19

2 0 0
                                    

“bagaimana  mungkin aku melupa untuk segala hal yang telah terjadi”
-Hayfa-

Tiga bulan berjalan dengan cepat, tak ada secercah berkas kenang yang tertinggal. Dan aku kian melupa, teruntuk kisah dua puluh tahun yang tercipta. Meninggalkan Arkana dan Alfa dengan segala ketakutan. Aku kalah dengan penyakitku.

“Fa... besok kita ke Filipina yah, semua keperluan udah aku urus,kita akan nonton final Rio” pernyataan Arkana membuat aku mematung tak mengerti,

“Rio siapa? Na...”tanya ku padanya, Arkana membeliak, menatapku gemetar,

“bagaimana mungkin kamu melupakan Rio Fa? Yang sudah kamu anggap sebagai anakmu sendiri setelah Alfa”pernyataan Arkana membuncah bercampur emosi,

Kenang Rio kembali datang,
“maafkan aku Na, berani-beraninya aku melupakan Rio ... anak hebat itu tak boleh aku lupakan” tangisanku meledak, Arkana mendekapku.
“tak apa, besok kita berangkat yah” serunya menenangkan,

Rio ku, kesayangan aunty, nanti aunty, uncle sama Kak Alfa mau nonton. Rio harus menang yah. Anggaplah menjadi kenang terakhir untukku.

***

Esok hari datang, dengan begitu angkuh, ku harap sedikit ramah. Tak perlu baik cukup lebih ramah saja.

Aku, Arkana, dan Alfa berangkat dengan pesawat garuda airlines pukul 07.00 WIB. Mungkin Arkana berharap jika aku datang agak siang, aku dapat istirahat terlebih dahulu, apalagi final Rio terlaksana besok pukul 09.00 pagi area Filipina. Dia selalu mengerti dan pahami lebih dari diriku sendiri. Aku mencintainya dengan sangat, tiada orang lain yang mampu menggantinya.

Dia lelaki sederhana dengan sejuta pesona yang dimilikinya.
Jendela, sepertinya akan selalu menjadi fokusku, akhir-akhir ini. Celah menghadap dunia luar. Sebuah ruas bingkai yang membatasi aku dan semesta. Mencintai tak selalu memiliki, begitupun aku. Jatuh hati pada Arkana seperti sebuah simbol abu yang tercetak.ilusi. kenyataan belum terlihat dan aku masih harap-harap cemas akan kisah ini.

“Fa...” Arkana duduk di ranjang ekstra penginapan ini,

“ya...Na” jawabku menoleh melihat binar mata indahnya,

“temani aku membaca manuskrip lagi yah” mengangkat naskah yang berada di genggamannya. Aku tersenyum mengangguk padanya.

Nanti bila Aku melupa tolong ingatkan bahwa ada sesosok makhluk yang terlalu indah tuk terlupa. Malaikat wujud bagiku. Tempat yang cukup bangga ku panggil dengan rumah. Arkana.

Arkana & Hayfa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang