Maap ya baru bisa up.
Ada yang kangen Raib, Seli, atau Ali? Apa malah kangen authornya?(ngarep banget wkwkw)
Happy reading***
"Seli lain kali kamu jangan seperti tadi" aku tertawa.
"Tapi aku ingin memandang Mr. Theo dari dekat ra, ingin cepat" Seli membela diri.
Benarkan? Seli ingin memandang Mr. Theo dari dekat.
"Pokoknya lain kali tidak ada lagi, kamu sudah memandangnya kan, atau satu kelas akan menertawakan kamu kagi" aku menatap Seli, prihatin.
"Tak apa Ra aku ditertawakan, asal bisa memandang Mr. Theo" Seli mengedikkan bahu. Cuek.
Dasar Seli.
Tadi sehabis pelajaran Mr. Theo aku dan Seli ke kantin.
Memesan semangkuk bakso dan es teh masing-masing.
Kepul uap bakso membaui hidungku, enak.
Aku dan Seli sibuk makan dengan lahap, melupakan Seli di kelas Bahasa Inggris tadi, bakso ini lebih menarik.
"Oh ya Seli nanti aku tidak bisa pulang bareng denganmu" aku berkata, teringat sesuatu.
"Kenapa Ra?" Seli heran, biasanya aku bareng dengannya jika pulang.
"Kan aku nanti ada pertemuan klub menulis, jadi aku tidak bisa bareng" jelasku.
"Oh begitu ya Ra, mau ku tunggu?" Seli menawarkan.
"Tidak usah Seli, aku juga belum tahu seberapa lama pertemuan itu. Bisa jadi sampai sore, kamu kan tidak mau ikut, nanti kamu menunggu sendiri" aku menggoyangkan kedua telapak tanganku didepan, melarang Seli.
"Yakin Ra?" Seli memastikan.
Aku mengangguk. "Iya Seli"
"Oke Ra, semangat ya, aku mendukungmu" Seli mengepalkan tangannya, sambil mulutnya ber hah kepedasan.
Seli sedari tadi menambahkan banyak sambal ke mangkuknya.
Aku tertawa, mengangguk.
Seli memang teman terbaikku, bahkan sahabatku, akan ku sebut demikian sejak sekarang.
***
Pulang sekolah, setelah aku melambaikan tanganku pada Seli aku bergegas ke ruang tempat berkumpul.
Aku berjalan pelan, sendiri. Hanya aku dari kelasku yang ikut klub ini, sepertinya.
Setelah sampai ke ruang pertemuan, aku mengetuk pintu. Mengucap salam.
Beberapa anak menoleh padaku, aku hanya tersenyum.
Aku mengambil tempat duduk didepan. Sambil menunggu aku mengirimkan pesan kepada Mama.
Raib
Ma, hari ini Ra pulang jadi pulang sore, pertemuan Klub Menulis
Mama
Iya Ra Mama ingat kok, Mama belum pikunRaib
Hahaha, iya MaAku tertawa. Mama tetap tidak kehilangan selera humor.
Aku masih beberapa kali berkirim pesan dengan Mama, hingga guru pembimbing masuk.
Ada sekitar 30 anak disini, cukup banyak.
Guru Pembimbing mengucap salam, berkenalan.
"Selamat siang anak-anak"
"Siang Bu" kami menjawab semangat.
"Saya senang dengan semangat kalian, walau sudah siang jangan nglokro. Nah pertama perkenalkan nama Ibu adalah Bu Shaula, guru bahasa di sekolah ini. Mungkin beberapa dari kalian sudah tahu, karena saya mengajar beberapa kelas sepuluh"
Aku tidak menyangka ternyata guru pembimbingnya adalah guru bahasaku.
Guruku itu masih menjelasakan tentang beberapa hal dirinya.
"Jadi Klub Menulis adalah kegiatan mengembangkan bakat menulis. Kita akan belajar bagaimana agar sebuah tulisan ketika dibaca mudah dipahami namun tak meninggalkan kesan tulisan tersebut menggunakan diksi yang tepat, sehingga menjadi tulisan yang mudah dipahami dan indah"
"Kalian pasti tahu diksi bukan? Yap diksi adalah pemilihan kata yang tepat. Sebagai contoh pada kalimat ini" Bu Shaula menuliskan kalimat di whiteboard.
Pahlawan itu gugur di medan perang.
"Nah kata gugur adalah diksi yang tepat dalam kalimat tersebut. Bukan kata meninggal atau tewas"
"Ada yang bisa memberikan contoh lain?" Bu Shaula menatap seluruh anak.
Seorang anak mengacungkan tangan tinggi, percaya diri.
"Mentari pagi menyinari alam, menghangatkan setiap insan yang menikmati akan hangatnya pagi" abak itu berkata penuh irama.
"Jadi diksi pada kalimat itu terdapat pada kata 'mentari', kata matahari bisa diganti dengan mentari. Dan pada kata 'insan', kata manusia dapat diganti dengan kata insan" jelas anak itu dengan tangkas.
***
Aku pulang kerumah naik angkot.
Setelah tadi selesai pertemuan Klub Menulis kami diminta membuat cerpen sebagai tugas pertama kami.
Aku akan menyelesaikannya nanti.
"Ra pulang Ma" aku mengucap salam.
Segera masuk, meletakkan tas lantas bebersih diri. Kedua kucingku yang menyambutku ikut naik keatas.
Aku turun membantu Mama menyiapkan makan malam.
Makanan telah tersaji, piring dan sendok telah tertata rapi.
Kejutan.
Papa sudah pulang. Papa terlihat segar sehabis mandi.
Aku memeluk Papa.
"Papa pulang jam berapa tadi?"
"Papa tadi pulang jam 4 Ra, baru saja sampai. Waktu kamu pulang Papa baru mandi" Papa melepas pelukan "Wah wah, Papa jadi lapar. Papa kangen masakan Mama, dari kemarin makan masakan restauran terus" Papa duduk.
Mama mendekati meja juga duduk, aku juga.
Mama terakhir menyendok nasi dan lauk, setelah piringku dan piring Papa berisi makanan.
"Gimana pertemuan klub tadi Ra" Papa bertanya.
Eh Papa sudah tahu. Aku melirik Mama, beliau mengangguk. Mama yang memberi tahu.
"Seru Pa, dapet pengetahuan baru. Ra juga sudah kenal gurunya. Beliau guru bahasa Ra" aku menjelaskan.
Papa manggut-manggut.
"Teruskan Ra, Papa mendukungmu" Papa mengepalkan tangan. Aku jadi teringat Seli.
Seli juga mendukungku.
***
.
.
.
.
Gimana?Tanggapan kalian dong, hehe.
Vomment yang banyak ya, biar semangat nulis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Raib
Teen FictionKisah Raib, Seli, dan Ali. Kehidupan awal SMA, bagaimana mereka bertemu. Selamat membaca.