Haaiiiiii haaiiiii
Banyak yang request mereka dipisahin nih.. Gimana dong😂Bingung ihh😂😂
Ngalir mengikuti mood dan ide aja ya guys😂
Cuss.. Hepi reading😍
Dinda tersyum kecut saat melihat iklan sebuah susu hamil di televisi, secara implusif ia mengusap perutnya yang mulai sedikit membuncit.
"nanti kalau mama sudah punya uang kita beli susu buat kamu ya sayang.." ujar Dinda dengan senyuman terbaiknya, seolah memastika kepada calon buah hatinya bahwa semua akan baik- baik saja.
Hari ini tepat dua bulan pernikahannya dengan Bagas berjalan, dan Bagas benar-benar menepati kata-katanya, lelaki itu tidak sedikitpun mempedulikan Dinda terlebih kandungannya. lelaki itu menghabiskan seluruh harinya di kantor. berangkat sangat pagi dan pulang menjelang pagi. menganggap Dinda seperti sebuah pajangan.
Bahkan frekuensi tatap muka diantara mereka jarang sekali terjadi, tinggal dirumah sebesar ini tanpa pembantu dan kawan untuk sekedar diajak berbincang membuat Dinda tampak tak baik-baik saja.
wajahnya begitu kuyu, belum lagi morning sickness yang dan nafsu makan menurun yang membuat tubuhnya semakin kurus.
Hari-harinya ia habiskan dengan membersihkan rumah dan menonton televisi. Setidaknya Dinda bersyukur bahwa Bagas masih bersedia membberikannya tempat tinggal, makan dan yang terpenting adalah status bagi anaknya.
Dan ya.. disinilah Dinda sekarang, duduk termenung di meja makan menanti Bu Irah, petugas catering yang setiap hari mengantar makanan untuk Dinda.
"Selamat pagi Bu Bagas."
Dinda menoleh dengan semangat, menatap electric lunch box berukuran besar yang di bawa Bu Irah, "Pagi Bu Irah, panjang umur banget.. perut saya udah keroncongan ini Bu." canda Dinda.
Irah tersenyum singkat sambil meletakananbox lunch berukuran besar itu di depan Dinda.
"saya permisi dulu Bu."
Dinda mengangguk kecewa, kearah wanita berusia 50 tahunan itu. "terimakasih Bu."
Dinda ingat betul, di hari oertama Bu Irah mengantar makanan untuknya, Dinda mengajak wanita itu untuk makan bersama namun alangkah terkejutnya Dinda dengan jawaban Bu Irah.
"Mohon maaf bu, Pak Bagas melarang saya untuk mengobrol apalagi makan bersama ibu." kata Bu Irah kala itu dengan sopan dan tatapan bersalahnya.
Dinda membuka tutup electric lunch box itu dengan semangat karena perutnya benar-benar memberontak minta diisi, namun Dinda menatap kecewa jatah makanannya hari ini.
Dinda alergi ayam dan telur, namun justru makananya hari ini penuh dengan telur dan berlauk-an ayam.
"Hari ini kita makan pakai nasi sama garem dulu ya dek.." lirih Dinda dengan nelangsa.
Tiba-tiba saja rasa rindu akan suasana hangat dirumah ayah bundanya melingkupi hati Dinda.
Sejak sebulan yang lalu memang Bagas telah memboyongnya ke Kediri, karena pekerjaan Bagas memang berpusat di kota ini, dan ini adalah mulai hari itulah, hari-hari berat Dinda jalani sendirian, tak tau kemana harus berkeluh kesah.. Bahkan untuk salat pun ia malu.. Ia merasa sangat kotor.
Lima sendok nasi dan sejumput garam di dalam piring Dinda tandas habis tak bersisa, ditutup dengan segelas air putih hangat.
"Alhamdulillah ya nak, kita masih bisa makan.. Diluar sana banyak yang lebih tidak beruntung dari kita.." Ujar Dinda pada calon bayinya.
Malam menjelang, tak seperti biasanya Bagas memilih untuk pulang lebih awal, pekerjaannya di butik dan kantor sedang ada sedikit masalah, ia butuh istirahat ekstra untuk mempersiapkan hari esok.
Gelap
Hal itulah yang pertama kali menyapa Bagas.
Lelaki itu berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air dingin, namun pandangannya tertuju pada box lunch berwarna hijau yang tergeletak diatas meja makan.
Entah dorongan darimana Bagas membuka box lunch itu, matanya terbelalak seketika kala menemukan berbagai macam sayuran yang diolah dengan campuran telur dan dua potong ayam bakar yang masih utuh.
Rasa khawatir itu tak dapat dicegahnya, dengan tergesa-gesa Bagas menaiki tangga dan membuka pintu kamar Dinda yang terletak disebelah kamarnya.
Kamar itu begitu gelap, namun Bagas tetap dapat melihat Dinda yang tengah tertidur pulas disana.
Batin Bagas memberontak untuk segera memeluk dan menayakan keadaan wanita itu, namun egonya menolak.
Bagas mengerang pelan lalu menutup kembali kamar Dinda dengan perasaan berkecamuk.
Apakah wanita itu tidak lapar?
Tentu saja sialan! Teriak batin Bagas frustasi.
Lihat saja, Bagas akan membuat perhitungan pada pemilik katering itu.
Bagas mengetikan sesuatu di ponselnya dengan cepat, dan melempar ponsel itu sembarangan.
Ia berharap mandi bisa meredakan pikirannya yang sedang kacau dan semakin kacau itu.
Cut dulu deh😂
KAMU SEDANG MEMBACA
HURTS [END/COMPLETE]
ChickLit#1 on HURTS [26/06/20] #15 on TEARS [28/07/20] Biarlah aku dan kamu tetap menjadi kita dalam lubuk hati terdalamku Menguncimu bersama jutaan kenangan yang pernah kita lalui dan bagi, menjadikannya sebuah memori terindah dan pembelajaran hidup berhar...