Kim Lyra, gadis yang resmi berumur dua puluh tahun tepat di hari ini mengusap keringat yang mengucur di keningnya. Sambil berkacak pinggang, matanya mengedar ke sekeliling apartemen yang kini juga resmi menjadi miliknya.
Apartemen itu dibeli dengan uang tabungan yang sudah ia kumpulkan selama kurang lebih lima tahun ini, senang rasanya bisa membeli apartemen yang sudah lama jadi impiannya itu. Terlebih jaraknya menuju kampus tidak seberapa jauh, jadi dia bisa sedikit menghemat ongkos perjalanannya kesana.
Lyra mengangkat satu persatu kardus ke dalam kamarnya, kebanyakan berisi buku-buku kuliah dan fotokopian jurnal dari semester awal. Sisanya barang-barang lain seperti lampu belajar, chargeran laptop dan hp, alat tulis, serta perintilan-perintilan lain seperti figura foto, lampu tumbler, kipas angin kecil yang sebenarnya jarang dipakai karena sudah ada AC, juga album foto keluarganya.
Sedangkan untuk perabotan lain seperti lemari, meja, sofa, televisi, alat makan, kasur, dan lain sebagainya sudah dibawa kemarin oleh orang suruhannya. Bahkan semua pakaiannya juga sudah tertata rapi di dalam lemari, jadi sekarang Lyra hanya perlu menata hal-hal kecil saja.
Apartemen yang ia tempati ini ukurannya tidak seberapa luas, tapi tidak masuk ke golongan sempit juga. Pas lah kalau hanya ditempati satu sampai tiga orang. Terlebih disini juga terdapat dua kamar yang salah satunya adalah kamar Lyra, sedangkan satunya lagi berfungsi sebagai kamar tamu.
"Hhhh.."
Lyra menjatuhkan tubuhnya di sofa, beres sudah menata barang-barang yang ia bawa hari ini. Tidak banyak sih, tapi tetap saja rasanya melelahkan.
"Iya, halo Jun?"
"Jadi pindahan?"
Gadis itu merubah posisinya jadi tengkurep masih dengan hape di telinganya. "Iya, baru beres juga nih. Lo jadi kesini nggak?"
"Ini lagi nunggu lift, unit lo di lantai dua belas kan?"
"Iya, eh bentar Jun! Lo bawa makanan nggak? Kalau nggak, puter balik dulu gih ke minimarket depan beliin cemilan"
"Gue udah naik!"
"Yaudah balik lagi kok repot?"
Helaan napas berat terdengar dari si penelpon di seberang sana. "Yaudah iya nih gue turun lagi!"
"Eh, Jun"
"Apalagi?!"
Lyra terkekeh mendengar betapa ngegasnya sahabatnya itu sekarang, tidak heran sih Renjun memang begitu anaknya.
"Gue mau pesan gofood nih, tapi saldo gue abis. Nanti lo yang bayarin pesanan gue ya?"
"Peras aja terus dompet gue"
"Kan lo ATM berjalan gue"
"Terserah, buruan sana pesan. Pizza sama cola ya, gue lagi pingin itu soalnya"
"Oke, siap! Makasih Injun sayangg"
Huang Renjun, pemuda yang lebih tua satu bulan dari Kim Lyra itu adalah sahabatnya sejak masuk kuliah. Renjun anak yang baik, meski kadang emosian dan agak pedas mulutnya. Tapi nyatanya Lyra betah berteman dengannya selama kurang lebih dua tahun terakhir ini.
Mendapat sebutan ATM berjalan dari Lyra karena Renjun sering mentraktirnya makan, pemuda itu tidak pernah pelit padanya mau sebanyak atau semahal apapun makanan yang ia pesan. Tidak, Lyra bukan gadis matre yang sengaja menguras dompet anak tunggal keluarga Huang itu. Lyra cukup berada kok, dengan uang jajan yang rutin dikirim Papa tiap bulan sebenarnya mampu untuk membeli apartemen mewah. Bahkan Papa bisa saja memberikan uang secara cuma-cuma padanya, tapi Lyra lebih memilih untuk menabung uang itu dan mempergunakannya untuk membeli apartemen ini. Ya meski perlu waktu lima tahun sih.
Suara bel pintu apartemen-nya berbunyi, sepertinya Renjun sudah sampai di depan. Lyra beranjak dari sofa lalu setengah berlari membuka pintu tanpa terlebih dahulu memeriksanya lewat intercom.
Tapi nyatanya bukan Renjun yang berdiri disana dengan plastik cemilan yang ia pesan, melainkan seorang anak laki-laki dengan piyama abu-abu yang kini tersenyum lebar menatapnya.
"Si---siapa ya?"
"BUNAA!!!"
Lyra melongo, badannya terhuyung tiga langkah kebelakang ketika anak laki-laki itu menerjang tubuhnya dengan pelukan erat.
"Bunaa.."
Buna? Apa anak ini baru saja memanggilnya Buna?
Yang benar saja!
Menikah aja belum apalagi sampai punya anak sebesar ini.
"Dek, ka-- kamu salah orang"
Namun anak laki-laki dengan badan bongsor dan tinggi jauh di atas Lyra itu menggeleng. Saat dia melepaskan pelukan dan berdiri beberapa senti di depannya, Lyra jadi sadar kalau tingginya hanya sebatas bahu anak itu.
"Kim Lyra, baru saja berusia dua puluh tahun hari ini. Anak bungsu dari keluarga Kim, memiliki kakak perempuan yang terpaut enam tahun darinya. Tinggi badan seratus lima puluh lima sentimeter, tapi beratnya tidak diketahui. Kini kuliah semester empat jurusan Manajemen Bisnis"
Anak itu mengulurkan tangan kanannya masih dengan senyum lebar, berbeda dengan Lyra yang sudah dibuat melongo sejak tadi.
"Perkenalkan, namaku Jisung. Saat ini berumur lima belas tahun dan aku.. anakmu dari masa depan."
🐣🐣🐣
Ga tau ini aku nulis apaan soalnya bikinnya juga dadakan, lagi gemes sama Jisung nih jadi baca aja deh ya. Jangan lupa masukin ke library 🤗
Lanjut ga nih?
Sabtu, 4 April 2020
With Love ❤️
-ApriLyraa-
KAMU SEDANG MEMBACA
Son From The Future ✓ [SUDAH TERBIT]
Fanfic[TELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT OLYMPUS - SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Apa jadinya jika kamu yang baru menginjak usia 20 tahun justru sudah memiliki anak berumur 15 tahun? Aneh? Tentu saja, terlebih saat dia mengaku anakm...