Chapter 11: Dokter Rana (versi lama)

2.3K 271 114
                                    

Motor matic milik Rana berhenti melaju tepat di depan sebuah rumah yang terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan itu. Ia mengeluarkan ponselnya untuk mengecek lagi alamat rumah Pak Raka yang sebelumnya Rana foto dari notes ponsel milik Bang Martin. Berdasarkan alamat itu, kira-kira di depannya adalah rumah yang disinggahi Pak Raka dan Rana pikir ia tak mungkin salah dikarenakan ia sudah menggunakan bantuan google maps selama di perjalanannya tadi. Lagipula ia sempat bertanya juga pada seorang satpam yang berjaga di komplek perumahan tersebut dan satpam itu mengiyakan kalau alamat itu sudah benar.

Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket lagi sebelum memandang ke arah rumah mewah dengan gerbang setinggi 3 meter berwarna hitam. Dinding pagar rumah itu berwarna abu-abu gelap sementara untuk warna dinding rumah tersebut justru didominasi oleh warna cokelat susu. Rumah 3 lantai tersebut tampak sangat besar untuk seseorang yang masih lajang seperti Pak Raka, ia tak habis pikir bagaimana bisa dosennya itu betah tinggal sendirian di rumah sebesar itu. Kalau Rana jelas saja ia tidak akan berani sendirian di rumah yang besar mengingat dirinya tergolong penakut. Tapi, seseorang seperti Pak Raka sudah pasti punya banyak uang untuk membeli rumah sebesar itu, kan?

Sejenak Rana masih menimbang-nimbang, apakah ia harus memencet bel yang ada di dekat gerbang rumah tersebut atau sebaiknya menunggu sampai seseorang dari dalam rumah itu keluar sampai melihat kedatangannya? Atau ... apa sebaiknya Rana teriak dari sini saja untuk memanggil Pak Raka agar pria itu keluar dari dalam rumah? Tapi, jelas sekali cara itu adalah cara yang salah. Jika Rana melakukannya hanya akan membuat tetangga mengira ia orang gila atau bagian terburuknya adalah Pak Raka keluar dari rumah dengan wajah penuh amarah. Lagipula Rana pikir itu adalah cara yang sangat norak. Sepertinya memang tak ada cara lain selain memencet bel di dekat gerbang saja daripada ia terlalu lama berdiam diri. Apalagi sekarang sudah pukul 14.15 WIB, rasanya kurang sopan jika ia berkunjung bila hari terlalu sore.

Cewek itu turun dari motornya setelah mencabut kunci motor dan memasukkan ke dalam ransel. Ia berjalan mendekati bel rumah Pak Raka dan memberanikan diri untuk memencet bel tersebut sebanyak 1x. Matanya berusaha mengintip dari celah-celah gerbang tersebut untuk melihat ke arah pintu utama rumah yang masih tertutup rapat, tak ada tanda-tanda Pak Raka akan keluar dari sana. Apa mungkin suara belnya tidak terdengar? Rasanya tidak mungkin. Ia kembali memencet bel itu sampai 3x lagi dan hasilnya pun tetap sama, ia tak mendengar sahutan sang pemilik rumah dari dalam.

Hingga akhirnya Rana baru menyadari sesuatu yang tidak biasa. Ia melihat lampu-lampu teras, lampu taman dan lampu garasi menyala terang, bahkan sekilas Rana juga bisa melihat dari ventilasi-ventilasi pintu serta jendela rumah yang memperlihatkan kalau lampu-lampu di dalam rumah itu turut menyala juga. Aneh sekali jika Pak Raka sudah menyalakan lampu saat malam belum tiba. Sempat terpikirkan kalau ternyata pria itu sedang ke luar kota mendadak sehingga sengaja menyalakan semua lampu dan itu artinya Rana hanya dikerjai oleh Bang Martin. Tapi, ia melihat 2 buah mobil serta 1 buah motor terparkir di garasi yang cukup luas itu.

Jelas sekali ia tahu mobil dan motor tersebut. Rana ingat kalau motor Nmax yang ada di sana pernah dikendarai Pak Raka saat pria itu mengantarnya pulang ke kosan dari restoran Bu Seruni sekitar 3 minggu yang lalu, begitupun dengan sebuah mobil SUV Mercedes-Benz yang biasa dikemudikan oleh Pak Raka ke kampus. Bahkan sepertinya semua mahasiswa Fakultas Hukum di kampusnya pun tahu jika mobil itu adalah mobil Pak Raka. Tetapi, Rana tidak tahu dengan mobil sedan dengan merk yang sama di depan mobil yang biasa digunakan Pak Raka itu. Sepertinya mobil baru atau bisa jadi mobil lama yang jarang dibawa Pak Raka ke kampus. Yang jelas semuanya mahal.

Terlepas dari kemewahan kendaraan Pak Raka, singkat kata Rana bisa menyimpulkan kalau pria itu ada di rumah karena semua kendaraannya ada di garasi. Lain cerita jika ternyata Pak Raka punya kendaraan lainnya dan pergi ke luar rumah dengan kendaraan tersebut. Semoga saja Pak Raka bukan tipikal orang yang hobi membuang-buang uang untuk koleksi mobil ataupun motor, setidaknya Rana akan tahu jika Pak Raka memang tak ke mana-mana. Sejujurnya Rana mulai berpikir yang aneh-aneh sejak Bang Martin bicara tidak jelas soal keadaan Pak Raka, ditambah lagi sekarang Rana melihat semua lampu di rumah pria itu menyala terang padahal ini masih siang menjelang sore. Tapi, sebisa mungkin ia membuang pikiran jelek itu jauh-jauh.

ASDOS✅️ [Ebook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang