Chanyeol terlihat termenung, ia memandangi sebuah amplop yang memiliki lambang sebuah nama rumah sakit pada sudut kirinya, ini sudah dua Minggu setelah ia mengirimkan rambut renjun ke rumah sakit dan baru hari ini Chanyeol menerima hasilnya.
Chanyeol sungguh takut membuka benda yang terbuat dari kertas itu, bahkan saat ia mengambilnya dari rumah sakit Chanyeol tidak berani untuk sekedar mengintipnya dan akhirnya ia memutuskan untuk membawa amplop itu ke kantornya dan menunggu hatinya siap menerima apapun hasil dari tes itu.
Selama dua Minggu, setelah Chanyeol menyerahkan rambut Renjun dan juga beberapa tetes darahnya untuk diuji. Chanyeol pun tidak menemui Wendy maupun Renjun selama itu pula, karena Chanyeol tidak ingin terlalu berharap dan membuatnya semakin dekat dengan Renjun. Karena Chanyeol takut jika memang Renjun bukan anaknya dan ia akan merasa lebih kecewa mengetahui hal itu saat ia benar-benar sudah dekat dengan si mungil itu.
"Jangan dibuka deh" Chanyeol meraih amplop yang berada di atas meja kerjanya itu, dan langsung dimasukan ke dalam laci mejanya. Kenapa Chanyeol seakan begitu takut untuk membuka dan melihat isi dari amplop itu?
"Lagian, aku dan Wendy hanya melakukannya sekali, jadi tidak mungkin Renjun anakku, jangan terlalu berharap Chan" ucapnya pada diri sendiri.
Chanyeol mengambil pena nya, lalu meraih beberapa berkas dan diseret ke hadapannya. Chanyeol mencoba mengalihkan pikirannya, agar ia bisa melupakan amplop itu dan melupakan semua dugaan tidak benarnya.
Ya Chanyeol bukan takut membuka amplop itu ia hanya takut jika kenyataan di dalam amplop itu akan menghancurkan hatinya, karena sedikit banyak Chanyeol sudah berharap dan menginginkan Renjun untuk menjadi anaknya.
"Lebih baik aku tidak tahu, dan menjauhi mereka. Agar aku tidak menyakiti mereka lagi" gumam Chanyeol kembali. Meski kedua matanya tertuju pada deretan huruf pada dokumen itu, namun pikirannya terus melayang pada 'apa hasil tes itu'.
"Tapi bagaimana jika dia memang anakku? Aku pasti ingin langsung memeluknya saat ini juga, apakah Wendy akan mengijinkannya?" Chanyeol tak henti terus bergumam, di dalam pikirannya terdapat beberapa prasangka dan praduga. Seharusnya Chanyeol membuka saja hasil tes itu bagaimanapun hasilnya, toh itu adalah kenyataan yang harus ia terima.
"Aku mungkin sudah benar-benar mencintainya, sampai-sampai aku tidak ingin melepaskannya, semenjak pertama kita bertemu lagi" Chanyeol kini menopang dagunya, pena itu hanya ia ketuk-ketuk di meja. Ia tidak peduli lagi dengan dokumen itu, yang ia pedulikan sekarang hanyalah sosok Wendy, dan si kecil Renjun yang selalu sukses memenuhi pikirannya akhir-akhir ini.
Chanyeol kembali menurunkan tangannya, dan memegang pegangan laci mejanya. "Apa aku lihat saja" ujarnya ragu.
"Ah bodo amat, tinggal lihat saja. Jika pun hasilnya tidak cocok aku rasa itu masuk akal, kenapa aku begitu berharap" Chanyeol mencoba meremehkan keinginannya, walau sebenarnya hatinya sangat ingin hasil itu cocok secocok-cocoknya, karena Chanyeol sudah merasa jika ada ikatan yang spesial antara dirinya dan Renjun.
Chanyeol akhirnya menyerah, ia menarik laci itu sehingga amplop persegi panjang itu kembali terlihat. Chanyeol meraihnya, ia menghirup nafasnya dalam untuk mencari keberanian.
"Oke mari kita lihat" dia terus mengoceh untuk menghilangkan kegugupan, padahal cuma mau buka amplop saja, Chanyeol seperti akan pidato di depan presiden.
Chanyeol mengambil lembaran kertas yang masih terlipat rapi di dalam amplop itu, Chanyeol harus segera membukanya, sebelum keberaniannya runtuh kembali. Jadi tanpa aba-aba Chanyeol membuka kertas itu dan kedua mata tajamnya langsung memindai isi kertas itu dengan seksama.
Chanyeol membaca deretan huruf yang tertera di sana, terdapat nama dirinya dan juga nama Renjun, pertanda jika ini adalah hasil tes yang tepat. Lalu Chanyeol dengan ragu menurunkan pandangannya sampai ia melihat sebuah tulisan
KAMU SEDANG MEMBACA
whats should we do - (Wenyeol Ver) - [End]
Fiksi Penggemarbagaimana jika kau menikahi orang yang sama sekali tidak mencintaimu? tapi sekarang dia suamimu.