She Said Sorry

12.5K 2.1K 162
                                    

Meja makan kali ini terasa lebih ricuh karena ada Om Jaerend dan Calvin. Aku tersenyum sambil menarik kursiku. Memperhatikan dua orang itu berdebat selalu menjadi favoriteku.

Keluarganya kecil Om Jaerend itu selalu terasa hangat. Bisa dibilang harmonis dan mungkin menjadi impian beberapa anak diluar sana. Pertengkaran pasti selalu ada, tapi pertengkaran yang terjadi cuma sebatas keributan kecil yang apabila esok hari tiba mereka sudah melupakannya.

Aku suka ketika Calvin mulai dimarahi Papanya, atau ketika Tante Putri mulai mengomeli dua laki-laki dirumahnya. Selalu lucu untuk disimak.

"Kemarin pasti Calvin gak bantuin masak?" tebakku.

Tante Putri menghela nafas sambil menatap Om Jaerend dan Calvin, "Gak ada yang bantuin Tante Al, habis bersih-bersih rumah mereka langsung pada tidur sampai sore."

Aku tertawa melihat Om Jaerend dan Calvin berbisik satu sama lain, kemudian Tante Putri melirik tajam kearah mereka.

"Ampun Nyonya..." gumam Calvin.

Kami semua kemudian hanyut dalam perbincangan ringan di meja makan kali ini. Semua, kecuali Mama.

Cuma Tante Putri yang ngajak bicara Mama. Sisanya, kami asik sendiri. Ayah juga enggak ada niatan untuk menyapa Mama, begitupun aku yang bahkan canggung untuk menatap matanya.

Diluar hujan turun dengan deras, jam terus berputar hingga menunjukkan pukul sembilan malam. Aku, Ayah, Om Jaerend dan Calvin duduk di sofa TV. Sementara Mama dan Tante Putri setelah mencuci piring mereka masih betah di dapur.

"Balik yuk?" ajak Tante Putri

"Haru, aku balik dulu ya. Diluar hujan, dari pada order kendaraan online mending minta dianter Satya atau nginep sama Alika."

Aku tercengang mendengar kata-kata terakhir.

"Ayuk, kita balik dulu ya. Opornya masih, besok tinggal kalian panasin aja," terang Tante Putri.

"Om balik dulu ya, THR-nya besok aja Al?"

"Gak usah dikasih THR Om, beliin aku kucing aja."

"Alika..." tegur Ayah.

"Ck! Kan aku minta ke Om Jaerend."

"Mau kucing yang kakinya pendek kayak Lulu-nya Kittisaurus!"

"Gak boleh," kata Ayah final.

"Gausah aneh-aneh. Mending lo pelihara Koi sendiri aja biar bisa digoreng sesuka hati," sambung Calvin sambil menampilkan wajah mengejek.

***

Kami terdiam canggung di ruang TV. Ayah tidak bergeming dari posisinya. Sementara Mama duduk di Sofa ujung sehingga menciptakan jarak lumayan jauh.

"Tadi Mama bawain cheesecake kesukaan kamu. Mau Mama potongin?"

Aku memutar bola mataku, Mama keliatan gugup.

"Enggak," jawabku.

"Mama kesini mau nengokin kamu."

"Selamat Hari Raya Idul Fitri ya Alika," lanjutnya.

Mama terdiam kembali selama beberapa detik.

"Mama minta maaf ya, Mama kangen banget sama kamu."

Diluar hujan semakin deras, sementara Ayah masih belum bereaksi.

"Umm... Cuma itu yang mau Mama sampaikan, Mama pamit dulu ya?"

Mama berdiri dari posisi duduknya, "Mas Sa-"

"Mau kemana? Diluar masih hujan."

Ayah akhirnya bersuara. Suaranya terdengar dingin, dan terasa menakutkan buatku.

Satya and His DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang