Yang masih melek?!!!
Sini absen dulu♥️♥️
Komen dan vote kalian luar biasa..
Udah 10K lebihh votenya😭😭Yukk vote dan komen teruss ya biar akyu makin cemungutss😂
Buat Silent readers juga ttp makasih.. karena sudah baca..
Intinya tanpa kalian semua, aku bagaikan ambulan tanpa uwiww🚑😂
Happy reading all🔥
Canggung.
Kata itu lah yang cocok untuk menggambarkan suasana di dalam mobil SUV berplat AB itu.
Malam menjelang selepas acara pertunangan Putri dan Ikhsan, menjelang makan malam bersama Bagas dan Hayu pamit undur diri terlebih dahulu untuk berkeliling kota, menikmati suasana malam alun-alun dengan semangkuk wedang ronde.
Saat kedua suami istri itu hendak pamit, Kamila menyuruh Fikri, putranya untuk mengantar Bagas dan Hayu.
"Biar diantar Fikri ya Mas Bagas, Mbak Hayu?"
Bagas hendak menolak namun suara Hayu tiba-tiba mengintrupsinya.
"Iya Nyai, sekalian nanti mampir ke toko oleh-oleh mas Fikri ya?"
Kamila mengangguk, membuat Hayu tersenyum senang.
"Ajak Dinda sekalian ya? Kasian daritadi kok kaya suntuk gitu anaknya. Kecapek an bantu-bantu kayanya.. biar sekali-sekali refreshing." Ujar Kamila, tentu bukan itu alasan yang sesungguhnya.
Wanita paruh baya, ibu dari dua orang anak itu tentu menginginkan Dinda makin lengket dengan Fikri.
Ekspresi Hayu berubah seketika, hendak menolak.. namun sudah terlanjur menyetujuinya. Aissh.. simalakama.
Hayu memandang Dinda yang duduk menunduk disamping Putri. Ingin marah, namun lucu rasanya, mengingat Dinda tak memiliki salah apapun padanya.
Hanya saja hatinya terlalu terbakar cemburu.
Mengapa mantan isrtri suaminya itu tak berusaha menolak sih?
Bagas yang seolah mengerti apa yang dirasakan Hayu, secara implusif menggenggam tangan Hayu dan memandang lembut istrinya, seolah berkata 'all is well'
Dan disinilah mereka.
Fikri berjalan di depan memimpin langkah tiga manusia dibelakangnya yang seolah sedang terlibat cinta segitiga itu.
Dari semua orang di pondok, memang cuma Fikri yang sudah tau bahwa Bagas adalah mantan suami Dinda, dan itu juga yang membuatnya semakin canggung.
Gila! Fikri merasa benar-benar aneh kala harus berjalan bersama calon istrinya, mantan suami calon istrinya dan istri mantan suami dari calon istrinya! (bingung dah kalian semua!)
"Kita foto-foto di malioboro dulu nggih mas Bagas, mbak Hayu?" Tawar Fikri sesantai mungkin, pria itu berusaha mencairkan suasana dari ketiga manusia itu.
"Boleh, nanti habis itu kita ke Alun-alun naik becak saja." Pungkas Bagas.
Sepanjang perjalanan, Hayu lebih banyak bicara menanyakan ini itu pada sang suami dan sesekali pada Fikri.
"Mas, ada bangku kosong.. adik mau foto disitu." Ujar Hayu girang.
Dinda melongo menatap Hayu yang kini menyodorkan ponsel pintarnya di depan Dinda.
"Tolong fotoin kami ya mbak Din." Ujar Hayu yang entah sadar atau tidak terlihat seperti sangat sengaja memamerkan kemesraannya bersama Bagas di depan Dinda.
Jangan tanyakan ekspresi Bagas, lelaki itu bahkan terkejut atas tindakan spontan Hayu sekaligus merasa tak enak hati pada Dinda.
Dinda yang sedari tadi diam, mengindahkan permintaan Hayu dengan senyuman.
Tiba-tiba saja perasaan Dinda kembali campur aduk kala mengingat setiap momen liburannya bersama Bagas dahulu.
Fikri mengambil alih ponsel Hayu dari tangan Dinda, dan menggantinya dengan dompet kulit miliknya "Biar mas aja yang fotoin Din, kamu tolong belikan air mineral ditempat ibu itu ya.. kasian sepi banget." Pinta Fikri menyerahkan dompetnya pada Dinda sambil tersenyum manis.
Dinda tertegun sepersekian detik, Fikri adalah penyelamatnya.
"Senyum dong, jangan cemberut gitu kalau dimintain tolong calon imam." Kekeh Fikri, membuat wajah Dinda memerah
"Yuk mbak Hayu siap pose ya." Teriak Fikri pada Hayu yang sudah duduk manis di kursi yang berjarak satu meter dari dirinya dan Dinda.
Jam menunjukan pukul delapan tepat, kini keempat manusia itu duduk berhadapan sambil menikmati wedang ronde di alun-alun.
"Enak?" Tanya Bagas menatap Hayu.
"Enak banget.. tapi adik nggak mau kacangnya.. buat mas aja ya?"
"Mas Bagas alergi kacang sangrai."
Dinda merutuki mulutnya yang lepas kontrol dan dengan santainya memotong percakapan Hayu dan Bagas.
Hayu memandang Dinda yang nampak salah tingkah.
"Mas Fikri, Dinda mau makan arum manis.. ayo beli." Ujar Dinda spontan meraih tangan Fikri, melarikan diri di situasi seperti ini tak masalah bukan?
"Mas Bagas, Mbak Hayu.. saya beli arum manis dulu." Pamit Dinda masih menggenggam tangan Fikri, sambil menunjuk penjual arum manis yang letaknya lumayan jauh dari mereka.
Selepas kepergian Dinda dan Fikri, Hayu menatap Bagas yang juga menatapnya.
"Adik nggak tau kalau mas alergi kacang."
Bagas mengusap puncak kepala Hayu
"Nggak papa.. kita susul mereka yuk, sekalian coba lewat beringin kembar."
Hayu menggeleng "capek.. perut adik kram."
Bagas mengangguk "yasudah, disini saja.. malam ini kita tidur di pesantren dulu ya, bareng yang lain?" Hayu mengangguk.
"Din.."
"Dalem mas?" (Apa Mas. Tapi ini bahasa halus)
Fikri berdeham sejenak, kenapa gugup sendiri sih.
"Tangan mas Din."
Dinda melirik tangannya yang masih menggenggam tangan besar nan hangat milik Fikri.
"Sebentar saja mas... Dinda butuh pegangan. Boleh?"
Pinta Dinda lirih.
Fikri tak menjawab, namun tangan hangatnya kini menggenggam balik tangan Dinda, meski terasa canggung namun Fikri coba memahami perasaan calon istrinya.
Dinda tersenyum menatap Fikri
"Semoga kita terus bisa berpegangan kaya gini sampai nanti di pelaminan, punya banyak anak, dan banyak cucu sampai maut memisahkan." Ujar Fikri penuh pengharapan.
"Aamiin.." lirih Dinda malu.
Fikri terkekeh dan mengamini juga.
Meski siapa yang sangka bahwa Dinda adalah gadis pertama yang menyentuh tangannya se intens dan sehangat ini.
Ia berjanji, ini yang pertama dan terakhir sebelum nanti ia bebas mengenggam tangan Dinda setelah menikah
Fikri tak akan pernah menyerah demi memenangkan wanita pujaannya ini.
Wanita yang selalu ia sebut namanya di setiap sujud doanya.
Cut ah....
Ahh cieeee... team Mas Fikri mana suaranya😂😂😂😂
Perasaan kalian gimana sih kalo aku up jam segini?
KAMU SEDANG MEMBACA
HURTS [END/COMPLETE]
ChickLit#1 on HURTS [26/06/20] #15 on TEARS [28/07/20] Biarlah aku dan kamu tetap menjadi kita dalam lubuk hati terdalamku Menguncimu bersama jutaan kenangan yang pernah kita lalui dan bagi, menjadikannya sebuah memori terindah dan pembelajaran hidup berhar...