7. Calon Menantu

34.2K 3.6K 89
                                    

Mira diibaratkan sebagai mangsa yang selalu diintai oleh pemangsa dari jarak begitu dekat. Iya, itulah yang ia rasakan. Dan pemangsanya bukan singa biasa. Ia adalah raja singa dari raja-raja singa yang lain. Katakanlah sebagai penguasa.

Awalnya Mira tak dapat melihat itu karena Sean selalu terlihat kekanakan dan menyebalkan saat bersamanya. Meskipun sesekali dia memang menunjukkan sikap yang tak ingin dibantah, mengintimidasi dan otoriter. Tapi tetap saja seringnya ia seperti anak kecil.

Mira tidak tahu harus mengadu pada siapa. Yang ia tahu sejauh ini, ayahnya ternyata menaruh harap besar pada perusahaan Sean karena itulah mereka bekerja sama. Kalau Mira mengadu bahwa dirinya kerap kali diganggu oleh pria itu, yang ada malah jadi beban pikiran bagi ayahnya.

Lalu Arkan, meski Arkan tak akan memikirkan resiko apapun untuk menghadapi Sean, tapi Mira tahu kalau Arkan melawan Sean, tetap Sean yang menjadi pemenang. Entah itu dalam hal kekuasaan atau kekuatan, sudah jelas dari mata pun siapa yang lebih tangguh. Pria berusia 33 tahun dan pemuda berusia 26 tahun, sudah jelas mana yang porsi tubuhnya lebih matang. Meski sama-sama berbalut jas, Mira tetap dapat melihat otot lengan siapa yang lebih menonjol. Kakaknya bukan tandingan pria itu.

Jadi, apa sekarang Mira harus melawannya sendirian?

Ya Allah, bantulah hamba. Selalu itu isi dalam do'anya.

Makan malam sedang berlangsung. Mira yang sejak awal tertunduk dengan bahu meluruh mengundang tanya dari semua orang yang ada di sana. Wanita itu bukan seperti Mira. Karena Mira yang biasanya, selalu begitu energik, semangat, dan ada saja kabar bahagia yang akan ia ceritakan pada keluarganya. Tapi kali ini, Mira nampaknya menumpu beban itu sendirian pada pundaknya yang selama ini semua orang pun tahu begitu kokoh. Tapi untuk pertama kalinya, Mira nampak seperti ingin menyerah dengan hidup.

"Dek?"

Bahkan entah sudah berapa kali Arkan memanggil, Bima memanggil, dan Andira memanggil, wanita itu nampak tak terusik dan terus lanjut makan dengan kepala tertunduk dan jemari yang merasa keberatan padahal hanya mengangkat sebuah sendok.

"Kenap adik kamu, Kak?" akhirnya sang ibu melayangkan tanya pada putranya.

Arkan bingung harus menjawab apa. Pasalnya Almira tidak membolehkan ia bercerita karena tak ingin membuat orang tuanya ikut memikirkan masalahnya. Seperti itulah Almira selama ini. Wanita yang mandiri dan tak mau merepotkan kedua orang tua. Tapi kecuali bagi Arkan, Almira selalu tak segan merepotkan Arkan.

"Mama tanya aja ke Al langsung."

Kembali Andira menatap putrinya. Merasa memanggil tak akan berguna, wanita itu mengusap bahu Almira, membuatnya tersadar dan menoleh ke arahnya.

"Eh, aku ngelamun, yah?"

Andira bersama dua orang di sana mengangguk, membuat wanita berparas cantik itu meringis.

"Kamu kalau ada masalah, cerita. Jangan dipendem sendirian."

"Gak ada apa-apa, Pah. Cuma masalah kerjaan."

Almira melirik Arkan yang mengangkat sebelah alisnya, merasa tak terima mendengar jawabannya.

"Bilang aja, Dek!"

Sontak saja suruhan Arkan membuat kedua orang tua itu beralih fokus padanya.

"Bilang apa?" tanya Andira dengan raut penuh tanya.

Almira menatap kakaknya dengan mata menyipit, memperingati pria itu untuk jangan bicara lagi. Lalu wanita itu menarik napas panjang, bersiap mengatakan kejujuran.

"Ada yang ngejar-ngejar aku."

"Ngejar-ngejar?" Bima bertanya tak mengerti. Namun ia juga sudah siaga.

OseanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang