Scars

13.6K 2.3K 119
                                    





Huhu tangan aku sakit banget gak bohong.

Ini Alika! Anaknya Bapak Satya Pratama!

Meskipun udah Day 3 di RS, tapi tulang bahu aku yang patah masih berasa sakit banget. Nyeri, terus campur panas, tadi sempet berdarah dikit.

Jadi takut kalau dokter nya masang pen-nya gak bener deh.

Speaking about doctor, aku jadi keinget mama. Dari awal aku mau di operasi aku tuh kepikiran terus sama mama. Mama soalnya orthopedic, mainnya sama tulang patah dan teman-teman nya.

Mama tau aku kecelakaan dan patah tulang, tapi dia gak buru-buru dateng. Padahal dia sendiri dokter bedah. Dia ngerawat orang lain, sementara aku dibiarin dirawat orang lain.

Aku tau kok walaupun mama disini juga yang ngeoperasi tetep dokter lain, tapi seenggaknya aku mau mama disini. Aku mau mama tau keadaan aku secara langsung, gak cuma lewat chat aja. Aku mau ditanyain sakitnya dimana? Aku mau tidur ditungguin mama.

Denger kabar aku kecelakaan begini aja Mama tetep kerja, apalagi kalau aku cuma sakit batuk pilek ya? Gak digubris bisa-bisa.

Kayaknya kalau aku mati, mama baru buru-buru dateng.

Eh? Jangan bilangin ayah aku ngomong kayak gitu ya? Nanti ayah sedih.

Aku kadang pengen ngeluh soal mama ke Ayah, tapi Ayah sendiri bebannya ngurus aku sendirian udah berat. Nanti kalau aku cerita dia pasti makin sedih. Jadi selama ini aku diem aja, mencoba pura-pura gak peduli.

Sebenernya aku punya pertanyaan sama Mama, aku pengen tanya apakah sebenernya aku ini anak yang gak diharapin sama dia? Kenapa dia sampai segitunya kerja dan nomor duain anaknya. Kalau dia gak mau punya anak, buat apa dia nikah? Akhirnya dia ninggalin Ayah juga.

Aku percaya, Ayah itu orang yang baik. Dilihat dari cara ngajarin aku tentang hal yang enggak aku dapet disekolah, aku yakin Ayah itu orang yang bijak. Tapi kenapa dia harus ketemu sama Mama? My dad deserves better.

Dulu aku pernah ceritakan, aku gak masalah Ayah sama Mama cerai karena aku udah biasa tanpa Mama. Tapi kali ini aku udah gak bisa mentolerir lagi. Aku kecewa, aku marah, berbagai pertanyaan tentang arti kehadiranku buat Mama tiba-tiba muncul.

Aku bersyukur bisa lahir kedunia, tapi kenapa aku harus dilahirin Mama? Kenapa Ayah harus sama Mama?

Ayah, aku kasian sama Ayah. Dia harus ngurus aku sendiri. Dia harus berjuang sendiri. Semakin besar aku semakin tau, Ayah itu sayang banget sama aku. Cintanya Ayah sama aku itu gak ada yang ngalahin.

Kalian tau enggak alasan aku rajin belajar dan selalu nurut disuruh les ini itu sama Mama? Aku mau Ayah seneng, aku sadar aku belum bisa ngasih apa-apa sama Ayah. Makanya aku berusaha bikin Ayah bangga, aku mau masuk universitas bagus supaya Ayah seneng. Aku mau bikin Ayah bangga karena aku sayang Ayah.

Ayah bilang, Ayah harus kuat demi aku. Dan aku juga, aku harus kuat buat Ayah.

"Tangannya sakit lagi?" Tanya Ayah yang habis sholat isya.

Aku menggeleng sambil melempar senyum ke Ayah.

"Mau makan kue enggak?"

Aku mengangguk sambil menunggu Ayah motong kue di meja deket ranjang. Kemudian dia duduk disebelahku sambil menyuapkannya ke aku.

"Alika kenapa nangis lagi? Sakit lagi ya?"

Yang ada aku malah makin nangis.

"Makasih ya Yah, Ayah nemenin Alika terus dari kemarin."

Ayah kembali tersenyum, dia meletakkan piring nya lalu menyeka airmataku.

"Kamu nangis gara-gara itu?"

Aku ngangguk, "Iya."

"Gausah mikirin Ayah. Ayah gakpapa kok, lagian udah tugas orangtua ngurus anaknya kan?"

Tapi gak berlaku sama Mama.

"Ayah, habis ini aku beneran gak mau kontakan sama Mama. Gakpapa aku gak punya Mama, yang penting ada Ayah."

Ekspresi Ayah berubah menjadi sedikit muram. Sudut bibirnya menjadi turun, aku tau disana ada kesedihan yang gak bisa dia bagi. Sudah pasti Ayah selama ini nahan perasaan sedih dan kecewanya sendiri begitupun aku. Basically, we hold each other back.

Kami saling melindungi perasaan satu sama lain. Dan aku sadar juga kalau Aku dan Ayah selalu menyimpan perasaan sedih untuk diri sendiri

"Ayah gak boleh sakit, Ayah bilang itu buat Alika. Alika juga bakalan kuat buat Ayah! Pokoknya gak boleh ada yang bikin Ayah sakit termasuk Mama."

Mata Ayah mulai berkaca-kaca, "Maaf ya Ayah bikin kamu terluka."

"Ayah enggak salah, Ayah jangan nyalahin diri sendiri."

Ayah kemudian memelukku, "Alika juga gak boleh sakit ya?"

There's scars, but there's a way to survive. Because we have each other.

Satya and His DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang