Sinar matahari pagi berhasil mengusik tidur lelap Kim Lyra. Gadis itu mengernyit, merasa silau sekaligus panas di tubuhnya. Aneh, padahal biasanya tidak pernah sepanas ini tiap kali dia bangun tidur.
Tunggu, sepertinya ada yang salah.
Perlahan namun pasti, Lyra membuka kelopak matanya hanya untuk dibuat terpejam sepersekian detik kemudian. Rupanya dia masih berada rooftop, pantas saja cahaya matahari bisa langsung mengenainya.
Lyra bangun lalu menoleh ke sisi kirinya, ada Jisung yang masih terlelap disana seolah tidak terganggu dengan matahari yang semakin meninggi. Padahal Lyra saja sudah mulai kepanasan.
Diraihnya ponsel baru milik Jisung di sisi kepala untuk mengecek jam berapa sekarang. Ternyata hampir jam sembilan pagi, pantas saja terasa panas.
"Jisung, bangun" Lyra mengguncang pelan bahu Jisung yang tidur menghadapnya.
"Hm?" Gumamnya setengah sadar.
Lyra terkekeh. Baru sadar wajah Jisung saat terlelap ternyata keliatan lucu.
"Ayo bangun, udah jam sembilan nih"
Kelopak mata Jisung mulai terbuka. Sama seperti Lyra tadi, anak itu juga tampak menyipitkan mata begitu pandangannya bertemu cahaya matahari. Jisung bangun masih dengan mata menyipit, lalu tersenyum saat melihat Lyra.
"Morning bunaa" sapanya seperti biasa, tidak lupa mencuri pelukan singkat dari Lyra.
"Morning Jisung" balas gadis itu sambil sedikit merapihkan rambut Jisung yang berantakan. "Tadi malam kenapa nggak bangunin gue?"
Karena Lyra tau dirinya jatuh tertidur lebih dulu dibanding Jisung tadi malam.
"Nggak tega banguninnya, buna keliatan nyenyak banget"
"Huh, untung kita nggak digigit nyamuk tidur disini semalaman"
"Untungnya" Jisung nyengir sampai matanya menyipit.
"Yaudah yuk masuk, tapi beresin dulu" ajaknya sambil memasukkan bungkus makanan kosong ke dalam sebuah plastik besar.
Jisung juga ikut mengambil lilin yang tadi malam sengaja dia padamkan dulu sebelum tidur lalu memasukkannya ke dalam plastik yang lebih kecil. Dia mengantongi ponsel barunya lalu mengambil bantal juga selimut mereka untuk dibawa pulang.
Renjun sudah berada di depan unit apartemen Lyra saat mereka sampai, wajahnya kelihatan gusar sekali sambil berulang kali menempelkan ponsel ke telinga.
"Renjun? Ngapain?" Bingung gadis itu sambil berjalan mendekat, sedangkan Jisung dibuat mendengus karena lagi-lagi dia harus melihat Renjun pagi ini.
"For god sake Kim Lyra, lo dari mana aja sih?!"
"Dari.. atas?"
"Rooftop?"
Lyra mengangguk.
"Serius? Pagi-pagi begini?" Renjun terlihat sangsi, sedangkan Jisung memilih untuk menekan tombol pintu lalu masuk ke dalam. Membiarkan dua orang dewasa itu di luar.
Lyra kembali mengangguk. Lagipula ini Renjun kenapa khawatir sekali?
"Kenapa sih?"
"KENAPA?! Lo tau nggak gue cemas nyariin lo? Telpon nggak diangkat, chat nggak dibalas. Gue rasanya mau gila tau nggak?!"
"Astaga, sorry Jun ponsel gue ketinggalan di kamar" cengir gadis itu tanpa merasa bersalah. Padahal Renjun sudah berasap.
Sejak kejadian malam itu, saat Renjun menjemput Lyra yang sedang menangis dengan wajah terluka, rasanya sulit untuk membiarkan gadis itu jauh dari jangkauannya. Renjun khawatir Lyra akan kenapa-kenapa kalau dia tidak ada, pemuda Huang itu hanya ingin memastikan Lyra aman dan baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Son From The Future ✓ [SUDAH TERBIT]
Fiksi Penggemar[TELAH DITERBITKAN OLEH PENERBIT OLYMPUS - SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Apa jadinya jika kamu yang baru menginjak usia 20 tahun justru sudah memiliki anak berumur 15 tahun? Aneh? Tentu saja, terlebih saat dia mengaku anakm...