9. You, Again?

9.8K 1.5K 176
                                    

"Gimana cewek kemarin? Aman?" cerocos Andre dua hari kemudian begitu sampai di apartemen Costa. Ia menghenyakkan bokongnya di sebelah pria berambut ikal itu.

Costa diam saja. Ia melanjutkan pekerjaannya yang tidak selesai kemarin sore. Menandatangani beberapa berkas dan laporan evaluasi dari divisi keuangan. Posisi direktur utama akan diserahkan kepadanya dalam hitungan minggu. Untuk itu, sang ayah mulai menyiksanya dengan pekerjaan agar saat itu tiba nanti, ia tidak terlalu kaget.

Untuk urusan Thalia, ia serahkan pada pak Diman sebagai perpanjangan tangan.

"Gue di palakin," jawab Costa tak lama kemudian. Bila dihitung-hitung, justru dirinyalah yang rugi banyak atas kecelakaan tersebut. Belum lagi harus memperbaiki bumper mobilnya yang rusak.

"Kena berapa lo?"

"Dua ratus ribu."

"Halah! Duit segitu anggap aja sedekah." Andre mencebik.

Costa termenung bertopang dagu. "Heran, kok ada, ya, perempuan yang begitu?"

"Begitu gimana?"

"Kayak nggak ada segan-segannya sama gue. Jutek melulu bawaannya."

"Dia nggak naksir sama lo, ya?"

Costa berdecak. "Boro-boro naksir. Ngeliat gue aja tampangnya serem."

"Kayaknya ilmu pesugihan lo mulai luntur."

"Kampret! Sejak kapan gue pakai begituan?" Costa melotot.

Andre tertawa terbahak-bahak. Memang ajaib jika ada perempuan yang tidak tertarik sama sekali kepada Costa. Selama ini dia dikenal sebagai perayu ulung. Mulutnya manis seperti madu. Gemar memanfaatkan banyak perempuan demi kepentingan pribadi. Entah itu mereka dari kelas menengah ataupun kelas atas.

Tetapi, perbuatannya hanya sebatas azas manfaat semata. Costa terlalu takut berbuat macam-macam atau ayah dan ibunya akan murka. Cukup sekali ia terkena karma, dijebak oleh Jennifer dan untungnya gagal membawanya ke pelaminan berkat bantuan Liona.

"Memangnya ponsel kemarin nggak ngaruh, ya?"

"Nggak," sahut Costa singkat.

"Makanya gue bilang, beliin ponsel yang biasa-biasa aja kenapa, sih?"

Costa menghela napas. Menyesal sekali rasanya. Niatnya mengganti ponsel Thalia dengan seri terbaru dan harga termahal, paling tidak dapat mengembalikan sedikit harga dirinya yang sudah terlanjur rusak. Ia berharap gadis itu bersikap lebih sopan dan manis terhadapnya.

Namun, jangankan merubah sikap, gadis kurang ajar itu berterima kasih pun tidak.

Sial sekali nasibnya!

Sesekali ia mengecek ponsel untuk melihat apakah Thalia mengiriminya pesan minta bantuan atau apapun itu. Nyatanya, ia malah diabaikan, seperti pungguk merindukan bulan.

Costa penasaran. Biasanya para perempuan antri untuk mendapatkan nomor ponselnya. Tapi gadis itu sama sekali tidak terpengaruh. Seakan kehadiran Costa hanya menyusahkan. Hal tersebut semakin membuat harga dirinya tercabik-cabik.

Andre mengeluarkan setumpuk kartu debit baru kepunyaan Thalia yang baru ia dapatkan kemarin. Jangan tanyakan bagaimana caranya. Keluarga besarnya terdiri dari para bankir di berbagai bank. Mudah saja baginya untuk berkongkalingkong.

"Heran, kartu debitnya banyak begini, pasti duitnya banyak."

"Nggak yakin gue!" bantah Costa mengingat bagaimana materialistisnya gadis itu bicara tentang uang sepanjang waktu. "Lo nggak cek saldonya?"

Interlude - END (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang