Seven Days' Date : Eps 4

617 93 14
                                    

New episode! Dengan siapakah kencannya?

(short story)

Ting tong

Cepat-cepat Jia menyelesaikan dandanannya saat mendengar bel. "Sebentar!" teriaknya sambil merapikan kemeja putih yang ia kenakan.

Jia terkesiap saat melihat sosok yang hadir dengan sebuket bunga di tangan. "Selamat ulang tahun, Suster!" seru pemuda mungil dengan senyum merekah.

Jia tersenyum tipis. "Terima kasih, Jimin, tapi seharusnya kau tidak berkeliaran di luar rumah dengan kemeja seperti ini. Cuaca dingin di luar." Sergah Jia sambil mengambil buket bunga dari tangan Jimin.

"Kau juga memakai kemeja." Celetuk Jimin.

"Aku kan tidak masalah dengan cuaca. Lagipula, saat ke luar nanti aku akan memakai coat. Sedangkan kau? Mana jaketmu?" Jia mencubit pipi Jimin gemas. Jimin mengangkat bahu sambil meringis karena cubitan Jia. Ia memang terlalu bersemangat untuk membeli hadiah ulang tahun Jia hingga lupa membawa jaket.

"Suster mau pergi ke mana?" tanya Jimin.

"Aku ada urusan di rumah sakit sebentar. Kemudian, aku ada janji dengan teman."

"Boleh ikut?"

Jia memicingkan mata. "Anak kecil tidak boleh ikut."

Jimin berdecak kesal. "Bagaimana sih? Padahal aku kan sudah bilang jika aku akan datang ke rumahmu untuk merayakan ulang tahun." Protes Jimin sambil mengentakkan kakinya.

"Kan kau sudah ke rumahku. Sekarang, saatnya kau pulang. Lagipula, aku tidak terbiasa merayakan ulang tahun. Umurku itu semakin berkurang, bukan bertambah. Untuk apa dirayakan?"

"Suster ...." Jimin masih merengek. Jia memutar bola matanya malas. Ia benci setiap kali hatinya melemah jika melihat rengutan Jimin. "Kau sudah bilang ibumu jika kau ke rumahku?"

"Sudah."

"Yang benar?"

"Menurutmu aku berbohong?" Jimin mengangkat alisnya, memasang tampang sepolos dan sejujur mungkin. Setelah berdecak, Jia menarik tangan bocah itu dan menggiringnya ke ruang tamu. Cuaca di luar sangat dingin dan Jia tidak ingin Jimin tiba-tiba mengeluh sakit karena hal itu.

"Aku harus memastikan jika kau benar-benar sudah mendapat izin dari ibumu." Tukas Jia sambil mengambil ponselnya dari atas nakas di samping televisi dan menghubungi Minam.

"Ah, benarkah? Jadi si bungsu tidak bilang jika akan keluar ya?" Jia mengeraskan suaranya sambil melirik pada Jimin. Bisa ia lihat Jimin berdecak sambil menepuk pahanya pelan. Ketahuan sudah jika ia kabur.

"Baiklah. Akan kuantarkan dia pulang sebelum aku berangkat ke rumah sakit." Jia menutup telepon dan langsung mendapatkan tatapan tidak percaya dari Jimin.

"Aku kan sudah bilang aku akan kencan denganmu hari ini, Suster? Kenapa kau ingin mengantarku pulang?" protes Jimin yang diabaikan oleh Jia yang terus menyelesaikan dandanannya dan mengambil kunci mobil. Tanpa bisa berkata apa pun, Jimin mengikuti Jia yang melajukan mobil, mengembalika si bocah nakal kepada ibunya.

"Jimin! Kenapa tidak bilang-bilang pada Ibu jika kau pergi? Lihat! Tidak pakai jaket lagi. Kau ini! Nakal sekali." Omel Minam sambil menepuk bokong Jimin pelan. Ia tidak benar-benar marah, tapi tentu saja sangat cemas. Minam langung memegang leher Jimin, memastikan suhu tubuhnya sang putra.

"Maafkan aku ya, Suster Jia. Sudah merepotkanmu." Tutur Minam seraya membungkuk, tidak enak hati.

Jia tersenyum sambil mengibaskan tangan. "Ah, tidak masalah, Bu Minam. Sudah terbiasa dengan hal merepotkan seperti ini." Sindir Jia sambil melirik Jimin yang memautkan bibir di balik Minam.

ORANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang