PART 14

3.3K 152 0
                                    

Ginda meremas kuat rambutnya frustasi, matanya lelah memandang pada Rara yang sedang mengotak-atik komputernya. Ginda mengusap wajahnya, kemudian ia berjalan dan langsung mematikan komputernya. Rara melototkan matanya menatap Ginda yang berdiri disampingnya dengan aura negatif.

"Sudah ku bilang jangan sentuh apapun saat ikut aku kekantor, Rara." ujar Ginda masih pelan.

"Tapi kan aku cuman sentuh komputer Mas Ginda,"

"Iya. Tapi aku mau kerja, biarkan aku kerja, kamu duduk atau aku pulangkan pada orangtua kamu." Rara mengerucutkan bibirnya, Rara lalu menggeser duduknya dan menjulurkan lidahnya mengejek pada Ginda. Ginda menghela nafasnya, ingatkan ia bahwa calon istrinya itu masih dibawah umur.

"Wah, Pak Ginda bawa siapa nih? Halo adik manis." Ginda menggelengkan kepalanya kembali bekerja, membiarkan Samsir menggoda Rara. Kita lihat apa reaksi dari wanita itu.

"Apasih om-om. Nggak boleh bilang aku adik-adik manis, aku bukan adiknya om tauk, wlek." Samsir menganga lalu menoleh pada Ginda yang masih fokus pada pekerjaan nya.

"Gin, nggak dikasih makan ya nih anak orang, galak bener." Rara menjulurkan lidahnya pada Samsir dengan memeluk lengan Ginda manja.

"Eh lagian ya, aku itu bukan om-om. Kalau dibandingkan sama umur Ginda, masih cocok Ginda yang kamu panggil om bukan aku,"

"Emang ngapa, terserah Rara dong suka-suka Rara, wlek." Samsir hampir gemas ingin menendang kursi yang Rara duduki, namun jiwa pria nya beruntung hadir tepat waktu. Samsir menggelengkan kepalanya pusing lalu duduk di kursinya.

"Gin, tadi ada ibu-ibu telpon, katanya dana beasiswa yang bulan kemarin udah dicairkan belum?" Ginda mengernyit, tangannya mengusap rambut Rara, gadis itu sedang sibuk dengan dunia maya nya.

"Bentar aku cek," jawab Ginda lalu membuka emailnya takut ada kiriman penting.

"Belum kayaknya Sam. Kan kemarin udah dibilang sama sekretaris dari beasiswa itu, dana akan dicairkan pertengahan bulan april nanti."

"Iya. Ibu-ibu nya tuh yang pada bawel, nggak sabaran tau kok itu uang. Bakal nanti dikabarin atu-atu kalau uangnya udah cair." Ginda terkekeh mendengar omelan Samsir, laki kok mulutnya beo.

"Mas." Ginda menatap Rara yang sekarang menyusupkan wajahnya didalam dada Ginda.

"Iya sayang?"

"Rara laper mas," Ginda terkekeh menganggukkan kepalanya.

"Sam, aku sama Rara mau makan. Kamu ikut ngga?"

"Iih, mas jangan bawa-bawa om-om itu. Aku mau makan berdua sama mas, bukan bertiga." Rara mencebikkan bibirnya melihat pada Samsir dengan cemberut.

"Elah anak kecil, makan aja noh sama Ginda. Duluan aja Gin, aku nanti bareng sama yang lain aja, daripada nanti aku mati berdiri makan bareng kamu sama anak kecil, haha." Ginda menggelengkan kepalanya, Ginda pun berlalu menarik lembut Rara ikut bersamanya menuju warung makan dekat kantor.

"Mas."

"Hm?"

"Itu tadi om-om temen mas ya?"

"Iya, temen aku. Kenapa?"

"Mukanya jelek."

"Nggak boleh ngomong gitu, Rara. Nggak sopan dia lebih tua dari kamu. Aku nggak mau denger kamu ngomong kayak gitu lagi," Rara mengerucutkan bibirnya manja, Rara memeluk pinggang Ginda dan lalu menangis kecil didada Ginda.

"Mas Ginda juga mukanya jelek." Ginda tertawa geli mengusap rambut Rara. Dia terima kok.
























Cie nungguin ya😆

GIRA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang