PART 11

3.4K 169 5
                                    

Rara memanyunkan bibirnya kedepan, kedua kakinya ia selonjorkan dibawah sofa tak selang beberapa menit Rara kembali memperbaiki posisi duduknya, lantas kemudian ia lalu melorotkan tubuhnya hingga Rara terduduk di karpet. Rara berbaring dikarpet dengan memandang kearah tv yang sedang menayangkan acara gosip.

"Rara." Rara bergumam tidak menoleh pada Anis yang sedari tadi terus memperhatikan anaknya itu.

"Ginda nggak nginep lagi?"

"Ck, tauk mah. Tanya sama orangnya sendiri,"

"Loh, tumben nggak rindu. Lagi marahan ya, haaaa..." tebak Anis menendang pelan kaki Rara. Rara mendongakkan wajahnya menatap Anis yang terkikik sendiri.

"Tetot! Mamah salah. Aku sama Mas Ginda baik-baik aja kok, nggak marahan."

"Tapi kenapa manyun gitu, Ginda nya juga dari tadi mamah nggak liat, tanda-tanda mau nginep aja nggak ada tuh."

"Mas Ginda lagi selingkuh, mah." Anis mengernyitkan dahinya.

"Selingkuh? Kamu nggak marah Ginda selingkuh, biasanya cewek gitu loh, cemburu dirundung amarah." puitis Anis sambil mengusap rambut Rara.

"Nggak tauk, mah."

"Kamu kalo ngomong yang bener Ra, itu Ginda dimana. Nggak nginep atau pulang malam?"

"Iya itu nggak bener mah, jangan didoain ya mah. Mas Ginda katanya pulang kerumah dulu ambil baju dia buat dibawa kesini, jadi kok Mas Ginda nginep. Kalau sampai nggak jadi, ya awas aja."

"Kamu itu nggak boleh ngancem Ginda kayak gitu, apalagi dia calmi kamu, dosa loh." Rara bangkit duduk, tangannya lalu mengambil keripik yang berada diatas meja. Memakannya dengan santai.

"Iya maaf, mah." Anis menggelengkan kepalanya, dasar anak muda.

Anis menguap sembari menatap pada jam di dinding, Anis mengerut kemudian memandang Rara yang sudah tepar tertidur dikarpet dengan kedua kakinya yang terbuka lebar memperlihatkan celana dalam berwarna putih miliknya.

"Udah jam 12 ya, pantesan Rara udah tidur kelep gitu. Ini juga Ginda jadi nggak sih nginep, papah pasti udah tidur juga dikamar, ck. Masa aku yang harus angkat nih Rara, berat." Anis menggaruk kepalanya, dengan berat hati Anis lantas berlalu meninggalkan Rara untuk memanggil Ansar mengangkat anaknya itu.

Tidak lama Anis pergi meninggalkan ruang tengah, tiba-tiba pintu depan terbuka lebar, langkah kaki yang pelan menandakan bahwa seseorang itu sangat berhati-hati dalam langkahnya, kadang hal itu biasa dilakukan oleh seorang rampok.

"Ck, Rara." tidak. Rampok mana yang tau nama anak pemilik dari rumah itu, dan rampok mana yang seketika itu juga langsung mengangkat Rara kedalam gendongannya.

"Mas."

"Iya, sayang. Kebangun hm. Kenapa tidur diluar?" Rara mengerucutkan bibirnya manja. Ginda tersenyum lalu mengecup bibir Rara.

"Kekamar ya," Rara menganggukkan kepalanya dengan memeluk Ginda erat.

Anis menyeret tangan Ansar yang berjalan sempoyongan dibelakangnya, Ansar membuka matanya sipit, masih dalam mode ngantuk Ansar sampai tersandung meja saat Anis yang tiba-tiba berhenti.

"Pah."

"Hm..."

"Rara mana pah?" Anis meraba karpet yang sebelumnya menjadi tempat tidur Rara. Tidak ada Rara disana, kosong. Anis memegang lengan Ansar.

"Pah kita harus lapor polisi, Rara hilang!"

"Hah?" Ansar langsung membuka lebar matanya. Ansar dengan cepat bergerak menuju telepon rumahnya.

"Halo pak, saya melaporkan kasus penculikan anak saya, Rara.."




























Sarapan pagi🍴🍛☕

GIRA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang