20

1K 60 29
                                    

Minggu depan.

Hari ini adalah hari dimana kami mempresentasikan apa yang kami buat dengan video, ditampilkan melalui proyektor. Serta hasil yang kami buat dibawa.

Aku telah membawa lampion hasil karyaku dengan Seli. Setelah selesai pembuatannya yang kami akhiri dengan membuat kue pada esok hatinya. Namun kue kedua kami gagal, akulah penyebabnya. Aku tak tahu ada minyak dilantai yang membuatku terpeleset. Aku secara refleks memegang Seli yang ada disampingku. Kami masing-masing membawa satu loyang berisi adonan brownis yang siap dikukus. Nahasnya kami jatuh sakit, lantas badan terkena tumpahan adonan. Tapi itu mungkin akan menjadi cerita lucu suatu saat nanti. Setelahnya kami bersih-bersih dapur dan badan, Seli kupinjami bajuku karena tidak membawa baju ganti yang lain lagi. Selang beberapa lama Mama Seli menjemput, beliau mampir dan mengobrol dengan Mama agak lama. Mama Seli membawakan bingkisan katanya sebagai tanda terimakasih pada Mama. Mama ingin menolak tapi tak enak hati sudah dibawakan makanan malah ditolak. Sepulangnya Mama membawakan kue lapis yang tadi dibuat. Aku dan Mama mengantar sampai pintu gerbang. Berdadah ria lalu masuk ke rumah.

Itu kejadian minggu lalu, terkadang aku masih geli mengingat kejadian itu.

Hingga lamunanku diluputus oleh kedatangan Seli.

"Pagi Ra"

"Pagi Seli"

"Kamu berangkat pagi lagi?" Seli duduk lalu memasukkan tasnya ke laci.

"Iya Seli, Papaku semakin sering berangkat pagi, dipanggil Tuan Direktur" aku tertawa diujung kalimat.

"Kamu sudah sarapan Ra?"

"Sudah kok, aku tadi membawa bekal, sudah habis kumakan juga" cengirku.

"Kamu nggak bagi-bagi Ra" Seli cemberut.

"Memangnya kamu belum sarapan?" tanyaku.

"Aku selalu sarapan kok, tapi kan punyamu belum aku coba" Seli ikutan nyengir.

"Makan saja kamu Seli" kami tertawa bersamaan.

"Sudah kamu bawa kan lampionnya?" Seli bertanya was-was.

"Sudah Seli" aku menenangkan. Itulah sifat lain Seli selain menggodaku, yaitu suka khawatir.

"Untunglah" Seli tersenyum lega.

"Iya Seli"

Bel masuk pun berdering murid-muris kelasku langsung saja kembali ke tempat duduk masing-masing.

Pun Ali dia sudah masuk walau di detik-detik saat bel.

Bu Shaula muncul dengan senyum ramahnya.

"Selamat pagi anak-anak"

"Pagi, Bu" Kami menjawab serempak.

"Sudah siap presentasi?" tanya beliau.

Beberapa anak menjawab sudah.

"Ibu yakin kalian sudah mengerjakannya. Nah ibu akan panggil acak salah satu anggota dari kalian, tapi Ibu tidak akan memanggil semuanya hanya beberapa. Tapi kalian tenang saja Ibu pastikan akan melihat semua video kalian, dan menilainya" Seli entah kenapa pasalnya lega, mungkin karena tidak harus tampil pertama. Nama kami berdua diurutan terkahir.

"Ali, kamu maju pertama dan juga anggotanya"

Ali melangkah santai dengan baju kusutnya. Ali membawa satu flashdisk ditanggan kanannya. Hanya itu, tidak ada benda lain yang dibawanya.

Aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang dibuatnya ya? Aku sama sekali tidak bisa menebak. Apakah flashdisk itu yang dibuatnya. Tidak mungkin kan?

Seli menyikutku pelan. "Ali buat apa ya Ra? "

Aku hanya mengangkat bahu "Entahlah Seli aku tidak bisa menebaknya"

"Sama Ra, aku jadi penasaran. Apa dia membuat flashdisk ya? " tanya Seli lebih ke diri sendiri.

Proyektor telah dipasang, Bu Shaula sembari menjelaskan tadi sambil memasangnya, dibantu anak yang duduk di depan.

"Ali siapa anggota kamu?" Bu Shaula terheran-heran.

"Saya sendiri Bu"

Bu Shaula lalu hanya diam, paham dan memilih memperhatikan, juga tidak menanyakan barang yang dibuat oleh Ali. Bu Shaula akan segera tahu lewat video yang akan ditampilkan.

Ali mengutak-atik sebentar laptop dihadapannya. Ali duduk di kursi menghadap meja. Matanya fokus pada layar laptop. Dia tidak terlihat gugup sama sekali. Dia juga mengambil sesuatu dari sakunya, melakukan sesuatu.

Aku jadi semakin bertanya-tanya apa yang dibuat Ali.

Tak lama berselang muncul muka Ali dilayar proyektor, yang menjelaskan alat-alat yang akan digunakan.

Tapi, hei.

Ada juga tampilan kami juga yang sedang melihat viedeo, disamping tampilan video Ali di layar proyektor.

Kelas gaduh sebentar menebak-nebak apa yang terjadi, lalu hening saat sebuah benda melayang terbang, seperti sebuah drone. Yang kini terbang didepan menampilkan muka-muka terkejut kami. Iya itu drone sesuai penjelasan Ali di video. Drone, benda terbang buatan Ali tapi itu lebih kecil bentuknya dibanding drone pada umumnya. Bahkan suaranya senyap, tidak berisik. Ali memang membuat drone tersebut, Ali tidak mengedit videonya, itu memang real. Kami terkagum-kagum, bahkan aku. Bagaimana mungkin Ali bisa dalam waktu yang tidak lama? Aku jadi teringat saat Ali menulis dibukunya dengan semangat, setelah pelajaran Bu Shaula. Apakah itu ada hubungannya dengan Ali yang sedang merencanakan pembuatan drone ini sebagai karyanya? Dia benar-benar tak terduga.

Suara tepuk tanganpun menggema diruang kelas. Ali masih tetap memasang muka santai. Tidak terpengaruh, seolah-olah membuat drone-yang menurutku mustahil bagi anak sekolah membuat secanggih itu- adalah hal biasa. Tidak ada keren-kerennya. Padahal satu kelas bertepuk tangan heboh, bahkan Bu Shaula ikut memuji Ali.

"Kamu hebat Ali, bisa membuat drone secanggih itu. Ibu tidak akan bertanya bagaimana kamu membuatnya, karena tutorialnya ada didalam video, tapi yang Ibu tanyakan bagaimana kamu tahu cara membuatnya dan alat-alatnya dari mana?"

"Alatnya ada Bu, dan cara membuatnya dari sini" Ali menjawab santai, sambil menunjuk kepalanya.

Bu Shaula masih bertanya beberapa hal walaupun dijawab tidak serius oleh Ali.

Sementara aku masih menampilkan raut muka tidak percaya.

"Ali keren sekali Ra" Seli bahkan antusias.

Aku masih diam, masih tidak percaya Ali yang membuatnya.

***

Yah Ra, kamu belum tahu aja kalau Ali jenius. Hehe.

Ali emang tak terduga :D

Ali udah nongol nih dipart ini, ada yang mau diucapin ke Ali? Nanti saya kasih tahu ke Ali-nya.

Jangan lupa vomment.

RaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang