17

909 57 9
                                    

Maap ya readersku, baru up hehe:)

Aku dan Seli merapikan alat yang digunakan. Pun aku juga merapikan rambut yang menjuntai diwajahku, kusampirkan ke telinga.

Mama sudah memanggil dari dapur.

Saatnya makan siang.

"Ayo Seli, kita makan siang dulu. Isi tenaga" Seli berdiri, menepuk perutnya.

"Ayo Ra aku juga sudah lapar"

Seli berjalan mengekorku. Aku menuju wastafel untuk cuci tangan, pun juga Seli.

"Sini Ra, Seli Mama masak banyak"
Mama melambaikan tangannya.

"Ah jadi merepotkan tante" Seli beneran berkata tulus, bukan basa basi. Walaupun dia tadi bilang sudah lapar tapi maksudnya tidak terlalu sebanyak ini. Cukup yang biasanya.

"Nggak papa, sekali-kali. Ayo jangan sungkan, perlu tante ambilkan?"

"Ah tidak terimakasih tante" Seli mengambil nasi setelah aku mengambil dulu.

Setelah piringku dan piring Seli penuh Mama giliran yang terakhir mencentong untuknya.

"Seli dimana rumahnya?" Mama yang membuka topik.

Seli menyebut rumahnya.

Mama mangut-mangut mendengarkan.

Percakapan seputar Seli, aku lebih banyak diamnya, menyimak.

"Kalian tadi ngerjain tugas apa, dilihat-lihat banyak alatnya" Mama membanting stir percakapan.

"Tadi tugas dari Bu Shaula Ma, guru bahasa" aku yang menjawab.

"Iya tante, suruh bikin kerajinan, dividio gitu cara buatnya. Dan sekarang udah selesai untungnya. Kita bikin lampion" Seli menambahkan, dia makin akrab dengan Mama.

"Iya Ma, Seli mahir lho sama listik dia paham katanya, sejak kecil"

"Wah hebat Seli" Mama memuji Seli.

"Ah bukan apa-apa tante" Seli merendah.

"Masih ada tugas lagi?"

"Masih tante"

"Tapi mungkin kita bisa lanjutkan nanti malam Seli, bukanya menunda tapi aku ingin melakukan sesuatu denganmu" Seli mengerutkan dahi bingung.

Aku hanya tersenyum.

"Yasudah selesaikan dulu makannya" Mama berseru, memutuskan tidak bertanya.

Aku dan Seli bergegas menghabiskan makanan. Meletakkan piring kotor ke dapur dan mencucinya.

"Sini kubantu Ra" Seli menawarkan.

"Tidak papa Seli, aku saja" aku menggeleng.

"Beneran Ra?" Seli memastikan. Aku mengangguk.

Selesai aku pamit pada Mama untuk keatas sebentar, Seli kusuruh duduk diruang tamu. Mama menemani Seli, mengajak ngobrol lagi.

Aku mengambil sesuatu di meja, lantas segera kubawa turun.

Kedatanganku menghentikan sejenak obrolan Mama dan Seli.

"Eh Ra katanya tugasnya mau dilanjutin nanti malem, kenapa malah bawa laptop?" Mama heran.

"Ra nggak mau ngerjain tugas kok" aku tersenyum menatap Seli. Seli makin mengerutkan dahi. Mau apa Ra?

"Aku cuma mau melaksanakan sesuatu yang sempat tertunda. Dulu kan aku bilang mau nonton drakor sama Seli pas ngerjain tugas biologi. Tapi karena keasyikan ngobrol sama Mamanya Seli jadi lupa. Nah sekarang aku mau memenuhi perkataanku yang waktu itu mau nonton drakor denganmu Seli"

Ekspresi Seli setelah mendengar penjelasanku antara senang dan terharu. Senang karena dengar ada kata drakor dan terharu karena aku memenuhi ucapanku waktu itu.

Iya, Ra yang waktu itu bilang mau ngelakuin sesuatu sama Seli itu nonton drakor.

Sementara ekspresi Mama bingung, entah bingung dengan ucapanku atau bingung dengan kata drakor. Mama jarang menonton drama seperti itu.

"Makasih ya Ra, kamu masih ingat"

Aku tersenyum tulus.

"Drakor itu apa Ra?" Mama ternyata tidak sama tahunya denganku.

"Drakor itu drama korea tante, tokohnya yang main ganteng pokoknya. Ikut aja nonton seru deh dijamin" Seli promosi, menularkan virus drakornya. Sementara Mama terlihat tertarik.

Jadilah sehabis makan itu kami habiskan menonton drakor, Seli yang memberitahu apa yang bagus ditonton. Sesekali Seli menjelaskan, Mama juga senang, bahkan berniat berlangganan tv kabel-dan besok-besoknya Mama benar-benar berlangganan tv kabel, walau Papa ngomel tapi Mama tetap nonton, mencuri waktu saat sore santai.

Aku ikut senang melihat Seli senang. Aku sudah menunaikan janjiku waktu itu, walau tertunda.

***

Malamnya, makan malam.

Papa  bergabung, jadi topik yang dibicarakan makin hangat. Papa pandai membuat gurauan membuat meja maka dipenuhi tawa.

Papa bertanya banyak juga pada Seli. Tentang Papanya Seli yang ternyata kenal dengan Papaku.

Mama dengan semangat mengusulkan berlangganan tv kabel, Papa awalnya setuju saja.

Selesai makan aku dan Seli pamit keatas. Membawa lampion yang tadi dibuat. Sisa bahan yang tersisa sudah kubersihkan tadi.

"Pa, Ma Ra sama Seli keatas ya, mau melanjutkan tugas" aku menarik Seli kekamarku.

"Mari om, tante" Seli terseyum ramah sebelum menyambut tanganku.

Seli sudah tahu letak kamarku, tadi dia juga mandi disana.

"Kita belum membuat langkah-langkahnya dalam bentuk tulisan Ra"

"Biar aku saja Seli, nanti kamu bisa menambahkan kalau ada yang kurang. Kamu bisa mencicil mengumpulkan informasi tentang pahlawan, tugas dari Bu Ati. Aku sudah selesai tinggal menulisnya kembali"

Seli terlihat senang.

Aku mulai sibuk menulis laporannya, sesekali bertanya Seli. Hingga setengah jam laporan itu selesai.

"Waktu itu disuruh buat biografi bukan Ra?" Seli menyela menulisku dengan bertanya, ia sedang mengingat-ingat. 

"Iya Seli"

Aku meregangkan tangan sebentar. Seli sepertinga juga sudah selesai mengumpulkan informasi, tinggal menulis dengan rapi.

Aku mulai mengerjakan tugas Bu Ati, lumayan banyak yang harus ditulis. Sesekali aku berhenti lalu melanjutkan lagi.

Hingga pukul sepuluh akhirnya tugas kami selesai.

Vido juga sudah kami edit dengan laptopku, tadi sewaktu selesai menonton drakor sempat aku dan Seli selesaikan.

Seli sudah terlihat lelah, jadi aku memutuskan menawarkan tidur.

Kedua kucingku sudah meringkuk pulas.

Aku menggosok gigi dan cuci muka, selanjutnya baru Seli.

Tempat tidurku cukup lebar, jadi muat bila diperuntukkan berdua.

"Ra" Seli memanggil pelan.

Aku menoleh pada Seli disampingku. "Iya Seli?"

"Makasih ya Ra kamu menepati perkataanmu, padahal aku tahu kamu sebenarnya tidak terlalu suka drakor" Seli menatapku penuh penghargaan.

"Sama-sama Seli. Sudahlah sekarang tidur saja"

"Iya Ra, selamat malam"

"Selamat malam juga Seli"

Setelah itu hanya terdengar napas teratur Seli, sementara aku masih menatap langit-langit kamarku, memikirkan kejadian hari ini. Sungguh aku iri dengan Seli yang mudah terlelap sementara aku harus memikirkan banyak hal baru kelelahan dan jatuh tertidur.

***

Mimpi indah kalian berdua.

Buat para readers dapet ucapan juga dari Raib: mimpi indahh.

Vomment jangan lupa

RaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang