22

6 1 0
                                    

denting tak pernah melangkah mundur, tetapi dunia selalu menawarkan energi baru”-Alfa

Ueforia kemenangan Rio telah terlewati, dan kami sudah kembali ke Indonesia. Kembali lagi ke ruangan pengap rumah sakit. Sungguh membosankan. Sejatinya Aku tak seharusnya mengeluh seperti ini, bahkan ketika melihat dua belahan hatiku tetap riang walau selalu aku repoti. Mereka hebat. Alfa yang selalu mengingatkan dengan segala lupa yang sering aku hadapi. Arkana mendekapku ketika aku terpuruk, belum lagi Violet dan ayahnya, Noval yang juga sering menyambangiku. Lalu apa yang harus aku ratapi bahkan ketika aku sakit sekalipun Sang Maha selalu memberiku banyak makhluk yang begitu sayang padaku. Aku tak layak mengeluh, seharusnya aku bertrimakasih atas segala nikmat  yang aku terima, bahkan ketika aku sedang merasakan sakit.


Sejak kapan entah mengapa aku begitu menyukai jendela rumah sakit ini, menatap keluar ruang.indah. dengan bingkai kayu bercat putih, dan kaca yang polos,bening mengkilat, aku tak pernah mengamati sebuah benda seteliti ini sebelumnya dan ini akan selalu menjadi spot favoritku di ruangan rumah sakit ini.

“Fa” Arkana membuka pintu, aku tersenyum, sepertinya aku sedang merindunya, Arkana mendekat,

“Fa, aku ingin tanya sesuatu”sahutnya serius, aku menatap pendar matanya,

“tanya apa Na,”sahutku,

Arkana duduk di ranjang ku, “Ini Fa, tadi aku melihat ada satu puisi terselip di manuskrip naskahmu, dan tertulis

‘Teruntuk AA’, boleh aku tau Fa?” jelas Arkana dengan hati-hati, mungkin dia fikir salah-salah aku akan memakannya,

Aku meraih kertas itu “Oh puisi ini, sudah lama aku membuatnya...dua puluh tahunan lalu”sahutnya,

“sebelum aku bertemu denganmu”lanjutku,

“untuk siapa Fa”Arkana penasaran,
“Untuk AA”jawabku polos,

“AA siapa Fa, adakah orang lain selain aku Fa? yang tak kamu ceritakan di bukumu?” tanya Arkana penasaran.

“AA, adalah singkatan dari Arkana Abimanyu”cetusku

Senyuman Arkana mengembang “Fa... kamu buatin puisi untukku?”takjub Arkana,

“itu hanya puisi pribadi tak pernah aku masukkin ke buku terbitanku, toh kala aku membuatnya, aku belum tau apakah kamu menyukaiku atau tidak.”celetukku,

Arkana paham, “padahal kan aku juga sudah mulai menyukaimu Fa,” selorohnya,

Aku tersenyum padanya,
Arkana menyahut,”sudi membacakan puisi ini disampingku”Sahutku Lagi, Arkana menggangguk tanda setuju.








Sebuah sajak teruntuk AA

Ketika jari-jari cahaya memudar,
Gelombang surut perlahan,
Kita dengarkan tanah menerima tanpa mengaduh,
Kasih tanpa balas,
Sewaktu kenang kita mengabur batas ruang,

Jangan : terima saja kasihku!
Sebagaimana senja hadir tepat pada waktunya,
Kita bukanlah sepasang...
Walau kamu adalah lembaran favoritku,
Diantara aksara cinta tertulis,

Di setiap persimpangan musim,
Gersang menjelma gemericik menyapa,
Walau aku sering kau kenang,
Walau aku sering kau sapa,
Tetap saja : aku abai akan hatimu.

Karya : Hayfa teruntuk seseorang yang belum sempat aku temui.

Arkana & Hayfa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang