#Chapter 6 : "Knowing the truth"

2.1K 93 2
                                    

- "Halo? Raka, Cafe penuh banget. Mungkin gue pulang malem. Sekitar jam setengah delapan. See you."

"Ya, okay. See you."

Raka memutuskan sambungannya. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Lalu mengeluarkan kotak kecil berwarna pink dari saku jaketnya. Ia membuka kotak itu lalu tersenyum dan kembali menutupnya.

Sekarang tanggal 4 December, yang berarti bulan depan adalah ulang tahun Shilla. Raka mengetahuinya dari Stevan dan Irene.

Raka melirik jam tangannya. Menunjukkan pukul 7. 15 WIB. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

'Apa lebih baik gue jemput aja Shilla? Di luar juga ujan. Dia kan buta jalan kalau udah ujan.'

Raka mencari payungnya. Nihil. Tidak ada payung yang dapat ia gunakan. Sepertinya Shilla menyimpannya di tempat yang tidak ia ketahui. Ia lalu berjalan keluar dan mengunci rumahnya. Lalu berlari dengan cepat menuju Cafe tempat Shilla kerja paruh waktu.

Cafe Hall Ways.

***
Shilla menatap hujan yang turun deras di depannya. Ia mengeluarkan payung dari dalam tas nya. Lalu memakai mantelnya. Ia membuka payungnya dan mulai berjalan dibawah guyuran hujan.

Halte bus sepi hari ini. Begitupun dengan jalanan yang lengang. Mungkin karena saat ini tengah hujan deras. Shilla selalu menyukai bau Hujan. Ia menghirup dalam-dalam angin dan menghembuskan ya perlahan.

Ia bergegas menuju rumahnya. Tidak sebenarnya. Mungkin lebih tepatnya rumah Raka. Ia baru pindah ke rumah Raka sebulan yang lalu karena rumahnya yang di jual paksa.

TING TONG!

tidak ada reaksi apa-apa dari dalam. Shilla mencoba mengetuk dan memanggil Raka namun tidak ada balasan apa-apa.

'Apa mungkin Raka keluar sebentar ya? Tunggu ajalah.'

Shilla menunggunya di luar. Hampir 40 menit lebih ia menunggu diluar. Udara dingin menggetarkan tubuhnya.

Hingga sebuah pesan masuk.

'From : Raka'

Shilla, lo dimana? Gue udah berdiri di depan cafe lo sejak sejam yang lalu. Belum kelar juga?

'Apa!? Jadi dari tadi dia nungguin gue di depan cafe dan gue nunggu dia di depan rumah? Berasa orang bodoh banget gue! Dia pasti kehujanan deh.'

Shilla dengan cepat memakai mantelnya dan pergi menuju Cafe.

***
Raka terus menunggu. Sudah sejam lebih 15 menit ia menunggu di luar. Jera juga, akhirnya ia bertanya pada salah satu karyawan yang keluar untuk membuang sampah.

"Mas, mas. Shilla mana ya? Belum kelar juga kerja nya?" Tanya Raka.

"Shilla? Oh Ashilla Kwon? Dia kan udah pulang dari sejam yang lalu mas. Katanya kakaknya nungguin di rumah jadi dia buru-buru pulang tadi." Ujar sang pekerja tersebut.

"Oh oke, makasih deh." Ucap Raka sudah dengan suara parau karena kedinginan.

Hujan masih membasahi tubuh tinggi dan kulit eksotis Raka. Kaos putih Raka sudah basah total. Beruntung ia masih menggunakan mantel, walaupun rambut hitamnya sudah berantakan.

Tiba-tiba sesuatu menutup atas kepala Raka sehingga air hujan tidak lagi mengenai pucuk kepala Raka. Dan ia merasa sebuah kain mengusap pipi kiri Raka.

"Shilla?" Ujar Raka parau.

"Aduh Raka gue minta maaf banget! Gara-gara gue, lo jadi kehujanan berjam-jam gini. Maaf banget! Sumpah gue ngerasa bersalah banget." Ucap Shilla khawatir.

Hello, Goodbye.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang