakin berbahagia dan bersemangat di tahun yang baru.

Kalian tahu ga sih, kalau komen kalian bikin author seneng, terharu dan bersemangat? Jadi jangan lupa tinggalkan jejak dan pencet bintangnya. Okay?

Happy reading

.
.

"Annyeong," aku melambai kepada layar ponselku yang menampilkan 2 orang manula. Walaupun sudah tua tapi mereka masih terlihat enerjik dan bersemangat.

"Annyeong, Minseo," jawab mereka bersamaan. Yup, 2 orang ini adalah orang tuaku atau kakek dan neneknya Jimin.

Appa masih gagah di usianya yang melewati 60, sedikit rambut uban sana sini malah membuatnya berwibawa. Eomma sangat manis dengan setelan pink. Mereka berdua pasangan serasi yang menjadi couple goals aku dan Papa.

"Bagaimana kabar kalian? Sehat?" tanyaku lagi. Setelah pindah ke Daegu komunikasi kami praktis hanya melalui video call.

"Mana Jimin, kok tidak kelihatan?" Bukannya menjawab pertanyaanku, Appa malah menanyakan Jimin.

"Iya, kami kangen sekali pada si mochi kecil itu," timpal Eomma.

Mendengar namanya dipanggil, Jimin memunculkan dirinya di sampingku, lalu melambai-lambai kepada kakek dan neneknya, "Halmeoni, Halabeoji, apa kabal? Chim kanen."

"Chim, cucu Harabeoji, sudah besar sekarang ya?"

"Halmeoni kangen sekali. Ayo cepat datang ke Busan. Nanti Halmeoni masak yang enak-enak, kesukaan Chim."

Dua manula itu langsung menunjukkan heart eyes di hadapan Jimin, sementara Jimin mengobrol dengan mereka. Aku memutar mata sedikit cemburu, orang tuaku lebih memilih bicara dengan Jimin, mengabaikan aku yang anaknya sendiri.

Sebagai cucu pertama dan satu-satunya di keluarga kami, wajar bila Jimin menjadi curahan kasih sayang kakek dan neneknya. Bahkan cenderung berlebihan dan menjurus memanjakan. Untungnya semuanya masih bisa dicegah sebelum Jimin meminta yang aneh-aneh.

"Sudah dulu ya, Chim mau main dulu," Jimin menyudahi obrolan mereka. Lalu berlari ke meja makan dan kembali bermain mobil-mobilan.

"Tahun baru ini, kalian jadi pulang ke Busan?" tanya Eomma kepadaku setelah Jimin tidak nampak di layar.

"Jadi. Kebetulan ada libur 3 hari, jadi kami pikir sudah saatnya pulang ke Busan." Aku menjawab ibuku. Papa sudah minta ijin atasannya untuk mengambil jatah libur agak panjang.

"Baguslah, Appa dan Eomma sangat sedih kalian tidak bisa pulang sewaktu Chuseok kemarin."

Aku masih mengingat kekecewaan mereka waktu itu. Sewaktu di Busan aku dan orang tuaku sangat dekat, Appa dan Eomma setiap hari mengasuh cucu tercintanya, jadi mereka sangat keberatan kami pindah ke Daegu. Tetapi aku dan Papa ngotot karena kami ingin belajar hidup mandiri tanpa bantuan orang tua. Untungnya akhirnya mereka bisa mengerti dan merelakan kami pergi merantau.

"Halabeoji, Halmeoni, Chim boleh ajak teman ikut ke Busan nda?" Tanpa kusadari, Jimin sudah ada di sebelahku lagi. Dia meraih teleponku dan mengarahkan ke wajah bulatnya.

"Boleh." Appa langsung menyetujui permintaan cucunya.

"Memangnya Chim mau ajak siapa?" Eomma penasaran karena di Busan, Jimin sangat pemalu dan tidak mempunyai teman dekat.

"Yoonie hwun."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(The Story Of) Chim And YoonieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang