11

6 0 0
                                    

“bagian terberat dalam duniaku, adalah saat ku mengetahui Aku tak juga terlihat layaknya Wanita di hadapmu”
-Hayfa-

Benar memang bahwa seharusnya tak mendekap hati dengan memupuk ekspektasi apapun pada siapapun.

Tak boleh, jangan pernah terjadi kalau bisa hindarilah. Nasihat lama ini sebenarnya mujarab, hanya saja watak keras kepalaku tak jua luruh, malah semakin menjadi. Aku memaksa takdir menjadikan Arkana simpul bahagiaku. Tanpa peduli jalan takdir sudah di rancang sedemikian indah, tuk semua makhluk yang yakin akan kuasa-NYA.

Arkana Abimanyu apakah dia menyukaiku? Menjadikan Aku Eka, tanpa wanita A,b,c dan yang lainnya. Jika benar Arkana menyukaiku, Ku harap Dia menetap. Mungkin Aku terlalu berharap  untuk menjadikan Arkana dermaga terakhir bagi rentang perjalananku. Obsesikah ini namanya? Aku tak peduli apakah ini cinta atau bukan, sejatinya Aku hanya ingin bersamanya saja.

Padahal di usia ke dua puluh tiga tahun ini, Arkana sedang mengejar titel strata satunya, belum lagi Dia sibuk seminar mengenai bisnis yang sibuk Dia ikuti. Obsesinya adalah menjadi pengusaha semuda mungkin. Arkana memiliki semangat yang meletup-letup dan fakta terbaru muncul, bahwa Arkana belum terbesit tuk memiliki pasangan hidup, fakta yang mampu meremukkan ku seketika.

Seperti buku yang sempat Aku baca”Nkcthi”, ada sebaris kalimat yang selalu Aku ingat yang berbunyi “saat ekspektasi di taruh ke raga lain, kecewa sering jadi teman” dan kalimat itu terasa sinkron dengan apa yang sedang Aku alami. Aku patah karena ilusiku sendiri. Arkana sejatinya makhluk baik, dengan emosi stabil dan perangai santun, kita cocok ( atau Aku yang memaksa cocok dengannya?), Aku menyukainya, sampai-sampai Aku lupa bahwa bagian terpenting dalam mencintai adalah menyayangi diri sendiri terlebih dahulu. Kejadian ini anggaplah teguran Semesta, karena untuk kesekian kalinya mendahului kehendak-Nya.

Sejak saat itu, Aku tak berekspektasi untuk apapun. Bahkan urusan suatu hubungan dengan lawan jenis sekalipun. Bukan Aku tak menyukai Arkana, hanya saja menilik kembali segala hal mengenainya, bahkan Aku dan Arkana belum sekalipun bertemu, dan Aku sudah menancapkan pasak terlalu dalam menyukai jua memaklumi segala hal mengenai Arkana, apakah ini logis? Aku sangsi.

***

Pukul18.00WIB Tahun 2038,

“Aku sungguh tak menyangka, Kamu menyukaiku sedalam itu?” gumam Arkana

“iya... Aku menyukaimu sebegitunya”jawabanku membuat keheningan sesaat,

“Apa Aku sempat menyakitimu,Fa?” tanya Arkana kembali,

“pernah... kala Kamu menganggapku sebagai teman cerita, tetapi dilain sisi Aku senang, berarti Aku adalah teman wanita yang di percaya oleh seorang Arkana” senyum cerah tergambar daripadaku, Arkana mendekap erat tubuhku,

“Tak apa melupakanku, asal Kamu tak meninggalkanku, semuanya sudah amat cukup?” bisikan lembut tapi getir tepat di telingaku,

memporak-porandakan segala. Lebur sudah.
Masih layakkah Aku berharap segala kesembuhan untukku pribadi? Menemani Arkana hingga memutih bersama. Lalu menyaksikan Alfa di terima PTN dambaannya dan melihat Alfa memakai toga kelulusan bukankah itu segala hal kebahagiaan sederhana bagi sebagian makhluk sehat. Sedangkan Aku? Bahkan Aku tak meminta harta melimpah tuk semua, Aku hanya meminta kesehatanku saja, bagi sakitku yang belum jua di temukan penawarnya..

“Aku ingin sembuh..Na” lirihku, Arkana terperanjat mendengar keluhan pertamaku semenjak didiagnosa Alzheimer, Aku tak pernah sekalipun mengeluh. Baru hari ini Aku keluarkan ucap keluh itu padanya. Airmata Ku meluncur tak terbendung, Arkana mempererat dekapannya, pundak Arkana basah. Aku menangis sejadi-jadinya, biarkan petang menutup hari ini, membungkus segala permohonan tulusku.

Arkana & Hayfa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang