My Destiny : 02

516 35 15
                                    

[short]

Membuka mata menjadi hal yang paling aku khawatirkan sekarang ini.

"Rumah sakit lagi," gumamku pelan. Aku menoleh dan langsung mendapat lirikan maut dari dokter kesayanganku. Ah iya. Kusebut dia sebagai dokter kesayanganku karena dia sangat pengertian. Setelah menjelaskan tentang keadaanku dan resiko yang mungkin akan aku alami, dokter Namjoon ini jadi lebih lembut saat bicara padaku. Tidak benar-benar lembut sih, karena dia masih mengomeli di saat aku datang untuk sekadar mengambil resep obat. Namun, dia menjadi kesayangan karena dia memahami niat baikku untuk tidak memberitahu apa-apa pada ibu atau keluarga lainnya.

"Kamu sudah dewasa. Semua keputusan ada di tanganmu. Mau terus terang, atau terus menutupinya." Perkataan dokter Namjoon membuatku berpikir sedalam-dalamnya. Jika aku mengatakan keadaanku, maka semua orang akan terpuruk dalam kesedihan. Aku akan dikekang, diperlakukan seperti pesakit yang tidak bisa melakukan banyak hal. Jujur saja, aku tidak siap akan hal itu. Namun jika tidak memberitahu, aku akan membuat kesakitan yang lebih parah setelah kematianku. Meninggalkan mereka tiba-tiba dan menorehkan luka penyesalan yang besar.

Ya, kupilih pilihan kedua saja. Meski menorehkan luka di akhir, tapi setidaknya aku bisa memerankan peran bahagia sejenak, sebelum aku tertidur pulas dan membuat drama hidupku yang menyedihkan berakhir.

Aku pulang dalam keadaan sempoyongan. Untung saja Taehyung mengantarku hingga benar-benar sampai di depan pintu masuk. Kuucapkan terima kasih tak berujung untuk pemuda satu itu. Dia adalah teman seperjuanganku yang tampan, tapi tidak pernah mendapatkan pacar. Aku akan membantunya mendapatkan tambatan hati sebelum aku mati nanti.

Bicara tentang mati, aku juga tidak memberitahukan ini pada Yurim. Mana mungkin aku membiarkannya tahu bahwa kekasihnya yang pas-pasan ini akan segera mati. Mungkin dia akan menangis tersedu, meratapi penjelasan dokter yang juga tidak pasti. Ya, dokter Namjoon adalah manusia. Penjelasan dari manusia tidaklah pasti, kan? Hanya keputusan Tuhan yang pasti. Kita tahu keputusan Tuhan? Iya, setelah apa yang Tuhan putuskan terjadi pada kita.

Aku membaca transkrip drama musikal yang akan kuperankan bersama Yurim di acara pembukaan gedung seni baru milik ibuku. Ibuku sangat berambisi untuk memiliki banyak gedung seni di kota, bahkan di dunia. Pembukaan gedung itu masih empat bulan lagi, tapi persiapan untuk penampilan sudah dari sekarang. Musikal bukan sesuatu yang remeh. Panggung musikal ini akan menjadi titik balik bagi kebanyakan orang yang terlibat di dalamnya. Jika ibuku puas, bisa jadi beberapa mahasiswa yang ikut berperan di dalam musikal itu akan ditarik agensi dan dijadikan selebriti. Tidak termasuk aku, karena aku tidak berminat untuk menjadi selebriti.

Yurim menggumamkan dialog sendiri. Masih proses menghapal, jadi kami fokus pada lembaran masing-masing. Namun tiba-tiba, Yurim meletakkan transkripnya dan menatapku garang. "Aku masih tidak percaya kalau kamu berniat untuk keluar dari musikal ini?"

"Peranku kecil di sini, Yurim. Tidak akan ada perubahan signifikan atau masalah besar kalau aku tidak ikut berperan. Aku hanya membantu jalannya setiap adegan dengan sempurna. Taehyung pun bisa membantu, jadi apa yang salah?"

"Yang salah adalah alasanmu. Tidak jelas. Latihan sudah berjalan sebulan dan tiba-tiba kamu mau mengundurkan diri. Maksudmu apa sih? Aku masih tidak habis pikir. Kamu juga tidak terbuka padaku akhir-akhir ini."

"Kamu pikir aku selingkuh?"

Yurim melipat tangan di depan dada dan memalingkan wajah. "Tidak ada yang salah dengan dugaan itu."

Aku terkekeh. Melihat wajah Yurim yang sedang kesal karena cemburu seperti ini membuatku senang. Lucu sekali wajahnya. Ingin kujadikan pemandangan sepanjang hidupku. Tidak ingin aku lepaskan. Namun aku selalu teringat jika pada akhirnya Yurim harus belajar melepaskanku dan seharusnya aku membantunya dari sekarang, iya kan?

ORANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang