Mira sedang memperhatikan bekas luka di jemarinya. Sudah kering dan hampir terkelupas karena sudah seminggu sejak pertama kali ia tergores dengan pisau. Sejak hari itu pula Mira merasa Sean semakin aneh. Pria itu lebih banyak diam, seperti sedang berperang batin dengan dirinya sendiri. Entah apa yang ada dipikirkannya. Yang pasti kediaman Sean jadi membuat Mira canggung mengingat bahwa mereka hanya tinggal berdua saja di rumah. Ya, mereka memang sudah pindahan ke rumah baru.
Sampai hari ini, Mira merasa tinggal bersama Sean tidak terlalu buruk juga. Mungkin karena pria itu tidak terlalu menyebalkan seperti awal-awal mereka bertemu. Meski merasa aneh, namun Mira tak ada niatan untuk memancing Sean agar kembali menyebalkan.
"Sean, tuh."
Mira mengangkat wajahnya untuk melihat seseorang yang namanya baru disebut oleh Arkan. Ya, hari ini ia memang sedang bersama Arkan. Seperti biasa, melakukan pemotretan. Mira sudah bilang pada Sean untuk jangan menjemputnya, tapi nampaknya pria itu memang keras kepala. Padahal Mira juga masih ada urusan setelah ini, dan Arkan sudah bersedia mengantarnya karena memang dirinya tak membawa mobil. Sebab selama seminggu ini, Sean yang selalu mengantar kerja. Mira tidak memaksa, Sean yang mau sendiri.
Dan sejak kemarin jadwal Mira memang sangat padat. Hari ini sejak pagi ia mengurus pekerjaan dengan Tomi. Ya, project memang sudah dimulai. Pukul setengah empat baru beres dan langsung mengurus pemotretan ini dengan Arkan dan timnya, Mira bahkan belum sadar kalau sekarang sudah pukul setengah enam. Ia belum melihat jam. Dan karena pemotretan kali ini di dalam ruangan, ia jadi tidak bisa melihat langit.
Melihat Sean yang memasuki ruangan tanpa permisi dan sudah berdiri di hadapannya, Mira angkat bicara. "Aku kan udah bilang gak usah dijemput. Aku abis ini masih ada urusan." Mira memang masih ingin mengurusi pekerjaannya yang belum usai di kantor dan ingin dilanjutkan karena besok ia libur.
"Di sini udah selesai?" tanya pria yang sudah menanggalkan jasnya itu, menyisakan kemeja navy yang melekat pas di tubuhnya. Sean memang baru pulang kerja, jadi maklum kalau ia masih mengenakan setelan tadi pagi. Hanya saja jasnya ia tinggalkan di mobil.
Mira menganggukkan kepalanya mengiyakan.
"Kamu ada urusan di kantor kamu?"
Mira mengangguk lagi.
"Yaudah, ayo."
Mengerjap tak mengerti dengan ajakan itu. Mira melihat Sean sudah berbalik dan berjalan menuju keluar. Setelah sadar maksudnya, Mira menoleh ke arah Arkan dan pamit padanya karena sepertinya Sean ingin mengantarnya.
Arkan memandangi dua orang itu dengan senyuman. Mereka tidak pernah terlihat cekcok lagi. Aneh rasanya, tapi Arkan ikut bahagia.
"Kamu mau anter?" tanya Mira, memastikan sambil ia menyamai langkah Sean.
"Iya."
"Baru pulang, kan?"
Sean hanya mengangguk. Jangan heran, Sean memang mendadak pendiam selama seminggu ini. Mira tak bicara lagi dan memandangi pria itu. Sungguh rasanya sangat aneh. Ia seperti bukan Sean yang selama delapan bulan bersamanya.
Mira harusnya merasa senang karena Sean tak mengganggu atau mengusiknya lagi. Tapi rasanya... Seperti ada yang hilang. Sean yang sering mencari gara-gara lebih terlihat hidup dari Sean yang sekarang. Apakah pria ini sudah ada di tahap bosan?
Oh tidak, apakah Sean bosan dengannya? Tapi, mereka baru menikah seminggu. Dan jujur, selama seminggu ini, Mira merasa ia tidak membuat Sean senang. Padahal Sean sudah pernah mengingatkan secara langsung kalau menyenangkan suami pahalanya besar. Apa Sean marah karena Mira tak berusaha sama sekali untuk menyenangkannya? Apa marahnya Sean seperti ini? Rasanya lebih baik diancam daripada didiami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Osean
RomanceRomance-Comedy "Welcome to the game. Let's see who will win." -Osean Samudra- *** Osean Samudra. Saat kamu mendengar nama itu, mungkin kamu akan membayangkan lautan yang luas, atau... Malah membayangkan salah satu taman hiburan di Ancol- Ocean Dream...