3

2.1K 94 24
                                    

Happy reading readers.

Bunyi bel masuk berdering. Aku dan Seli telah selesai makan sedari tadi. Kini aku dan Seli sedang dalam perjalanan ke kelas sehabis dari toilet.

"Ayo Ra, bel sudah berbunyi" Seli berlari-lari kecil.

Aku menyusul langkah Seli, mempercepat langkahku.

Dalam perjalanan aku melihat sesorang juga menuju lorong arah kelasku.

Kalian bis menebaknya siapa?

Ali? Bukan, dia seorang guru, dia wanita berusia tiga puluhan, dengan
tubuh tinggi rampin dan rambut keriting.

Wow aku takjub dalam hati, sepertinya dia termasuk guru killer. Kemanakah dia melangkah, ke kelasku?

Astaga. Bisa jadi.

"Ayo lari Seli" aku menarik lengan Seli memacu langkahku.

Aku mengeluh dalam hati, guru tadi telah masuk ke kelasku.

"Permisi, maaf Bu, kami terlambat kami tadi dari kamar mandi" ucapku terburu-buru menjelaskan, aku jelas tidak mau mendapat masalah, apalagi di hari pertamaku.

Tak kusangka respon yang diberikannya malah tersenyum lebar, tak apa.

"Langsung duduk ke kursi kalian" wanita itu berseru tegas.

"Terima kasih, Bu" ucapku dan Seli bebarengan, lantas buru-buru duduk.

Kulihat si biang kerok, Ali telah duduk dikursinya, menguap lebar.

Dia akan tertidur lagi?

Pertanyaanku tidak terjawab karena guru didepan telah memulai kelas.

"Siang anak-anak" ucapnya tegas "Perkenalkan nama Ibu Selena, kalian bisa memanggil Miss Selena"

Hening. Murid-murid seakan tahu suasana di kelas seakan akan begitu tegang. Mungkin ada juga yang mengomentari tentang rambutnya yang keriting.

"Saya disini sebagai guru matematika kalian, kalian menyukai pelajaran tersebut? Tentu saja pasti tidak" Miss Selena tertawa kecil.

Suasana sedikit mencair akibat gurauan Miss Selena.

Huft, aku mungkin merasa akan kesulitan. Aku lebih menyukai bahasa dibanding Matematika.

***

Pelajaran matematika berakhir dilanjutkan pelajaran selanjutnya. Hingga bel bunyi berdering tanda pelajaran habis.

Aku dan Seli lekas memasukkan buku-buku kedalam tas.

"Ayo Seli kita pulang " aku berdiri. Berjalan beriringan dengan yang lain.

Tiba-tiba badanku ditabrak dari belakang. Aku terdorong ke arah Seli.

Aduhh. Siapa sih? Batinku kesal.

"Heh jalan lihat-lihat dong" Seli yang ternyata lebih dulu mengomel. Sambil berdiri kembali.

"Iya, kenapa sih? "aku lebih dulu membantu Seli.

Aku dan Seli melihat ke kananku, tak ada siapa siapa. Lantas menoleh kedepan.

Tak kusangka ternyata Ali yang menabrak.

Dasar menyebalkan, biang kerok, tukang cari masalah. Aku menggerutu.

Dia yang ku lihat dengan tatapan jengkel hanya nyengir tak bersalah.

"Heh minta maaf dong, kamu yang nabrak dulu" Seli masih mengomel.

Betapa kagetnya Seli, anak itu malah melanjutkan berlari.

Seli menatap bengong, tak percaya.

"Sudahlah Seli, mungkin tabiatnya memang begitu, tukang cari masalah. Lebih baik kita tidak dekat-dekat dengannya, nanti ketularan bermasalah" Aku menghembuskan nafas. Kesal.

"Baiklah, Ra ayo kita lanjutkan"

Baru saja kami akan melangkah terdengar ribut ribut didepan.

Ada apa? Aku heran.

Aku segera menyusul Seli yang melesat lebih dulu.

Astaga! Lihat lah didepan.

Kalian takkan percaya dengan apa yang kalian lihat.

Lihatlah sekali lagi, Ali! Ya Ali, si Biang Kerok sedang berdebat. Tak main main dengan kepala sekolah.

"Kamu kenapa heh, tidak sopan menabrak orang lewat" Pak kepala sekolah menatap tak suka.

"Bukannya saya tadi sudah meminta maaf dengan bapak, urusan selesai bukan?"

Aku mematung di tempat. Seli menatap tak percaya.

"Kamu! " Pak Kepala Sekolah menunjuk Ali marah setelah Ali menjawab acuh"betapa tidak sopannya kamu!"

"Saya sudah minta maaf tadi Pak, bukan salah saya menabrak Bapak, Bapak saja yang tadi lewat lorong lalu berbelok" Ali menjawab datar.

Astaga anak itu. Aku geram dasar tidak ada takut takutnya.

"Kamu ikut saya sekarang" Pak Kepala Sekolah melangkah pergi, diikuti Ali.

Kerumunan bubar, entah sejak kapan dari tadi berkumpul menyaksikan kejadian heboh tadi.

Beberapa ada yang terkagum kagum, ada juga yang menatap prihatin, ada pula yang terlihat marah, ada juga yang berdecak menggeleng geleng, bermacam macam reaksi.

Aku sendiri menghela napas. Puuh.

Dasar anak itu.

Seli berbisik padaku "Ra, kasihan ya Ali"

Aku menoleh ke Seli. "Apanya yang kasihan, Seli. Jelas jelas itu salahnya jalan cepat terburu buru" aku menatapnya heran, padahal baru saja aku dan Seli ditabrak tadi.

"Pasti dia bakal dihukum, jangan jangan dikeluarkan" Seli malah mikir yang tidak tidak.

"Tidak Seli, menurutku dia pasti akan berargumen tidak sengaja dan mempertahankan argumennya dia pasti akan membela diri" aku sebenarnya setengah juga kasihan setengah juga masih sebal.

"Mungkin dia akan diskors" kata sesorang didepan kami.

"Bisa jadi. Wah berani sekali dia ya" temannya tertawa.

Aku memutuskan melangkah cepat, menunggu angkot datang. Memutuskan untuk tidak peduli.

Setelah menunggu sejenak angkot datang, aku segera naik disusul Seli.

***
Gimana, Ali hebat ya berani sama kepsek. Salut deh sama keberanian Ali. Hehe. Kalo kalian lihat adegan itu gimana reaksi kalian?

RaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang