Coba sambil denger yang di yaa~
Jimin membuka pintu kamarnya dengan santai saat Suster Shin sudah berdiri tegak di depan pintu. "Mau kemana?" tanya Suster Shin sambil melipat tangan di depan dada.
Jimin terlonjak, hampir saja mengumpat saking terkejutnya. "Suster, kau seperti hantu. Datang tiba-tiba."
"Ya, anggaplah begitu. Sekarang jawab pertanyaanku. Mau kemana?"
"Ke kamar Hayi. Kan sudah jadwal minum obat."
"Sudah izin?"
"Biasanya Hayi tidak perlu izin jika ke kamarku. Berarti aku juga tidak perlu izin kan?"
"Jangan sok tahu. Kau bukan Hayi. Sekarang, masuk kembali ke kamarmu atau aku yang akan menyeretmu."
"Tidak mau. Sebelum aku bertemu Hayi." Jimin tetap mencoba melangkah, tapi tubuh Suster Shin menghalangi jalan. "Suster?" Jimin menghentakkan kakinya. Suster Shin sebenarnya lemah sekali melihat Jimin yang menggemaskan begini, tapi ia harus menahan diri dan tidak boleh tergoda. Ia harus tetap tegas. Tidak boleh membiarkan Jimin keluar dari kamar. Jimin tidak boleh kelelahan karena hari ini adalah hari pemeriksaan. Hari yang menentukan apakah Jimin mengalami kemajuan atau tidak.
Dengan berat hati, Jimin kembali ke kamar. Menunggu dalam gelisah karena seharian tidak bertemu dengan Hayi. Biasanya, Hayi akan datang ke kamarnya. Sekadar mengajak bicara atau melakukan hal-hal sederhana bersama, seperti membaca buku, menonton film atau menunggu waktu untuk minum obat.
Jimin jadi ingat percakapannya dengan Hayi beberapa hari yang lalu.
"Jimin, nanti kalau aku sudah sembuh, aku boleh mengunjungimu disini?"
"Eum ... tidak boleh."
Hayi mengernyit. "Kenapa tidak boleh? Kok jahat sekali?"
"Untuk apa kau menjengukku disini? Kan aku juga akan segera keluar dari rumah sakit. Kita bisa bertemu di luar. Di kafe atau di taman. Banyak tempat yang menyenangkan di kota ini. Aku pernah lihat di internet kalau ada salah satu tempat yang biasanya dijadikan untuk syuting iklan atau film. Tempatnya bagus. Kita bisa bertemu disana. Lebih menyenangkan kan?"
Mendengar hal itu, Hayi jadi tersipu malu. Sejujurnya, yang Jimin paparkan membuat Hayi membayangkan cuplikan imajinasinya yang menghabiskan waktu bersama Jimin seharian di tempat-tempat indah. SUngguh romantis. Seperti sepasang kekasih. Tapi cepat-cepat Hayi menggeleng. Menghilangkan lamunannya. Ia harus kembali pada realita bahwa tidak ada yang romantis. Mereka juga bukan sepasang kekasih.
"Hayi? Hei!" Jimin mengguncang pundak Hayi, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Hehe. Maaf, maaf. Jadi semakin tidak sabar untuk keluar dari rumah sakit."
"Kau harus menungguku menyelesaikan pengobatanku. Tidak boleh meninggalkanku sendirian ya, Hayi."
Hayi mendelik. "Hei, aku kan sudah hampir menyelesaikan pengobatanku. Aku akan lebih cepat keluar karena aku ini anak yang patuh. Tidak sepertimu. Nakal." Hayi menjulurkan lidahnya. Tidak terima karena diejek begitu, Jimin menepuk kening Hayi hingga si gadis meringis lalu memukul lengan Jimin sebagai balasan.
Momen beberapa hari yang lalu itu membuat Jimin tersenyum sembari menunggu arahan dari Suster Shin, hingga akhirnya Suster Shin menggiringnya ke ruang pemeriksaan dengan menggunakan kursi roda.
Sudah seminggu Jimin tidak bertegur sapa dengan Hayi. Setelah hari pemeriksaan, Jimin harus dipindahkan ke kamar isolasi. Kondisinya tidak begitu baik.
![](https://img.wattpad.com/cover/209511056-288-k292508.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ORANGE
Short StoryBagiku, dia adalah definisi kesempurnaan. (Kumpulan cerita pendek)