Kenapa?

12.5K 1.1K 131
                                    


Obat rinduu ceunah🤣
Dahh yuk.. merapat sini😚😚

Tahan emosi ya.. lagi puasa kan?

Absenn duluu...

Matahari bersinar dengan begitu terik, kicauan burung terdengar nyaring seolah menjadi pertanda cerahnya pagi ini.

Nampak berbeda dengan seorang wanita yang bergelung merintih kesakitan di balik selimut, wanita itu memeluk tubuh polosnya dengan begitu erat, mengabaikan memar biru di lengannya akibat perbuatan pria yang kini tertidur pulas disampingnya.

Tidak..

Ini bukan seperti yang kalian kira, lelaki berstatus sebagai suaminya itu tidak menyentuhnya dalam artian lain sebagaimana seorang pria melampiaskan hasratnya pasa wanita.

Tapi bagi Dinda ini lebih menyakitkan, laju airmatanya kian deras kala mengingat bagaimana Bagas mengikatnya semalaman di tiang-tiang tempat tidur, melayangkan cambukan demi cambukan ikat pinggang di tubuh kurus Dinda meninggalkan luka lecet dan bekas membiru di hampir sekujur tubuhnya.

Entah apa yang melandasinya, Dinda tak mengerti. Hanya beberapa kali Bagas mendesis dan mengancam akan memasung kaki Dinda dan berbuat lebih kejam kalau sampai ia menemui Max.

Cemburu kah? Rasanya tida.. lelaki itu bahkan pernah mengatakan bahwa rasa cintanya sudah lenyap.

Lalu apa?

Bahkan tak ada niat sedikitpun dalam batin Dinda untuk berdekatan apalagi berhubungan kembali dengan pria bernama Max itu.

Belum selesaikah pembalasan dendam Bagas pada Dinda karena kesalahannya dulu?

Mungkin..

Dinda segera memejamkan kedua matanya dan berusaha mengatur nafasnya kala merasakan pergerakan di sampingnya.

Tak lama pintu kamar mandi pun terbuka, benar dugaan Dinda bahwa Bagas sudah bangun. Pasti lelaki itu akan bersiap pergi ke kantor.

Tidak ingin ambil pusing, Dinda berusaha memejamkan matanya dengan lebih rileks, wanita itu menikmati setiap rasa pusing dan mual yang menderanya.

Hingga penglihatan Dinda terbuka kembali kala ia merasakan seseorang duduk di depannya, betapa terkejutnya Dinda kala melihat bagas duduk di depannya yang sedang tertidur dalam keadaan miring.

Wajah lelaki itu terlihat datar tanpa ekspresi namun sorot matanya terlihat sayu, sangat berbeda dengan Bagas yang semalam mencambuk tubuhnya habis-habisan.

Belum habis keterkejutan Dinda, wanita itu kembali dibuat terkejut kala Bagas membuka selimutnya secara asal dan memperlihatkan tubuh polos Dinda berbalut luka yang nampak begitu menyakitkan.

Mata Dinda terpejam erat, seolah bersiap menerima kesakitan kembali.

"Auh.."

Rintih Dinda saat sebuah sapuan handuk hangat menyentuh kulit lengannya yang terluka.

Kedua mata Dinda nampak yang nampak berkaca-kaca itu akhirnya berani menatap Bagas.

Lelaki itu begitu telaten dan lembut menyeka setiap inci tubuh Dinda yang terluka karena dirinya.

Tak berapa lama hingga tangan Bagas berada di atas perut Dinda.

Tangan Bagas seolah kaku tak dapat bergerak, hingga jemari Dinda menyentuh punggung tangannya.

"Aku sendiri saja mas." Ujar Dinda berusaha merebut handuk itu dari tangan Bagas.

Namun Bagas tak merespon, lelaki itu kembali mengelap tubuh Dinda.

"Mas.. malu.. biar aku sendiri saja." Ujar Dinda dengan nada sedikit merengek dan wajah memerah karena malu.

Bayangkan saja, Dinda benar-benar dalam kondisi polos saat ini.

Bagas tersenyum remeh pada Dinda "aku tak bernafsu pada barang bekas."

Singkat, pedas, menohok.

Cekala Dinda terlepas begitu saja, nafasnya tercekat. Wanita itu memilih kembali diam, membiarkan Bagas melakukan kembali aksi penebusan rasa bersalahnya.

Tubuh Dinda beringsut mundur saat Bagas mengoleskan sebuah krim di pahanya.

"Perih... tidak usah saja." Kekeuh Dinda bak anak kecil yang sedang diobati ayahnya.

Bagas berdecak, lelaki itu menarik paksa tubuh Dinda hingga ke posisi semula dan kembali mengoleskan krim itu sambil meniup-niup luka yang sedang ia olesi krim.

"Begini saja dulu. Jangan kemana-mana" titah Bagas sambil beranjak pergi keluar kamar.

Hayoo.. gimana???

HURTS [END/COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang