10

1.3K 65 11
                                    


Pagi hari, aku bangun seperti biasanya.

Mama meneriakiku dari bawah agar segera bergegas.

Aku turun ikut membantu Mama sebentar lantas segera sarapan.

Setelah selesai aku mengambil tas, salim pada Mama.

"Ma, Ra berangkat" aku mencium tangan Mama.

"Iya, hati-hati Ra" Mama berdadah padaku.

Aku tersenyum. Mama masuk kembali dengan pekerjaannya.

Tak beberapa lama kemudian angkot mendekatiku, aku segera masuk, duduk.

Terlihat beberapa temanku telah duduk manis disana, menyapaku basa-basi.

Aku menjawab mudah. Aku mengalihkan pandangan keluar. Lalu lalang pengendara lain, jalanan macet. Sopir angkot yang kunaiki menyelip kesana kemari, membuat pengendara lain berseru kesal. Sopir angkot hanya nyengir.

Angkot berhenti, masuk seorang anak, mengapaku.

"Pagi Ra"

"Pagi Seli" aku menggeser tempat duduk.

Seli duduk dijejerku. Papa Seli pulang hari ini namun terlihat capek, jadi Seli memilih naik angkot. Itu kata Seli tadi.

Angkot berhenti, aku dan Seli turun, membayar lantas berjalan masuk ke kelas.

Aku memasukkan tas kedalam laci meja.

"Ayolah Seli, ikut ya" pintaku, lebih tepatnya memohon.

"Tidak Ra" Seli menggeleng.

"Ayolah itu pasti seru" aku membujuk.

"Klub Menulis itu tidak seru Ra, hanya untuk anak yang suka membaca buku, aku bakal bosan" Seli nyengir

"Ada aku Seli, pasti akan seru" aku masih mencoba membujuk.

Seli mengeleng maaf.

"Baiklah Seli" aku menyerah Seli memang tidak mau.

Iya, dari kemarin aku mengajak Seli agar ikut Klub Menulis, tapi sampai hari ini Seli tetap enggan ikut, padahal aku sudah membujuknya.

Baiklah, tak apa aku paham. Ikut Klub Menulis harus berdasarkan minat, jika Seli memang tidak berkenan, seharusnya aku tidak memaksa.

Aku telah meminta izin Mama mengikuti klub ini.

"Boleh saja Ra, asal tidak mengganggu waktu belajarmu. Mama rasa itu juga bagus untuk mengembangkan minat. Sesuai dengan apa yang kamu suka, menulis"

Aku segera mengangguk, berjanji belajarku tidak terganggu.

"Mama rasa Papa juga bakal setuju selama itu positif"

"Makasih Ma" aku memeluk Mama.

Itu kejadian kemarin sore saat aku dan Mama dirumah.

"Maaf ya Seli, aku sejak kemarin memaksamu ikut padahal kamu tidak suka" aku menatap Seli.

"Iya Ra tak apa, aku juga minta maaf tidak ikut denganmu. Tapi walaupun aku tidak ikut klub itu, aku tetap mendukungmu Ra" Seli menatap tulus.

Terimakasih Seli. Kau memang terbaik. Batinku.

Kami sama-sama tersenyum.

***

Pelajaran Bahasa Inggris adalah pelajaran pertamaku hari ini. Aku senang pelajaran bahasa adalah pelajaran yang kusuka.

Sejak beberapa saat lalu guru bahasa itu masuk ke kelasku. Seli, iya Seli menatap terpesona.

Ya ampun Seli sampai menatap tak berkedip.

Aku menyikutnya. "Seli tidak sopan tahu" aku tertawa kecil.

"Ra ganteng sekali guru yang ini" Seli antusias berbisik.

"Morning class" guru itu menyapa hangat, menatap antusiasme kelas.

"Morning Sir" kami menjawab kompak.

"Oke, first of all let me introduce my self before"

(Oke pertama-tama izinkan saya mengenalkan diri terlebih dahulu)

"My name is Theo, you can call me Mr. Theo"

(Namaku adalah Theo, kalian dapat memanggil Pak Theo)

"I'm your English teacher. Today, I want you all to introduce your self. Because introduce self is our lesson in this morning, are you ready?"

(Aku adalah guru inggris kalian. Hari ini, aku ingin kalian semua mengenalkan diri. Karena pengenalan diri adalah pelajaran kita pagi ini, kalian siap?)

"Ready Mr" kami menjawab semangat.

"When you 'introduce self', you must standing in front of class. Say anything about you. But don't say about you all, so your friend's time up and just person that intorduce" Mr Theo tertawa, juga kami.

(Ketika kalian maju pengenalan diri, kalian harus berdiri didepan kelas. Katakan apapun tentang dirimu. Tapi jangan katakan semua tentang diri kalian, sehingga waktu teman kalian habis dan hanya seorang yang berkenalan)

Seli sejak tadi masih menatap terpesona, entah dia mendengarkan atau tidak penjelasan Mr Theo tadi. Dia bahkan tidak ikut tertawa.

Aku menyikutnya.

"Apa Ra?"

"Kita disuruh mengenalkan diri, itu pelajaran kita pagi ini"

"Wah, sekarang Ra?" Seli semangat.

"Urut Seli" aku menunjuk ke depan kelas, anak pertama maju.

Seli cemberut. Mungkin dia ingin segera memandang Mr. Theo dari dekat.

Seli berkali-kali maju, padahal belum jatahnya maju.

Berkali-kali pula teman-teman sekelas menertawakan.

Seli kembali ketempatnya dengan muka memerah menahan malu.

Dasar Seli.

***

Hehe, maap ya kalau susunan bahasa inggrisnya ada yang salah, atau katanya nggak bener malkumin ya saya orang Indonesia. Pokoknya intinya seperti itu, saya juga nggak translate, bukannya gimana-gimana tapi kadang translate itu suka nggak bener, soalnya ngartiinnya kalau translate itu perkata. (malah curhat)

Wuu gajelas. Maap hehe.

Jangan lupa vommet ya.

RaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang