Haii all😅😅
Yuhuuuu... Nunggu cerita ini kan ya???
Yukkk cussss langsung eksekusiiikk😇😇Happy reading all😍
Malam semakin larut, hujan deras membuat udara semakin dingin menusuk tulang.
Dinda mengusap perutnya yang terasa melilit, ia tak tahan lagi perutnya terlalu lapar untuk kuat menahan hingga pagi.
Dengan langkah perlahan, Dinda berjalan keluar kamarnya, wanita itu melirik pintu kamar suaminya yang tertutup rapat.
Perasaan sedih menggelayuti hati Dinda, ia benar-benar rindu dengan Bagas-nya.
Ia merindukan setiap detik waktu yang mereka habiskan bersama.
Namun sudahlah, Dinda tak ingin banyak menuntut.
"Apa yang kamu lakukan malam-malam begini?" Suara tegas itu mengintrupsi Dinda, membuat wanita itu terkejut bukan main.
"Bh-Bhira mau minum." Jawab Dinda menunduk takut. Tak pernah Dinda bayangkan bahwa ia akan merasa sejauh, secanggung, dan setakut ini pada Bagas. Dalam benaknya sejak dulu selalu terbayang bahwa ia dan Bagas akan hidup bahagia, menjadi keluarga kecil yang damai dan saling mencintai.
Namun kini?
Hati Dinda berdenyut nyeri saat ini, seolah tangan tak kasat mata menamparnya kembali pada kenyataan yang ada, kenyataan bahwa Bagas membencinya.
"Kamu nggak akan kenyang hanya dengan minum! Makan ini!" Sewot Bagas sambil menyodorkan satu bungkus nasi padang dan sate madura kesukaan Dinda.
Wanita itu mematung, boleh kah ia menangis karena terlalu bahagia saat ini?
"Ambil dan makan cepat! Aku tidak ingin direpotkan kalau kamu dan bayi sialan itu mati karena kelaparan."
Seketika nafas Dinda tercekat, ia menarik kembali tangannya yang tadinya ingin mengambil bungkusan itu dari tangan Bagas.
"Bhira nggak lapar mas, Bhira ke kamar dulu." Ujar Dinda perlahan, menahan gejolak air matanya.
Wanita itu memutar tubuhnya untuk kembali ke kamarnya.
Ia benci menjadi lemah seperti ini.
Dinda menegang kala Bagas menahan tangannya.
Dinda menoleh dengan senyum tipisnya yang sarat akan kesedihan.
Baiklah. Bagas mengalah.
"Tolong, makanlah." Ujar Bagas lirih.
Dan malam ini, malam pertama kedua pasangan suami istri tersebut duduk disatu meja makan.
Dalam diamnya Bagas mengamati Dinda yang tengah sibuk memakan nasi padangnya.
Masih tak dapat Bagas sangka kalau gadis yang selama ini ia impi-impikan, ia jaga dengan sepenuh hati, ia cinta dengan segenap jiwanya, namun justru mengecewakannya sedalam ini.
Bagas mengamati wajah cantik yang sejak dulu telah mengikat hatinya.
Sejak kapan pipi itu menjadi begitu tirus? Badan yang dulu nampak segar berisi kini terlihat begitu kurus dengan perut sedikit membuncit, sorot mata yang dulu begitu bersinar entah hilang kemana.
"Jangan telat makan lagi."
Dinda mematung seketika, kala Bagas mengusap pipinya begitu lembut dan tulus dengan sorot mata yang hangat, sorot mata yang begitu Dinda rindukan.
Namun sepersekian detik kemudian Bagas melepaskan tangannya dari pipi Dinda dan membuang padangannya asal.
"Selesaikan cepat, setelah itu masuk ke kamar ku." Titah Bagas dengan sikap yang kembali dingin.
Setelah menandaskan sebungkus nasi padang dan seporsi sate lengkap dengan lontongnya, Dinda segera menyikat gigi dan menuju ke kamar Bagas, seperti apa yang diinginkan pria itu.
Tok tok tok
"Masuk."
Dinda memasuki kamar Bagas dengan takut-takut, wanita itu berdiri diambang pintu.
Bagas mendengus kasar menatap Dinda penuh cemo'oh.
"Kenapa setakut itu? Jangan bertingkah seperti gadis suci, kalau nyatanya kamu suka rela membuka selangkangnmu untuk para lelaki!" Ujar Bagas dengan begitu kejamnya, jangan lupakan tatapan jijik dan mencemooh yang dilayangkan Bagas.
Dinda mendekati Bagas dan berdiri tepat disamping lelaki yang nampak berduduk santai di kasurnya.
"Duduk." Titah Bagas.
Tak banyak bicara, Dinda duduk disamping Bagas.
Mata wanita itu nampak berkaca-kaca, dalam diamnya Dinda melengos dan menghapus air matanya yang turun begitu saja karena perkataan pedas sang suami.
"Puaskan aku malam ini." Titah Bagas terdengar begitu arogan.
Dinda terkejut bukan main, wanita itu menatap Bagas dengan kecewa bercampur takut.
"Mas?" Lirih Dinda serak.
"Kenapa? Kamu pasti sudah biasakan melakukannya? Buktinya ada bayi sialan itu di dalam perutmu? Jangan sok suci!"
Dinda menutup rapat kedua matanya, lelehan air mata mengaliri pipinya.
"Lakukan apa yang mau mas lakukan padaku, panggil aku apa saja sesuai keinginan mas. Tapi berhenti memanggil anakku dengan sebutan sialan." Lirih Dinda dengan terisak, ia benci mendengar anaknya dipanggil dengan sebutan serendah itu. Ini salahnya, anaknya tak memiliki salah apapun.
"Tidak usah banyak bicara! Cepat layani aku!" Tegas Bagas seolah tak peduli, padahal sisi batinnya meronta menyerukan agar ia mengalah, memeluk Dinda, merangkul bahu ringkih wanita itu, memberinya kenyamanan dan rasa aman, namun.. Ia tak bisa, Bagas tak sanggup setiap kali berdekatan dengan Dinda, bayang-bayang lelaki lain menjamah tubuh Dinda selalu menghantui pikiran Bagas.
Dinda memantapkan hatinya, wanita itu beranjak dari duduknya dan berlari keluar dari kamar Bagas dengan tangis tergugu.
Cut ahhh😆😆😆😆
KAMU SEDANG MEMBACA
HURTS [END/COMPLETE]
ChickLit#1 on HURTS [26/06/20] #15 on TEARS [28/07/20] Biarlah aku dan kamu tetap menjadi kita dalam lubuk hati terdalamku Menguncimu bersama jutaan kenangan yang pernah kita lalui dan bagi, menjadikannya sebuah memori terindah dan pembelajaran hidup berhar...