13. Orang kedua belas

28.4K 3.5K 220
                                    

Berusaha untuk tak peduli, Mira kini sedang memperhatikan pegawainya yang tengah menjahit pakaian rancangannya. Sedangkan pria yang datang tanpa permisi ke tempat kerjanya itu kini berdiri tak jauh di depannya.

Kehadiran Sean sudah menjadi hal biasa di dua lantai yang Mira sewa. Mau bagaimana pun, tak ada yang bisa mengusir dia pergi. Mira juga sekarang sudah tahu kalau berkoar-koar mengusir Sean adalah hal yang percuma. Jadi biarlah pria itu seenaknya asal tidak mengganggu pekerjaan semua orang.

"Kamu masih lama? Saya mau bicara."

"Saya sibuk."

"Ini penting."

Omong kosong. Mana ada Sean bicara penting. Sangat sulit dipercaya.

"Kalau kamu gak mau bicara berdua. Saya bisa bicara di sini."

Bukannya dari tadi pria itu memang bicara seenaknya di sini? Seertinya Sean ini kudu ikut terapi sadar diri.

Beberapa pegawai melirik ke arah Sean yang selalu luar biasa tampan setiap harinya. Pagi ini ia berbalut jas navy dengan dengan dalaman kaus turtle neck hitam, tak lupa dengan sepatu kulit berwarna coklat yang sudah pasti harganya selangit.

Tangannya bersidekap, terlihat sangat keren saat posenya seperti itu. Dan fokusnya sejak satu jam lalu tidak berubah sama sekali. Semua orang tahu kalau Sean menganggap hanya ada dirinya dan Almira di ruangan itu. Sean nampak tak peduli dengan kehadiran orang lain. Sedangkan Almira tak peduli dengan kehadiran Sean. Miris sekali.

"Memang kamu gak sibuk, yah? Hampir tiap hari dateng ke sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Memang kamu gak sibuk, yah? Hampir tiap hari dateng ke sini?"

"Jadi kamu mulai perhatian sama saya?"

Mira membelalak menyadari ucapannya sengaja disalah artikan oleh Sean. Si Sean memang cerdas, tapi kecerdasannya digunakan untuk hal-hal menyebalkan.

"Bukan perhatian. Lebih karena saya terganggu karena kamu selalu ada di sini. Kamu pikir ini tempat bermain?"

"Iya, mainan saya kan ada di sini."

"Maksud kamu saya mainan?"

Senyuman Sean cukup menjelaskan semuanya tanpa ia repot menjawab. Kalau begini terus, Mira bisa gila. Sean tidak hanya menganggapnya sebagai mangsa, tapi juga sebagai mainan. Namun meski begitu, Mira tidak punya kekuatan lebih untuk bisa menentang Sean yang menganggapnya seenaknya.

"Kamu yakin gak mau bicara berdua sama saya?"

"Memang kamu mau bicara apa, sih?"

"Sesuatu yang penting."

"Soal?"

"Masa depan kamu."

Ha? Memangnya Sean siapa sampai harus angkat bicara soal masa depannya?

Mira mengibaskan tangannya tak peduli.

"Pria ke dua belas gak akan ada."

Deg

OseanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang