13

1.1K 58 4
                                    

Aku dan Seli sekarang masih duduk di bangku.

"Ayo Ra, kita ke kantin" Seli masih membujuk.

Sebenarnya aku kasihan dengan Seli yang sedari tadi membujuk, tak tega. Tapi masih ada sesuatu yang hendak kulakukan sebentar.

Satu persatu teman-teman kelasku keluar.

Menyisakan aku, Seli, dan Ali yang entah sedang menulis apa di bukunya.

Eh, Si biang, eh maksudku Ali membawa buku? Tidak percaya, bahkan yang kutahu selama beberapa pelajaran guru saja ia enggan untuk mencatat.

Aku buru-buru mengeleng, fokus.

"Sebentar dulu ya Seli" aku berkata pelan pada Seli, yang dibalas dengan tatapan mengernyit, dengan alis diangkat.

Aku tidak menjawab, memilih segera melakukan hal yang ingin ku lakukan.

Seli tanpa banyak bertanya segera mengikutiku.

Kalian tahu apa yang ingin kulakukan?

Yap aku tersadar dari perkataan Papa tadi pagi, aku ingin minta maaf dengan Ali.

Aku melangkah pelan, Seli juga akhirnya tahu aku hendak kemana. Aku sengaja memelankan langkah, sambil meremas tangan, gugup. Pikiranku sibuk memikirkan kata-kata yang hendak aku ucapkan.

"Mau apa sih Ra?" Seli berbisik, melihatku yang terlihat gusar.

Aku menghembuskan nafas pelan, bersiap.

"Ada apa?" bukan Seli yang bertanya tapi Ali. Nadanya datar. Namun ia tak menatap kami berdua, masih fokus dengan tulisannya. Aku tidak bisa membacanya, hanya Ali yang bisa.

Aku terkejut, buru-buru tersadar dengan tingkahku, memperbaiki.

Aku baru berniat menyapa baik-baik, menanyakan kabarnya. Namun urung.

"Kalau kalian datang hanya untuk menggangguku, maaf aku sibuk" Ali berkata ketus, merasa terganggu.

Aku yang semula hendak meminta maaf langsung menyesal hendak minta maaf, pasalnya Si Biang Kerok seperti itu reaksinya. Aku jadi kesal sendiri.

Siapa coba yang tidak kesal jika kita berniat baik malah mendapat respon yang kurang mengenakkan, padahal orang tersebut belum tahu ingin berbicara apa. Memang itu artinya sifat aslinya menyebalkan bukan?

"Aku hanya ingin minta maaf, tentang menilaimu buruk. Itu saja"

Aku mendengkus, berbalik, melenggang pergi keluar kelas. Meninggalkan Ali yang hanya menaikkan alisnya, lantas segera fokus pada tulisannya.

Seli menyusulku, segera bertanya apa maksud tingkahku tadi.

Aku menghela napas pelan, menetralkan diri. Entah Ali paham maksudku atau tidak yang penting aku telah minta maaf padanya.

Seli yang sedari tadi masih bertanya padaku, kini kupandangi dengan kesal, ayolah Seli biarkan aku menghela napas dulu. Setelah tenang lantas menjelaskan maksudku tadi juga terkait ucapan Papaku tadi pagi.

Seli hanya mangut-mangut mendengarnya. Nyengir.

"Oh begitu ya Ra, iya sih Ali menyebalkan, padahal belum tahu apa yang hendak kamu bicarakan tadi" komentar Seli tidak mempengaruhiku. "Sudahlah memang begitu tabiatnya, kita ke kantin saja, aku lapar. Ayo Ra ku traktir bakso nanti" Seli menepuk-nepuk perutnya.

Aku hanya sebal karena Seli menanyaiku terus-terusan, bukan sebal beneran. Aku mengikuti Seli ke kantin bukan karena tertarik traktirannya melainkan ingin menjauh dari kelas segera. Memikirkan hal lain, selain Ali yang menyebalkan.

***

Aku selesai makan dengan Seli lantas segera masuk ke kelas.

Aku dan Seli segera duduk, banyak teman kelasku yang sudah didalam, tadi aku dan Seli sedikit lama akibat kejadian dengan Ali tadi di kelas.

Aku sebenarnya sudah melupakan kejadian tadi, hingga aku ingat tentang mimpiku yang ada Ali didalamnya.

Tapi pikiran lain datang, mengingatkanku sikap Ali tadi, aku jadi ragu. Biarlah, toh itu hanya mimpi.

Pelajaran berlanjut, tidak ada kejadian menarik lagi hari itu.

Hingga bel bunyi berdering, Bu Ati segera membubarkan kelas.

"Oh untuk PR kalian Ibu ingin kalian membuat biografi tentang pahlawan yang telah berjasa untuk negara, juga jasa-jasanya yang telah mengubah kehidupan sekarang, ada yang ingin ditanyakan?" Bu Ati bertanya pada murid-muridnya, tak ada sahutan. "Kalau begitu, Ibu anggap kalian sudah paham. Selamat pulang, hati-hati dijalan" Bi Ati melemparkan senyum sekilas, lantas hilang diantara kerumunan anak yang ingin segera pulang.

Aku dan Seli pulang bersama, naik angkot. Memikirkan tugas tambahan tadi melupakan kejadianku dengan Ali.

"Oh ya Ra kita jadi mengerjakan tugas bersama, sekalian tugas dari Bu Ati, bagaimana?" Seli terlihat pusing. Tugas yang satu belum selesai, tugas lain sudah menunggu.

"Iya Seli, kamu jadi menginap kan?"

Seli mengangguk.

Aku teringat rencanaku.

Eh aku belum memberi tahu Mama, apakah Mama akan mengizinkan? Bagaimana bila tidak padahal Seli sudah kuajak.

Aku juga bingung belum tahu akan membuat apa di tugas bu Shaula nanti.

Angkot berhenti mendadak, aku yang melamun kaget. Hampir terantuk.

Seli turun, membayar tarif angkot bahkan membayarkanku.

"Duh tidak usah repot-repot Seli" aku keberatan.

"Tak apa Ra, sekali-kali" Seli mengembangkan senyum, turun melambaikan tangan.

Aku sampai dirumah, turun, berkata telah dibayarkan tadi.

Aku melangkah masuk.

"Ra pulang Ma"

Melepas sepatu lantas mengelus kedua kucingku yang menyambutku.

***

Sebenarnya apa sih yang mau Ra rencanain? Ada yang bisa nebak?

Vomment yang banyak ya.

RaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang