1. Intro

22.5K 2K 260
                                    

[Sayang, aku mohon!]

[Sayang, sayang, gundulmu?!]

[Sayang, aku serius. Aku masih cinta sama kamu.]

[Tapi gue enggak, gimana dong?]

[Please, Tha! Kasih kesempatan satu kali lagi saja. Aku nggak bakal ngecewain kamu.]

[Bodo!]

Thalia menyudahi sesi pesan singkat itu dengan muka bersungut-sungut. Ia mencari kontak pria bernama Bayu tersebut di ponselnya lalu memblokirnya.

Baginya, seorang pria yang sudah berselingkuh, tidak layak diberi kesempatan kedua. Berbeda dengan dirinya yang punya pacar silih berganti tetapi tak pernah sekalipun pasang dua.

Perselingkuhan itu sendiri ibarat penyakit yang harus dibasmi sampai ke akarnya. Karena biasanya, sekali berbuat, sang pelaku akan mengulanginya lagi dan lagi. Masih pacaran saja sudah berani mendua, apalagi ketika menikah nanti?

Hah, bisa kiamat ini negeri!

Masih lekat di ingatannya saat ia terpaksa tidak menepati janji bertemu dengan Bayu, pria itu malah dengan santainya menggandeng perempuan lain. Thalia memergokinya sewaktu ia kebagian tugas membeli makan malam tim bersama Hanum, ketika mereka lembur gila-gilaan.

Saat itu juga, Thalia mendatangi Bayu dan tanpa basa-basi memutuskannya, tepat di hadapan pasangan kencannya. Ia tidak butuh pria dengan janji-janji manis tapi tidak setia, walaupun Bayu tergolong mapan dan bergaji digit dua. Toh, hubungan mereka baru juga berjalan tiga bulan dan dirinya juga belum kebelet kawin atau berada pada titik dimana orang-orang akan melabelinya sebagai perawan tua.

Umurnya baru dua puluh lima tahun, sedang dalam masa produktif untuk meniti jenjang karier. Masih banyak waktunya untuk menyaring pria-pria kece dan berkualitas di luar sana.

Thalia menggerakkan si tikus kecil itu ke kiri dan ke kanan. Untungnya, pekerjaan sebagai drafter belakangan ini menjadi lebih mudah dengan adanya perangkat lunak yang membantu pekerjaannya. Bayangkan pada zaman dahulu dimana teknologi belum secanggih ini. Para drafter harus menggambar rancangan bangunan yang njelimet itu secara manual dan itu menghabiskan banyak waktu.

Tetapi pada saat sekarang ini, drafter dengan meja gambar masih sering ditemui. Buktinya, ia masih memakai meja gambar dengan pensil, pena, kompas, protaktor dan perangkat lainnya tersebut bila dibutuhkan.

Mungkin, di dunia arsitektur sendiri, nama drafter terdengar kurang seksi. Bahkan banyak kaum awam yang bertanya-tanya, siapa itu drafter. Padahal, arsitek dan drafter adalah dua paket yang berjalan bersamaan. Tanpa drafter, seorang arsitek akan berjalan pincang. Begitupun sebaliknya. Kecuali, arsitek tersebut rangkap jabatan seperti bosnya yang bisa melakukan keduanya sekaligus.

Karirnya dimulai di kantor ini sejak tamat kuliah. Mendapat posisi sebagai seorang junior yang sering di-bully, bahkan tak jarang disuruh membuatkan kopi. Empat bulan pertama, hidupnya bak dalam neraka. Seringkali melakukan tugas di luar job desk yang terpaksa Thalia terima dengan anggukan kepala.

Sampai suatu hari, Alfaraz tanpa sengaja melihat gambarnya. Ia disuruh menerjemahkan kemauan pria tersebut ke dalam sebuah sketsa yang dikerjakannya dengan cepat. Apalagi keahliannya sebagai drafter sudah diasah secara otodidak sejak ia menginjak bangku SMA.

Thalia seketika mendapat nasib baik. Bulan depannya, posisinya merangkak naik. Tak tanggung-tanggung, langsung masuk ke dalam tim inti yang diisi para profesional muda.

Mendapat tugas sebagai juru gambar di bawah komando langsung dari Alfaraz, bisa dibilang anugerah sekaligus musibah. Ia dibayar dengan harga sepadan, dua kali lipat dari gajinya sebelumnya, ditambah bonus setiap kali proyek mereka selesai. Alfaraz memang bos yang perhitungan, tetapi tidak pelit berbagi pada anak buahnya. Hanya saja, mulut pedasnya seringkali membuat karyawannya tidak tahan.

Interlude - END (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang