Waktu berjalan cepet banget, perasaan baru kemarin Alika masuk SMA. Baru kemarin juga dia minta difotoin pakai seragam putih abu. Tau-tau sekarang udah mau lulus aja.
Hari ini pengumuman SNMPTN, Alika dari kemarin udah harap-harap cemas. Bahkan dia selalu ngulang pertanyaan yang sama,
"Alika bisa lolos kan Yah?"
"Ayah, Alika kira-kira lolos enggaknya?"
"Yah, Alika bisa jadi maba FK tahun ini kan?"
Jam lima sore Alika tiba-tiba nge-chat.
Gue cuma bisa senyum aja nanggepin chat Alika. Mungkin dia punya kabar baik?
Jadi gak sabar mau pulang.
***
Setengah tujuh malem, gue baru sampai dirumah. Semua lampu ternyata masih mati, bahkan ruang tamu-pun masih mati.
Sepi gak ada suara TV atau suara music apapun dirumah. Bahkan kamar Alika terlihat gelap.
Anehnya lagi kelinci bernama Pili itu lagi ada dikandang. Tumben? Biasanya kalau belum jam sembilan kelinci itu masih dibiarin keliaran, dan kalau lagi apes bakal jadi korban gemes-gemesan Alika.
Perasaan gue jadi makin gak enak, waktu gue masuk kamar Alika. Alika kelihatan lagi tidur selimutan dengan penerangan lampu tidur.
Inikah alesan dia nyuruh Ayahnya cepet pulang?
Gue berjalan pelan mendekat, kemudian mengusap rambutnya pelan. Alika kemudian langsung terduduk. Matanya terlihat sembab. Anak itu kemudian memeluk gue dengan erat, dia mulai terisak.
Tangan gue mengusap punggungnya pelan, gue tau dia lagi kecewa.
"Udah, gakpapa."
"Kasian matanya dek, sampai sembab gitu."
"Maaf, Alika gak lolos. Maaf bikin Ayah kecewa," lirihnya terdengar amat menyesal
Gue malah tersenyum, "Enggak, siapa bilang bikin Ayah kecewa? Gak sama sekali. Kenapa harus minta maaf sama Ayah?"
Tapi Alika masih terisak.
"Sayang, gagal itu wajar. Kamu gak boleh nyalahin diri kamu."
"Tapi Ayah pasti berharap banget kan?" tanyanya.
Sejujurnya memang gue berharap, tapi gakpapa karena kadang harapan memang gak selalu sesuai dengan realita.
"Alika, gak semua orang bisa sukses hanya dengan satu kali mencoba. Mungkin kamu enggak masuk kedalam jajaran orang-orang itu, tapi kamu perlu tau nak. Setiap orang itu punya jalannya sendiri."
Alika kembali tersedu-sedu, tangannya menarik kemeja gue.
"Wajar kalau kamu kecewa, tapi Ayah yakin kok kamu itu disuruh ambil jalur lain karena ada skenario yang lebih baik buat kamu."
"Dikecewain sama kehidupan itu hal yang lumrah, hidup itu gak berjalan seperti yang kita mau. Kamu bakalan nemuin kejutan-kejutan yang kadang bikin sedih, kadang juga bikin seneng. Gak ada yang pasti nak. Kita cuma bisa berusaha, perkara hasil terkadang memang abu-abu."
"Ayah..."
"It's okay dear, you can make it! Masih ada jalan yang lain, kamu itu lagi diuji kegigihannya, jadi ayo semangat lagi."
Alika melepas pelukannya, "Tapi Alika takut."
Gue kembali mengusap rambut Alika dan membersihkan sisa airmatanya, "Jangan takut sama yang namanya kegagalan, semua orang pasti pernah mengalaminya."
"Percaya sama Ayah, Ayah juga pernah gagal kok."
Tangisannya mulai reda, kini tinggal nafasnya yang belum beraturan. Alika mencoba tersenyum, kemudian dia menangguk, "Nanti aku mau ganti jurusan aja boleh?"
Terakhir dia waktu daftar SNMPTN bilang mau ambil Kedokteran, sama Farmasi. Padahal beberapa minggu sebelumnya bilang males masuk FK karena mamanya.
Sejujurnya Alika ini, milih FK karena saran mamanya, kurang baik gimana? Dia mau bikin seneng mamanya meskipun akhirnya malah disakiti beberapa kali. Entah karena Mamanya, ataupun karena hasil yang Alika harapkan.
Dari awal, gue gak pernah ngelarang Alika ambil jurusan apapun. Gue cenderung ngebebasin anak itu buat milih masa depannya.
"Iya, gakpapa. Mantepin aja mau ambil apa, mau ambil FK lagi juga gakpapa nak."
Alika menggeleng, "Enggak Yah. Kayaknya aku emang gak direstui masuk sana."
"Lho? Ayah bilang apa barusan? Kamu lagi diuji kegigihannya. Tapi kalau kamu mundur, karena punya pilihan yang menurut kamu lebih bagus ya gakpapa. Jangan bilang gak direstui hanya karena satu kali gagal."
"Kamu tau mama kamu masuk FK lewat jalur apa?"
Alika menggeleng.
"Jalur mandiri, dan pilihan dia selalu sama."
"Kedepannya, mau ambil apa aja Ayah dukung kok. Boleh sedih, tapi gak boleh down. Oke?"
"Huhuhu, Ayah makasih!" Alika kembali berhambur kepelukan gue.
"Sama-sama sayang, jangan capek buat nyoba kemungkinan-kemungkinan yang bisa kamu ambil ya?"
Dia menangguk.
"By the way, kelinci kamu udah kamu kasih makan belum dek?"
"Oh iya! Belum Ayaaaah!"
°°°
Halo!
Maaf ya bahas topik ini. Buat yang lolos selamat ya!Dan buat temen-temenku yang belum berkesempatan, jangan bersedih, jangan patah semangat.
Aku enggak tau apakah ini ngebikin perasaan kalian lebih baik atau malah bikin sedih, tapi buat kalian yang masih berjuang dan mau berusaha, aku yakin pasti ada jalan lain. Pasti nanti aja jalan yang terbuka buat kalian. Dimanapun kalian diterima nanti ayo semangat dan jangan berkecil hati. Gak ada yang tau nanti gimana takdir ngebawa kita.
Intinya kita cuma bisa berusaha, lainnya Tuhan yang menentukan. Semangat semua!
KAMU SEDANG MEMBACA
Satya and His Daughter
Ficción GeneralSatya, single parent yang bercerai 9 tahun yang lalu ketika anaknya baru berusia 9 tahun. Ini cerita tentang hiruk pikuknya sebagai seorang ayah yang menjadikan putrinya sebagai dunianya. Enggak ada yang lebih penting dari Alika Giandra, putri semat...